Tiga

230 35 34
                                    

Happy reading!❤
Sori kalo ada typo, author masih noob.

***

Shania menyusuri rak besar yang berisikan novel remaja. Ia sedang melakukan ritual wajibnya: pergi ke toko buku di akhir bulan. Setelah mengambil empat novel, ia berencana membeli buku resep kue.

Shania menoleh saat sebuah suara memanggilnya dari arah kiri. "Hai, Shan!"

"Hai."

"Beli buku?"

Shania mengangguk. "Kakak sendiri?"

"Gue lagi nyari buku resep kue. Lo bisa bantu cari?" tanya Redaf.

Shania melirik jam tangannya terlebih dahulu. Baru pukul satu. Baiklah, masih ada banyak waktu. "Ikut gue, Kak," ajak Shania.

Redaf menurut, ia berjalan di belakang Shania yang tampak kewalahan membawa belanjaannya. "Mending gue bawain belanjaan lo, deh, kayaknya berat."

"Oh, enggak usah," tolak Shania.

"Gue, 'kan cowok, enggak papa, dong!" kata Redaf sambil merebut kantong plastik yang berisi empat novel itu dari tangan Shania.

"Ternyata emang berat, bukan kayaknya." Redaf terkekeh.

"Kakak sini aja, biar gue yang cari," kata Shania.

"Oke."

Setelah sepuluh menit, Shania menghampiri Redaf dengan membawa sebuah buku resep kue yang cukup tebal. "Gue enggak tau kue apa yang Kakak cari, tapi di buku ini, kayaknya lengkap," ujar Shania sambil menyodorkan buku itu.

"Wah, thanks, ya, udah mau direpotin." Redaf tersenyum manis.

Shania mengangguk. "Gue pulang, ya, Kak."

"Eh bentar, lo enggak ada acara, 'kan?" Gelengan Shania membuat Redaf tersenyum lebar.

***

Redaf mengajak Shania duduk di sebuah kafe yang berada tak jauh dari toko buku. Shania mendengarkan cerita Redaf sambil mengaduk-aduk jusnya.

"Jadi Thesa itu suka bikin kue. Terinspirasi dari neneknya. Tapi sayang, gara-gara Thesa anak tunggal, dia jadi dipaksa buat mempersiapkan diri jadi pewaris di perusahaan keluarganya," kelakar Redaf, "oh, iya, Thesa juga suka sama anak kecil, dia pengin punya adik. Tapi, mamanya enggak bisa hamil lagi."


Shania menatap Redaf yang terlihat khidmat berbicara. "Sori, Kak, apa enggak masalah kalo cerita panjang lebar tentang privasi Kak Thesa ke gue? Bukannya gue mau enggak sopan sama Kakak, tapi kayaknya Kak Redaf terlalu jauh nyeritain Kak Thesa. Lagipula gue juga enggak tanya, 'kan?"

Redaf terdiam cukup lama, membuat Shania tak enak hati dan berpikir apakah dirinya kelewatan?

Belum genap tekad di hati Shania untuk meminta maaf, Redaf sudah lebih dulu berkata, "Ehm, sori, Shan. Gue ngerasa kalo gue cocok kalo cerita sama lo. Tapi mungkin lo enggak suka, sori, ya?"

Shania menghela napas. "Maaf, Kak. Bukan gitu maksud gue. Gue seneng kalo Kakak cerita ke gue. Ya walaupun baru kenal, itu berarti Kakak percaya sama gue. Tapi yang Kakak ceritain ini orang lain, lho. Sama aja ghibah, 'kan?" Shania berdiri, menenteng kresek putih yang berlogo sebuah toko buku. "Gue pulang dulu, ya, Kak?"


"Gue anter, ayo." Redaf bangkit dari duduknya.

WAIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang