"Maksud Ibu?" tanyaku masih tak paham dengan maksud 'pegang cabang' yang disebutkan Bu Rani. Aku melirik ke arah Ilen mencoba menemukan jawaban, namun dia sepertinya sama tak pahamnya denganku. Aku tentu saja bingung dengan maksud Bu Rani, karena recruiter ini kan bagian dari HRD ya, bukan divisi operation. Jadi tidak mungkin aku berperan sebagai kepala cabang atau sejenisnya kan.Bu Rani melangkah kembali ke arah tempat duduknya di kursi kecil, tepat di sebelah Ibra, setelah mematikan televisi. Sambil melepas kacamatanya ia menatapku lekat, 'Tentu saja kamu akan berfungsi seperti pekerjaanmu selama ini, dengan peran yang sedikit berbeda saja."
Aku masih menatapnya lekat, mencoba mencerna kata-katanya.
"Kamu tadi bilang, kamu dipanggil ke ruangan saya karena khawatir akan hasil kerjamu?"
Aku mengangguk.
"Sebaliknya justru. Saya lihat kamu cepat tanggap akan posisi barumu di Metro, sekaligus mampu membimbing Lista. Sekarang dia menjadi salah satu recruiter yang sangat baik. Handover pekerjaanmu ke Lucky juga rapi. Belum mencapai target bukan berarti kamu gagal, semuanya butuh proses. Karena itulah, saya ingin minta bantuan kamu sekali lagi, membantu cabang Bekasi untuk dapat beroperasi dengan baik. Ibra sudah bercerita pada saya bagaimana kamu banyak membantu dia dalam menemukan kandidat FC yang baik. Saya yakin kalian mampu meneruskan kerjasama yang baik," tutup Bu Rani dengan tersenyum.
Aku menganga, terlalu banyak informasi yang harus dicerna dan terus terang saja, aku tidak tahu harus memulai dari mana. Entah yang mana harus kuserap lebih dulu, hasil kerjaku yang dianggap baik oleh Bu Rani sampai komentar positif Ibra. Benarkah semua yang kudengar baru saja?.
Tanpa sadar aku menoleh ke arah Ibra dan pria itu ternyata tengah memperhatikanku. Sepertinya cukup lama ia telah melakukannya. Karena begitu aku menengok, ia otomatis tersenyum, tanpa terlihat canggung sekalipun.
Apa maksud senyumannya?
"Pelan-pelan saja mencerna semuanya, Leta," ujar Bu Rani seperti tahu kekalutanku. "Cabang Bekasi belum akan dibuka sampai dua bulan lagi. Masih ada cukup waktu untuk kamu bersiap-siap. Saya percaya akan support dari Ibra, dan juga Ilen," Bu Rani berhenti untuk melempar pandang ke arah Ilen. Ilen nampak gelisah di tempat duduknya, aku sampai penasaran ikutan menerka-nerka maksud pandangan Bu Rani. "Sementara ini, cukup bagi saya, mengetahui kamu bekerja dengan sangat baik," tutup Bu Rani singkat.
Bu Rani kemudian beranjak dari kursinya dan menyalami kami bergantian. Aku keluar dari ruangan terlebih dahulu, disusul Ilen. Sekilas aku melihat Ibra masih berbicara dengan Bu Rani di dalam ruangan.
"Mbak Ilen, aku masih nggak paham dengan penugasan ini," ujarku cepat-cepat, menahan Ilen sebelum melangkah balik ke ruangan. Aku nggak mau anak-anak recruiter lain tahu soal berita ini, sementara aku sendiri masih buntu.
"Gue juga nggak paham, Let," jawab Ilen, nada suaranya terdengar malas. "Bu Rani habis tegur gue soal pencapaian bulan Maret kemarin, dan minta kita berdua menghadap dia pagi ini. Tapi ternyata malah bahas soal beginian," lanjut Ilen tampak kesal. Tanpa menunggu responku, dia berlalu cepat menuju meja kerjanya. Sepertinya benar-benar kesal.
Baru saja aku bersiap untuk mengikutinya kembali ke meja kerja, terdengar pintu ruangan Bu Rani terbuka di belakangku. Spontan aku menoleh dan melihat Ibra baru saja keluar dari dalam ruangan.
"Halo partner," sapa Ibra tersenyum ketika tatapan kami bertemu.
Astaga, dua kali Ibra tersenyum padaku pagi ini. Pertanda apakah ini?
***
Baru dapat gambaran tokoh Ibra yang pas, jadi edit sedikit headernya dengan tampilan dia senyum. Biar kebayang gimana bingungnya Leta dapat senyum macam itu dua kali dalam satu hari 😝😝😝
KAMU SEDANG MEMBACA
Recruiter Lyfe - (TAMAT)
ChickLitSeperti apa kisah kehidupan Niar Arleta sebagai sales recruiter dengan target puluhan kandidat setiap bulannya? Pastinya, kurang tidur, akhir pekan terpakai untuk bekerja dan selamat tinggal kehidupan sosial. Untungnya Leta punya teman-teman sesama...