58. Meet Cooling Down

3.8K 391 48
                                    




Aku setengah ragu membuka pintu ruangan kecil di depanku dan sempat berpikir, apakah sebaiknya mengetuk dulu atau langsung masuk saja. Mengingat tadi Mutia bilang, Ilen sudah menunggu kehadiranku jadi seharusnya aku bisa langsung masuk saja ya? Kalau harus mengetuk lagi, mungkin dia tidak dengar karena aku lihat dari luar, Ilen sedang mengenakan earphone.

Astaga, mantan atasanku itu benar ada di dalam sana. Ilen sudah kembali masuk kantor. Sekarang dia ingin menemuiku. Apa yang dia mau?

Terlalu banyak pertanyaan di dalam kepalaku sampai aku tidak sadar, Ilen mengetahui kehadiranku dan akhirnya membukakan pintu ruangan. 

"Masuk, Let," ujarnya menarik kursi di depan meja kerjanya.

Aku melangkah kaku mengikuti Ilen. Melihat dari tatanan ruangan sekilas, belum banyak barang-barang yang ada di dalamnya, jadi belum dapat dipastikan apakah Ilen akan menempati ruangan ini terus ke depannya. Namun memang ada beberapa kardus di pojok kanan bawah yang sepertinya berisikan barang-barang pribadi Ilen.

"Mbak Ilen mau ketemu aku kenapa?" tanyaku ketika kami sudah sama-sama duduk, dan Ilen belum terlihat akan membuka percakapan. Kalau aku tidak salah menebak, dia sama gugupnya denganku.

"Oh," Ilen seolah-olah baru tersadar. "Iya Let, gue mau bilang terima kasih."

Aku menganga.

Yang benar saja. Terima kasih untuk apa.

Ilen tertawa kecil melihat reaksiku. "Nggak usah kaget begitu. Hubungan kita selama ini memang nggak terlalu dekat, tapi gue selalu memperhatikan elu sebenarnya."

"Memperhatikan bagaimana, Mbak? Dan terima kasih untuk?" tanyaku heran, tidak bisa menentukan apakah pertanyaan pertama atau terakhir yang lebih membingungkanku.

"Selama ini gue kasih banyak pekerjaan karena gue tahu lu nggak akan nolak, dan selalu bisa menyelesaikannya dengan baik. Beda dengan Nindon yang akan lebih banyak mendebat gue atau Lucky yang pasti clueless mulai dari mana." Ilen nampak menarik napas sebentar sebelum melanjutkan. "Sayangnya, gue lupa kalau setiap manusia pasti punya ambang batas maksimal. Karena itu gue minta maaf, Let."

"Eh Mbak Ilen," aku terkejut. Aduh, sebenarnya memang ini yang aku inginkan sih, tapi tetap terasa tidak enak.

Ilen melambaikan tangannya ke arahku, seakan memintaku untuk tidak berbicara dahulu dan membiarkannya untuk melanjutkan cerita. 

"Setelah elu menghadap Bu Rani, Ibu panggil gue dan selama diskusi sama Ibu, banyak hal baru yang jadi insight gue. Bukan maksud gue membela diri atau apa, tapi mungkin karena selama ini dikejar target kerja dan padatnya tugas yang ada, nggak pernah terpikirkan sebelumnya sama gue. Salah satunya, tentang gue yang nggak cocok jadi leader." Ilen kembali berhenti berbicara, kali ini ia terlihat menghela napas lebih panjang dari sebelumnya.

"Pernah sih, sesekali terlintas capek banget setiap habis kerja dan nggak pernah enjoy. Gue pikir itu masalah biasa saja kan ya, jenuh atau apa. Tapi selepas bicara sama Bu Rani, gue tersadar jangan-jangan memang gue nggak bisa memimpin tim. Gue nggak lepas Mabeth jadi rekruter karena gue takut penggantinya nggak sebagus Mabeth, padahal kan harusnya tugas gue melatih yang baru. Gue berantem sama Mutia karena pekerjaan yang seharusnya masih bisa dikompromikan. Terakhir, gue kirim bahan presentasi ke lu biar ke depannya, elu saja yang ikutan meeting  bukan Nindon. Nindon terlalu keras kepala, gue nggak bisa menghadapinya," lanjut Ilen sebelum kembali diam.

Aku mencoba memproses semua informasi ini ke dalam pikiran. Saking banyaknya, aku sampai tidak tahu harus memberikan reaksi seperti apa. "Mbak Ilen sekarang balik kerja?" tanyaku akhirnya. Satu informasi yang sebenarnya dari awal terus menganggu benakku.

"Tadinya gue mau resign saja. Tapi Ibu kasih waktu cuti untuk menenangkan diri, juga pilihan untuk kembali bekerja dengan mengubah diri atau pegang posisi lain. Gue putuskan melepas posisi supervisor Sales Recruitment dan mengambil OD* ini. Sepertinya, lebih cocok kerja sendiri. Pekerjaan OD kan lebih banyak strategi dan konsultasi saja, nggak perlu repot pegang tim."

"Ah, jadi Mbak Ilen di OD sekarang. Aku turut senang ya, Mbak," seruku tersenyum. Entah mengapa, setelah mendengar semua penjelasannya, sekarang aku hanya menginginkan yang terbaik untuk dia. Entahlah, sepertinya semua kekecewaanku akan Ilen sudah hilang.

"Oh iya satu lagi, Let. Soal Bang Ibra," tambah Ilen mengagetkanku.

Ya ampun, aku sampai lupa satu hal itu.

"Sebenarnya tujuan lain gue mau ketemu elu soal Bang Ibra, sih"

Oke. Ini akan lebih berat dari sebelumnya.

"Kita nggak pacaran. Dia memang nggak pernah mau meluruskan gosip di kantor, karena gosip itu menguntungkannya. Menghalangi cewek-cewek mendekati dia soalnya. Bang Ibra itu kaku banget sama cewek, Let." Ilen tertawa.

"Kenapa Mbak Ilen menjelaskan ini?" tanyaku, tidak mengerti arah pembicaraan.

"Karena gue pikir elu perlu tahu kalau kami adalah saudara sepupu. Bang Ibra memang terlihat sangat khawatir sama gue, tapi itu lebih karena gue sudah seperti adiknya sendiri. Bukan karena hal lain. Kami memang tumbuh bareng dari kecil. Gue dekat banget dengan adiknya, jadi ya lama-lama dia jadi kayak kakak gue saja. Bang Ibra juga yang referensiin gue masuk Gemintang. Walaupun kami seangkatan kuliah, dia jauh lebih tua usianya, Let. Gue kan aksel* beberapa kali."

"Astaga," pekikku tertahan, teringat akan semua tudinganku kepada Ilen yang kusampaikan ke Ibra. "Aduh, maaf, Mbak," ujarku cepat. "Maaf ya, Mbak Ilen untuk semua tuduhan dan juga omongan-omongan yang mungkin menyakiti Mbak."

"Sepertinya, bukan gue yang paling pantas menerima permintaan maaf elu deh, Let," ujar Ilen penuh senyum berarti.

Pikiranku langsung melayang pada sosok pria yang kemarin kumaki dan tuduh macam-macam itu.

Pikiranku langsung melayang pada sosok pria yang kemarin kumaki dan tuduh macam-macam itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

*OD: organisation development - cabang HR yang membantu organisasi mengembangkan kemampuan untuk berubah guna mencapai efektivitas organisasi yang lebih tinggi. Dalam prakteknya OD berlangsung secara menerus dan bersifat jangka panjang sebagai upaya untuk mencapai perbaikan organisasi.

*aksel: program akselerasi yang membuat seseorang bisa loncat tingkat.

-------

Akhirnyaaaaa 😂😂😂

Selamat buat kak @namakumila yang bisa nebak2 kemungkinan hub Ilen dan Ibra

👏👏👏👏

kenapa Ilen panggil Ibra 'Bang'? karena....

Ylenia Agnes Siregar dan Malik Ibrahim Lubis adalah klan.... (silakan diisi sendiri) 😂😂😂

Recruiter Lyfe - (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang