Selepas Ibra yang seakan-akan mendukung tingkah laku suka-suka Ilen, aku jadi mengurangi frekuensiku untuk bertemu dengannya. Rasanya malas saja kalau ingat Ibra yang seakan mendukung perilaku Ilen yang sesukanya saja memberikanku tugas, baru tersadar apakah memang mereka berdua memiliki perangai yang sama. Entah kenapa rasanya sebal sekali saat menyadari, baik Ibra dan Ilen ternyata sama saja kelakuannya. Padahal baru saja aku bisa menerima sisi positif Ibra yang terus terang saja, banyak membantuku saat penugasan ini."Elu menghindari Ibra ya?"
Aku menoleh ke arah Nindon dengan kening berkerut, pertanyaan yang tergolong tiba-tiba dilontarkan itu cukup mengagetkanku.
"Selama hampir empat minggu elu di Bekasi sini, nggak sekalipun lu minta tolong gue atau yang lain untuk membantu tugas-tugas lu. Sekarang tiba-tiba saja lu telepon gue dan minta tolong beresin semua kerjaan ini," lanjut Nindon sambil menunjuk ke arah tumpukan berkas di depan mukanya. Siang ini aku dan Nindon memang tengah merapikan data untuk bahan handover aku ke Tya senin depan, hari terakhirku di cabang Bekasi.
"Tepat sekali," jawabku langsung, malas berargumen atau mencari alasan lain. Tidak ada gunanya juga berbohong, Nindon pasti mengetahuinya.
"Cepat sekali mengakuinya," kali ini nada suara Nindon naik beberapa oktaf, menandakan keterkejutannya. "Berantem ya sama Ibra?" tebaknya kemudian.
"Macam anak kecil saja berantem," gerutuku, teringat kembali akan kekesalanku pada Ibra.
"Kan lu bilang kalian kayak kucing sama anjing, wajar dong berantem," sahut Nindon. "Walaupun lebih tepat macam orang pacaran lagi marahan sih," lanjut Nindon sambil lalu.
"Ibra tuh mendukung kegilaan Ilen," ujarku akhirnya, memutuskan untuk tidak menghiraukan kalimat terakhir yang diucapkan Nindon. Menghabiskan energi saja kalau harus meladeni setiap komentar Nindon.
"Mendukung gimana?" Nindon menghentikan aktivitasnya merekap data dan berpaling ke arahku, menunggu jawaban.
"Singkatnya, gue sedikit cerita ke Ibra kalau Ilen lagi kasih gue kerjaan dadakan, jadi gue nggak bisa ikutan wawancara bareng dia. Biasanya kan Ibra pasti ceramah tuh, bilang gue nggak becus bagi waktu atau apa, ini dia malah kayak lempeng saja gitu. Plus komentar, Ilen pasti punya alasan kenapa kasih gue kerjaan dadakan. Kan sebal banget gue," jelasku dalam satu tarikan napas.
"Jadi seorang Ibra punya pemikiran yang sama dengan Ilen, begitu maksud lu?"
"Yes," jawabku pasti. "Malas kan. Selama ini gue pikir Ibra agak mending kelakuannya, ternyata sama saja."
"Omong-omong, kerjaan apa yang dikasih Ilen ke lu? Bukannya semua sudah di-handover sebelum lu ke sini?"
"Ah, benar juga gue belum kasih tahu elu. Rempong kemarin pas pindahan." Aku membuka beberapa folder di dalam laptop, mencari file presentasi yang biasa diberikan Ilen kepadaku untuk diselesaikan. Setelah menemukannya, aku memiringkan laptop ke arah Nindon agar ia bisa melihatnya dengan jelas. "Sudah hampir dua bulan Ilen kasih kerjaan membuat presentasi ini, dari sebelum gue pindah ke Bekasi," jelasku pada Nindon.
Nindon tampak mengamati dengan detail dokumen presentasi yang kujelaskan, keningnya berkerut. "Aneh banget, Let," ujar Nindon setelah terdiam beberapa saat. Ia kemudian membuka laptopnya dan mencari-cari sesuatu di dalam laptop. Kali ini Nindon mengarahkan laptopnya ke arahku, "Gue selalu membuat presentasi ini. Setiap meeting HR mingguan, dari Sales Recruitment yang hadir kan cuma gue dan Ilen. Presentasi ini dipakai untuk menggambarkan pencapaian kita."
Aku mengamati file presentasi yang ditunjukkan Nindon dan terbelalak, sama persis dengan yang rutin diberikan oleh Ilen untuk aku kerjakan setiap minggunya.
"Sorry ya Let, tapi sejauh ini setiap meeting, gue nggak pernah lihat Ilen menunjukkan presentasi yang elu buat itu. Ilen selalu pakai yang dari gue," ucap Nindon perlahan.
"Terus, kenapa dia minta gue buat presentasi yang sama?" tanyaku bingung.
"Gue yakin ini masih berhubungan dengan balas dendamnya Ilen karena lu dekat sama Ibra," ujar Nindon yakin.
Mbak Ilen kan gosipnya naksir Mas Ibra, tiba-tiba perkataan Mabeth beberapa bulan lalu terngiang di kepalaku.
***
Karena Ibra tidak akan muncul dalam beberapa chapter ke depan, kasih kedip dulu sekarang biar semangat 😝😝😝
KAMU SEDANG MEMBACA
Recruiter Lyfe - (TAMAT)
ChickLitSeperti apa kisah kehidupan Niar Arleta sebagai sales recruiter dengan target puluhan kandidat setiap bulannya? Pastinya, kurang tidur, akhir pekan terpakai untuk bekerja dan selamat tinggal kehidupan sosial. Untungnya Leta punya teman-teman sesama...