Dua Puluh Empat

91 19 14
                                    

Happy reading!❤️
Sori kalo ada typo, author masih noob.

***

"Kak Thesa ... ada di sini."

***

Pertanyaan Shania mengudara tanpa balasan. Bukannya menjawab, Reza justru kembali melanjutkan makan sambil bermain ponsel. Hal itu membuat Shania merasa diabaikan. Gadis itu menyindir, "Kacang, kacang!"

Sampai keluar dari restoran, Reza belum kunjung memberi jawaban yang diharapkan Shania. Reza melirik gadis yang tampak merajuk dan bersedekap tangan. Raut wajahnya terlihat lucu dengan mulut mengerucut. Sesekali tangannya terangkat, membenarkan letak kacamatanya.

"Lo tau, enggak semua cerita bisa dilihat dari satu sisi?" 

Celetukan Reza menarik perhatian Shania untuk mengangguk. "Tau, terus kenapa?"

"Yakin mau denger cerita tentang kami dari sudut pandang gue?" tanya Reza serius.

Shania mendadak ragu. Kenapa hatinya tidak siap mendengar cerita dari Reza? Namun, jiwa penasarannya mengambil alih keputusan. "Kalo Kakak enggak keberatan buat berbagi–"

Dagu Reza bergerak, menginterupsi ucapan Shania. "Naik, gue enggak mungkin cerita ke lo di parkiran kayak gini, 'kan?"

"Kita mau ke mana?" Lagi-lagi jawaban tidak muncul dari mulut Reza. Shania mendecak, ya sudahlah.

***

Dugaan Shania benar, mereka telah sampai ke danau yang sudah familier di matanya. Dua orang tersebut duduk di salah satu kursi panjang. Tempat ini adalah danau yang terletak di Perumahan Kristal.

"Ini aneh, kenapa gue bisa seenak jidat mau cerita ke lo. Atau lo beneran guna-guna gue?" tanya Reza curiga.

Shania mendengus. Enak saja dituduh melakukan hal yang bahkan sama sekali tidak terpikir oleh kepalanya. "Enggak!"

Reza tersenyum tipis. Ia kira Shania gadis pendiam, ternyata tidak. Shania akan banyak bicara pada orang yang sudah akrab dengannya. "Gue enggak ngerti mulai dari mana."

Perkataan Reza membuat Shania turut berpikir. Sejurus kemudian, dirinya menyahut, "JANGAN!"

Kepala lelaki tersebut langsung tertoleh. "Hah? Jangan apa?"

Shania menggelengkan kepalanya berulang kali, seirama dengan tangan yang bergerak ke kanan-kiri. "Jangan cerita," tandas Shania.

"Lah? Lo amnesia? Siapa yang tanya ini duluan?" sungut Reza kesal.

Air muka Shania berubah murung. "Enggak jadi, deh. Kesannya gue kayak ikut campur urusan orang lain. Enggak perlu, Kak."

Setelah menimbang, benar juga. Shania memang tidak ada hubungannya dengan masa lalu antara ia, Thesa, dan Redaf. Baiklah, Reza menurut apa yang diucapkan gadis di sebelahnya. "Terserah lo. Gue cuma buka lowongan sekarang. Kalo lo beneran enggak kepo, oke, gue enggak bakal cerita. Tapi kesempatannya cuma hari ini."

Reza menahan tawa yang hampir tersembur ketika melihat Shania yang menggigit jarinya tanda bimbang. Kemudian, lima menit hening. Orang tidak sabaran seperti Reza segera mengumpat, "Lama banget anj–"

"Enggak."

Shania menggeleng tegas. Untung saja otaknya mengambil alih keputusan. Ia tidak ingin dicap sebagai gadis yang suka ikut campur urusan orang lain.

Matahari semakin condong ke barat, semilir angin menerbangkan helai surai Shania yang tergerai. Danau tampak tenang dan damai. Banyak orang yang juga datang ke tempat tersebut, hanya untuk berfoto, maupun duduk di kursi panjang seperti dirinya.

"Mau pulang?" tawar Reza.

"Huum!"

Sore hari memang jam sibuk bagi jalanan. Orang-orang yang pulang dari tempat kerjanya tampak mengemudi dengan raut lelah dan kesal karena macet. Ya, siapa juga yang suka berdesakan di saat tubuh butuh istirahat?

Sebuah pertanyaan terbesit di kepala Shania. "Emang Kakak tau rumah gue?"

"Lo adiknya Bang Niko, 'kan?" Shania mengangguk beberapa kali, membuat helm yang ia kenakan bertubrukan dengan benda sama yang ada di kepala Reza. "Jangan jedotin helm lo, bang–"

"Enggak boleh ngomong kasar!" tegur Shania.

Tidak ada balasan lagi dari Reza. Shania yang bosan menunggu lampu merah berubah hijau memilih berkaca di sebuah jendela mobil berwarna merah yang terletak bersebelahan dengan motor Reza.

Wajahnya tampak aneh memakai helm bogo seperti itu. Shania menjulurkan lidah, kemudian terkekeh sendiri. Hihihi, semoga orang di dalam mobil tersebut tidak melihat tingkah lakunya.

Baru saja harapan itu menggema di hati, jendela mobil merah seketika menurun, membuat mulut Shania menganga. Astaga, ia malu!

Namun, rasa malu itu berganti sebuah pertanyaan. Shania agak menunduk, melihat perempuan cantik yang tersenyum ke arahnya. Di sebelah gadis itu ada sosok laki-laki yang ia kenal betul. Mereka Redaf dan ... Thesa.

"Halo, Shania!"

Belum sempat Shania bereaksi, motor Reza sudah melaju karena lampu berubah hijau. Sempat melirik ke belakang, Shania memejamkan matanya. Ia tidak salah lihat, 'kan? Dia benar-benar Thesa? Bukannya sedang sekolah di Inggris? Kenapa ada di mobil Redaf?

Sepuluh menit selanjutnya, motor Reza berhenti di depan rumah Shania. Gadis itu turun, menyerahkan helm bogo yang langsung diterima. "Makasih, Kak," lirih Shania.

Reza mengangguk. "Gue langsung balik, ya, mau ngerjain tugas."

"Hati-hati, Kak." Shania melambaikan tangan. Reza beranjak meninggalkan rumah tingkat tersebut.

"Lo pacaran sama Kak Reza?"

Shania terkejut mendengar suara Nala. Ia berbalik, menatap sahabatnya yang terlihat ingin tahu. "Enggak. Nal, ada hal yang lebih penting."

Nala yang merasakan bahwa hal yang akan dikatakan Shania adalah sesuatu penting segera mengangguk penuh minat. "APA?!"

Ah, raut semangat Nala menghilang, bersamaan dengan raut Shania yang mirip anak kucing melihat ikan asin di pasar. "Nala ...."

Berusaha tidak menyuarakan rasa penasarannya, Nala bertanya pelan, "Kenapa, Shan?"

"Kak Thesa ... ada di sini."

***

AN:

Alohalo, apa kabar?

Yuhuuu, part Dua Puluh Empat selesai, nih! Gimana, gimana, gimana? Manstap?

Uwu, aku mulai semangat lagi nulis Shania karena ... Thesa udah muncul😗.

Ah, iya, sembari nunggu Shania update, kalian bisa mampir ke ceritaku yang judulnya HELL, collab sama Michika213, lho. Karena cerita itu diikutkan dalam event, makanya update setiap hari. Aku tunggu notif dari kalian!❤️

TTD,
Pecinta husbando 2D

maylinss_

WAIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang