Pagi ini meeting pertama kami di bawah Nindon. Aku, Lucky dan Lista sudah ada di dalam ruangan sekitar setengah jam, dan masih bertanya-tanya dengan kekurangan anggota di tim saat ini. Pengganti Mbak Riesta dan Nindon belum diketahui siapa, begitu pula dengan posisi kami masing-masing. Posisi Mabeth pun masih riskan, tetap sebagai admin atau sudah beralih fungsi sebagai rekruter.
"Nindon belum datang ya," tanyaku retoris. "Mabeth juga nggak kelihatan nih. Lu nggak tahu dia kemana, Lis?" tanyaku bolak-balik melongok ke arah pintu ruangan.
"Sudah aku sms sih. Belum dibaca nih," keluh Lista.
Baru saja Lucky mau ikutan berkomentar, Nindon terlihat berjalan ke arah ruangan bersama Mabeth.
"Aduh sorry ya, gue sama Mabeth mendadak dipanggil Bu Rani dulu. Harusnya satu jam saja, tapi ternyata banyak yang dibahas," ujar Nindon sembari menutup pintu ruangan. Mabeth yang masuk ruangan lebih dahulu dari Nindon, tampak senyum-senyum sendiri, terlihat lebih centil dari biasanya.
"Kenapa sih, Beth? Senyum-senyum nggak jelas begitu," Lista mendahuluiku bertanya.
Nindon menyenggol bahu Mabeth, "Kasih tahu saja."
"Aku resmi jadi rekruter," jerit Mabeth dengan lengkingan yang akan membuat Mariah Carey iri.
"Astaga, selamaaaaat," teriak Lista spontan. Aku dan Lista otomatis memeluknya, sementara Lucky mengulurkan tangannya, menjabat Mabeth erat.
"Ih kalian berdua kok nggak se-excited itu waktu gue terpilih menggantikan Ilen sih," tuding Nindon ke arahku dan Lucky.
Spontan aku melepas pelukanku dari Mabeth, dan memandang ke arah Lucky meminta tolong.
"Ah, perasaan lu saja itu," kilah Lucky cepat setelah membaca kode dariku. "Jadi Mabeth posisinya di mana? Menggantikan Mbak Riesta?" tanya Lucky cepat untuk mengalihkan topik.
Untung saja Nindon memang mudah sekali teralihkan perhatiannya, sehingga dengan cepat ia langsung menyambung laptopnya dengan proyektor untuk menunjukkan struktur organisasi baru.
"Mabeth akan menggantikan Lista, dan mereka berdua bertanggung jawab untuk area regional," papar Nindon. "Lucky dan Leta, kalian akan bekerja bersama kembali. Kali ini di Metro," tambah Nindon semangat.
"Kan benar dugaanku," seru Lista senang. "Kita jadi team mate," teriaknya ke arah Mabeth. Dua perempuan itu kembali melanjutkan sesi berpelukan mereka.
"Kemudian tugasnya Mabeth siapa yang pegang?" tanyaku di antara jeritan Mabeth dan Lista.
"Mungkin nggak akan diganti, Let. Toh, selama ini rekruter juga membuat laporan masing-masing kan. Oh, tapi Bu Rani bilang terkait kelengkapan dokumen, langsung ke Sales Academy saja," jawab Nindon tersenyum kecil.
Aku menangkap pesan itu dengan segera. "Jangan bilang Audrey yang akan urus?" ujarku antara kaget dan senang. Tidak perlu waktu lama untuk Nindon menyetujui perkataanku.
Astaga, sahabatnya Ilen itu bisa mati berdiri dengan tambahan tugas ini, gumamku dalam hati.
"Pengganti Riesta siapa, Nin?" tanya Lucky mengalihkan perhatianku dan Nindon, yang tengah menertawakan nasib Audrey.
Nindon tersenyum misterius, "Sebentar lagi dia datang kok. Masih briefing dengan Bu Rani sepertinya." Mabeth kembali senyum-senyum selepas Nindon berujar, lebih centil dari sebelumnya.
"Agak menyeramkan deh kalau kalian berdua kompak seperti ini," ujarku curiga. Lucky ikutan mengangguk di sebelahku.
"Itu dia," celetuk Mabeth mengagetkan sembari menunjuk ke arah luar ruang meeting.
Otomatis semua pandangan mengarah ke luar ruangan, dan seketika aku dan Lucky terkesiap setelah menyadari siapa yang datang. Seorang perempuan dengan perwakan yang sudah sangat kami kenal.
"Mutia?" sahut aku dan Lucky berbarengan.
"Hai Let, Luck," ujar perempuan itu mendekati kami berdua. "Semoga kalian sudah nggak sebal sama gue ya, maaf banget soal kejadian dahulu," lanjut Mutia tampak benar menyesal.
"Gue sebenarnya masih kesal, tapi lihat lu entah kenapa jadi lega," ujarku langsung menghambur memeluk Mutia.
Lucky ketawa, "Gue tahu nih maksudnya Leta. Kita berdua masih sebal sih perkara lu resign kemarin, tapi sekarang tetap senang kok lu balik. Setidaknya kita nggak perlu mengajari orang baru ya, Let? "
Aku mengangguk. Luar biasa memang, pikiranku dan Lucky suka cepat sekali nyambungnya.
Mutia tertawa. Setelah membalas pelukanku, dia berkenalan sebentar dengan Lista sebelum kembali memeluk aku, Nindon dan Mabeth bersamaan. Lega sekali aku mengetahui tim Sales Recruitment kali ini terdiri dari orang-orang yang sudah aku kenal.
"Oh iya," Mutia seperti teringat sesuatu. "Tadi gue sebenarnya tertahan bukan karena briefing sama Bu Rani saja, tapi habis ketemu Ilen."
"Ilen?" sontak kami berlima menyahut bersamaan.
"Iya," balas Mutia. "Sekarang dia menunggu lu di ruangan sebelah Bu Rani, Let," kali ini pandangan Mutia mengarah kepadaku. "Nin, biarkan Leta bertemu Ilen sebentar ya. Gue yakin pasti banyak yang akan dibahas mereka berdua," ujar Mutia ke arah Nindon.
"Ilen di ruangan kosong sebelah Bu Rani? Dia balik kerja begitu?" tanya Nindon seperti ingin memastikan. Mutia mengangguk. "Astaga. Lu musti ke sana, Let," desak Nindon kepadaku.
Aduh apalagi ini, kemarin Ibra menggangguku, sekarang Ilen? Ada apa sih dengan pasangan kekasih ini dan usahanya mengusik hidupku?
***
Butuh backsound *JENG JENG* nggak? 😂😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Recruiter Lyfe - (TAMAT)
ChickLitSeperti apa kisah kehidupan Niar Arleta sebagai sales recruiter dengan target puluhan kandidat setiap bulannya? Pastinya, kurang tidur, akhir pekan terpakai untuk bekerja dan selamat tinggal kehidupan sosial. Untungnya Leta punya teman-teman sesama...