Sepuluh

176 27 21
                                    

Happy reading!❤️
Sori kalo ada typo, author masih noob.

***

"Semua orang pantas untuk siapa aja."

***

"Shan!"

Shania menoleh, menemukan Redaf yang berlari kecil menghampirinya. "Kenapa, Kak?"

"Lusa ada acara?" tanya Redaf.

Seingatnya, tidak ada jadwal apa pun di hari Minggu besok. "Enggak, Kak."


"Mau piknik?" tawar Redaf.

"Piknik?!" seru Shania memastikan. Matanya berbinar-binar.

Redaf mengangguk sembari terkekeh, geli dengan reaksi Shania. "Mau?"

Terhitung enam kali Shania menaik-turunkan kepalanya. Mengangguk antusias. "Mau banget!"

"Oke, lusa, jam sembilan pagi gue ke rumah lo."

Kedua jempol Shania terangkat. Sambil menyeringai lebar, Shania berucap, "Siap, Bos!"

Redaf tertawa kecil. Ia mengusap sekilas surai Shania. Tindakan kecil yang mempu memudarkan senyuman lebar Shania dalam sekejap. Oh, Shania harap tidak lagi. Gejalanya kambuh!

Shania yang sedang nge-hang tidak sadar bahwa mobil jemputannya sudah datang.

Niko turun dari mobil. Tidak sia-sia ia minggat kelas hari ini demi menjemput Shania, karena ia justru bertemu dengan seorang lelaki yang sedang menjadi buronan oleh keluarganya. "Permisi, lo temennya Shania?" tanya Niko basa-basi.

Redaf yang merasa diajak bicara tersenyum. "Iya."

Niko menjulurkan tangan, mengajak salaman. "Kenalin, gue Niko, kakaknya Shania."

Redaf menyalam tangan Niko. "Gue Redaf, Kak. Senang berkenalan dengan Kakak."

Niko mengibas tangannya. "Panggil Abang ajalah, gue enggak nyaman juga dipanggil kakak sama adek kelas cowok."

"Kalo enggak salah, Bang Niko ini alumni sini juga, 'kan? Kelas 12 IPS 4 dulu?" tebak Redaf.

"Wah, enggak nyangka lo kenal gue," kekeh Niko.

"Siapa sih, yang nggak kenal Bang Niko si Kapten Sepak Bola?" goda Redaf.

"Ada-ada aja."

"Kok Shania enggak diajak ngobrol?!" seru Shania tak terima. Ia sejak tadi hanya diam, berharap ada yang mengajaknya bicara.

"Oh, otaknya udah berfungsi lagi, Dek?" ejek Niko.

"Yang penting Shania punya otak, 'kan, daripada Kak Niko, enggak ada," tutur Shania sembari menjulurkan lidahnya.

"Dih, Bocil sok-sokan ngatain!" cibir Niko sambil melayangkan jitakan ke jidat Shania.

"Yuk, pulang," ajak Shania.

"Daf, duluan ya," pamit Niko.

Tanpa menunggu Shania, Niko kembali ke mobilnya lebih dulu, seperti memberi sedikit waktu untuk Shania berpamitan.

"Ehm, Kak Redaf, gue pulang dulu ...." Suara Shania mengecil.

Redaf tersenyum. "Iya, hati-hati, Shan. Inget, lusa, jam sembilan pagi."

WAIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang