Satu

598 70 49
                                    

Happy reading❤
Sori kalo ada typo, author masih noob.

***

"Tau enggak, katanya Kak Thesa pindah sekolah ke Inggris loh, keren, 'kan?!" seru Nala kepada temannya yang sedang membaca novel.

"Oh, ya?" ujarnya datar.

"Ish, lo ngeselin!" sungut Nala.

"Ssstt, jangan berisik, Nala. Ini di perpustakaan." Gadis itu berbisik.

Nala justru mencibir, "Shania, Shania. Lo enggak menikmati hidup banget, sih." 

Shania mengangkat bahu, lanjut membaca novel tebalnya. Hal itu membuat sisi kepo Nala bangkit. "Shan, itu novel udah lo baca berapa kali?" tanya Nala.

Tanpa mengalihkan pandangan, Shania menjawab, "Dua puluhan mungkin."

"Enggak bosen? Itu novel tebel, loh. Padahal lo sendiri udah baca ending-nya, 'kan?"

Shania menutup kembali novelnya, merasa bahwa Nala tidak akan berhenti bertanya. "Gue enggak pernah baca sampe akhir. Gue selalu nahan diri buat enggak baca bab penyelesaiannya."

Nala melongo. "What?! Jadi selama ini lo enggak pernah tau ending novel ini kayak apa?"

Shania mengangguk. "Gue akan baca nanti, saat gue bener-bener pengin tau gimana akhirnya."

"Kenapa?" tanya Nala lagi.

"Gue masih pengin nebak aja," jawab Shania acuh.

"Bodo lah soal novel itu. Lo aneh." Nala mengibaskan tangannya. "Gue mau kasih tau lo tentang sesuatu."

Shania hanya membalas dengan alis yang dinaikkan seolah berkata, "Apa?"

"Soal Kak Thesa yang-"

"Lo tadi udah bilang, 'kan?"

"Gue kira lo enggak denger." Nala nyengir. Shania memutar bola matanya. "Nah, iya, keren Kak Thesa. Ah, gue rasa Kak Redaf bakal nyesel."

"Hush, enggak baik ngomongin orang."

"Nah, betul, tuh!"

Shania dan Nala kompak menoleh ke arah suara berat yang menyahuti obrolan mereka. Nala meringis, orang yang ia bicarakan tengah duduk di samping Shania. Tersenyum manis sambil menopang dagunya dengan tangan. "E-eh, Kak Redaf," ucap Nala terbata.

Shania menoleh ke samping kanannya, menatap laki-laki yang baru saja duduk di sampingnya itu. Oh, ini yang namanya Redaf. Ya, ganteng, sih, seperti yang ia dengar dari orang lain. "Oh iya, karena lo udah belain gue tadi ... gue Redaf." Redaf sambil mengulurkan tangannya. Kening Shania mengerut, bingung.

"Ish, lo itu diajak kenalan sama Kak Redaf, Shan," bisik Nala gemas.

Shania membulatkan bibirnya, lalu membalas uluran tangan Redaf. "Shania."

"Oke Shania, lo kelas berapa?" tanya Redaf.

"10 IPA 1," jawab Shania singkat.

"Aduh adek kelas. Gemes!" seru Redaf. Shania menunduk, dirinya tidak terlalu suka dipuji. "Ehm."

"Udah bel masuk, gue ke kelas dulu. Kalian juga mending ke kelas deh. Bye Tukang Nyinyir dan Shania!" Redaf terkekeh. Ia bercanda memanggil Nala dengan sebutan seperti itu.

"Oi Kak, gue bukan Tukang Nyinyir ya!" teriak Nala tak terima. Namun Redaf sudah berlalu. Shania berdiri, mengambil novelnya. "Yuk, Nal, ke kelas."

***

"Hai, Shan."

Redaf duduk tepat di hadapan Shania. Shania yang sedang membaca novel mendongak, lalu menutup novelnya. "Suka baca, ya?" tanya Redaf. Shania mengangguk. Ia membenarkan letak kacamatanya yang merosot.

WAIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang