Tiga Puluh Lima

51 12 18
                                    

Happy reading!❤️
Sori kalo ada typo, author masih noob.

***

Nala mengernyit tatkala Shania keluar dari studio dan berjalan cepat menuju toilet. Dia hanya mengikuti dari belakang sambil membawa popcorn Shania yang masih setengah. Dia bersender pada dinding, menatap lamat sahabatnya.

"Is everything okay?" tanya Nala.

Shania membasuh wajah, menatap cermin besar di hadapannya. Tidak banyak orang di toilet sehingga dia bebas berlama-lama di sana. "Ya," balas Shania.

Gadis itu memakai kembali kacamatanya setelah selesai membersihkan noda soda di baju. Nala menyeruput minuman. "Jadi?"

Pertanyaan itu membuat Shania menggeleng kecil. "Maaf gara-gara gue kita harus keluar. Besok nonton di rumah aja, Nal. Bang Niko abis bayar Netflix bulanan kemarin."

Nala menggiring Shania keluar toilet, merasa tak nyaman mengobrol di tempat kotor itu. "No, no. Maksud gue, kenapa lo tiba-tiba keluar? Pasti bukan karena soda itu, 'kan?"

Sembari berjalan pelan, Shania meremas tali tas selempang. "Gue bakal cerita nanti di rumah. Semuanya. Mulai dari kejadian di rumah Kak Thesa sampai tadi di bioskop," katanya, "sekarang, ayo belanja buat bikin biskuit."

Menurut saja, Nala menggandeng Shania ke lift, menekan angka satu. Benda kotak besi itu turun perlahan. Shania harap dengan berbelanja, perasaan aneh tersebut akan hilang.

Tiba di tempat perbelanjaan, Nala meraih troli besar, mulai mendorong perlahan. Shania menegur, "Belanjanya dikit doang, Nal, enggak perlu bawa tro--"

"Nanti malem gue nginep. Pengin makan jajan banyak. Udah lo nurut aja, ayo cari apa yang dibutuhin."

Mendengar hal tersebut, Shania tersenyum. Dia berjalan ke arah tempat berbagai macam tepung berada. Gadis itu ingin membuat biskuit baru yang bahkan dia sendiri belum pernah buat.

Nala menatap heran Shania yang mengambil tepung gandum. "Gue emang enggak ngerti cara bikin biskuit, tapi bukannya pake tepung terigu biasa cukup?"

Shania menoleh, membenarkan letak kacamatanya. Tersenyum manis sampai lesung pipi terlihat. "Mau coba resep baru. Ada dua biskuit yang belum pernah gue coba. Coba dijual di Laz Bakery, laku atau enggak gitu niatnya. Mau bantu bikin?"

Nala menganggukkan kepala. "Boleh, boleh. Biskuit apa emang?"

"Fig roll sama snickerdoodles cookies."

"Hah?"

Suara kekehan terdengar. "Emang enggak terlalu terkenal di Indonesia, tapi di Inggris dan Amerika populer. Cocok sambil minum kopi atau teh." Shania memasukkan satu bungkus tepung gandum ke troli. "Kayaknya yang fig roll besok lagi, deh. Belum ada buah ara."

Nala melemparkan sebungkus choco chips ke troli yang sudah berisi beberapa bahan. "Gue sekarang jadi suka ngemil choco chips."

Sembari berjalan ke tempat aneka gula, Shania melirik sahabatnya. "Jangan makan manis terus, nanti giginya sakit."

Nala mengibaskan rambut tidak peduli. "Ya, ya, suka-suka gue. Shan, lama bener lo. Udah belum? Mau beli jajan," rengeknya.

"Kamu beli jajan dulu, trolinya tinggal sama gue."

Setuju dengan usul Shania, Nala meluncur ke rak-rak surgawi penuh panganan ringan. Cokelat batangan, keripik kentang, permen, serta banyak jajanan Nala beli sampai pelukannya penuh. Shania yang sudah selesai dengan kebutuhannya melongo.

WAIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang