Enam bulan kemudian..."Selamaaaaaaaaat," teriak aku, Nindon, Lucky, Mabeth, Mutia, Timmy dan Lista bersamaan sesaat setelah kami semua memasuki kamar rawat inap.
Mbak Riesta otomatis menutup kedua telinganya selepas mendengar teriakan kami. "Kalian berisik sekali. Sssttt," ujarnya selepas kami semua selesai membuat pekak telinganya.
"Kamar sendiri ini, Mbak. Memangnya kedengaran sampai luar?" ucap Nindon tanpa bersalah.
Mbak Riesta mendelik dan mereka mulai beradu argumen, dengan diiringi tawa kami semua. Terus terang, kangen juga aku melihat mereka berdua yang memang sering selisih paham dari dahulu, mengingat watak Nindon dan Mbak Riesta yang bagaikan dua kubu berseberangan.
"Mbak, itu buat si kecil ya dari kami semua," ujarku menunjuk ke arah kotak hadiah yang dipegang Lucky sejak tadi, menghentikan argumen Mbak Riesta dan Nindon yang terlihat tidak ada ujungnya.
"Mana nih bayinya," celinguk Mutia memperhatikan seisi kamar yang tampak lengang.
"Sedang dimandikan, ditemani Haris. Aku istirahat dulu, capek banget semalaman menyusui dia terus," jawab Mbak Riesta menyebutkan nama suaminya, sembari menerima bungkusan dariku.
"Akhinya ya Mbak, jadi ibu juga," ujar Mabeth selepas memeluk Mbak Riesta. Setelah itu, kami bergantian memeluk Mbak Riesta, tentu Lucky dan Timmy hanya menyalami saja.
"Kompak banget datang bareng?" tanya Mbak Riesta setelah kami mengambil tempat duduk masing-masing di sekeliling ruang rawat inap.
"Janjian dong," pungkas Lista.
"Biar kompak kita," tambah Mabeth. Lista dan Mabeth sekarang makin seperti Batman & Robin, atau Sherlock Holmes & dr Watson, sungguh saling melengkapi.
"Termasuk Timmy nih ya, anggota baru," goda Mbak Riesta melihat kehadiran Timmy di tengah-tengah tim Sales Recruitment.
"Otomatis lah Mbak jadi anggota, sudah resmi," ledek Lista yang disambut muka bersemu merah milik Mabeth, sementara Timmy hanya cengar cengir saja.
Ledakan tawa kami akibat komentar Lista terhenti otomatis ketika pintu ruangan terbuka, kemudian muncul Ibra, Ilen serta satu laki-laki yang tidak pernah aku lihat sebelumnya.
"Hai, Ries. Selamat ya," ucap Ilen setelah mendekati ranjang Mbak Riesta. Anak-anak Sales Recruitment lain, termasuk Mbak Riesta, sudah mengetahui tentang keadaan Ilen yang sebenarnya. Aku dan Mutia yang tempo hari menjelaskan soal Ilen, serta meluruskan semua gosip yang ada. Walaupun tidak bisa dibilang dekat, setidaknya sekarang hubungan kami semua dengan Ilen cukup baik. Beberapa kali Ilen ikutan membantu tim Sales Recruitment dalam menentukan kebutuhan FC, sehingga forecast kandidat para rekruter dapat berjalan lebih baik.
Terus terang saja, aku semakin menyukai pekerjaanku sekarang. Kapan lagi aku benar-benar mempunyai rekan kerja yang juga berfungsi sebagai teman serta tetap mampu bekerja dengan solid.
Ketika Ilen memperkenalkan pria satu lagi yang ternyata adalah pacarnya, tatapanku tak sengaja bersirobok dengan Ibra. Pria itu otomatis mengedipkan matanya ke arahku, sontak aku memalingkan muka ke arah lain sebelum ada yang menangkap interaksi di antara kami.
"Lu masih saja gantung Ibra ya?" bisik Nindon dari sebelah kananku.
Kurang cepat, Nindon berhasil menangkap momen singkat itu ternyata.
"Gantung gimana? Gue minta waktu untuk mengenal satu sama lain dulu kok," bisikku balik.
"Iya, itu definisi dari menggantungkan hubungan," desis Nindon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Recruiter Lyfe - (TAMAT)
ChickLitSeperti apa kisah kehidupan Niar Arleta sebagai sales recruiter dengan target puluhan kandidat setiap bulannya? Pastinya, kurang tidur, akhir pekan terpakai untuk bekerja dan selamat tinggal kehidupan sosial. Untungnya Leta punya teman-teman sesama...