Delapan

177 28 20
                                    

Happy reading!❤️
Sorry kalo ada typo, author masih noob.

***

"Shania emang mirip banget sama Thesa, ya, Daf? Lo aja sampe embat dia buat menggantikan Thesa. Salut gue ke lo, pinter milih cewek."

***

Apa ia menyukai Redaf?

Shania menggeleng, kembali membasuh wajahnya menggunakan air keran berulang kali. Ia baru kenal dengan Redaf dua minggu. Mana mungkin suka? Lagipula ... Shania tidak pernah menyukai seseorang. Ia tidak tahu apa yang harus ia perbuat seandainya ia betulan suka.

Eh?

Shania mendapati wajahnya memerah lagi. Ah, kenapa wajahnya jadi seperti itu? Gila, gila, gila!

Segera Shania mengambil ponselnya yang masih berada di tas selempang. Ia buka aplikasi WhatsApp, menekan roomchat sahabatnya.

"Nala!" seru Shania ketika Nala sudah mengangkat panggilannya.

"Duh, enggak usah teriak juga, kali! Budek kuping gue!"

"Iya, maaf. Lo lagi di mana?" tanya Shania ketika mendengar keramaian di seberang telepon.

"Anu ...."

"Di mana?"

"Di ... biasa, nongkrong. Lo, 'kan enggak pernah mau nemenin gue."

"Ah, ya udah, gue mau nanya ke lo."

"Apaan?"

"Gue kayaknya penyakitan deh, tapi gue enggak tau penyakitnya apa, Nal."

"HAH?! LO PUNYA PENYAKIT?!"

"Alay! Enggak usah teriak!" kesal Shania.

"Serius, lo kenapa?"

"Akhir-akhir ini badan gue aneh, Nal."

"Iya, aneh gimana? Cepet kasih tau gue."

"Asli, muka gue panas terus." Shania mulai mendikte satu per satu keluhannya.

"Lo demam?"

Shania menggeleng. "Napas gue sering tecekat."

"Lo asma?"

"Muka gue sering memerah."

"Lo alergi?"

"Dada gue deg-degan," ungkap Shania.

Seperti sudah menangkap sinyal tertentu, suara Nala berangsur normal, bahkan terkesan meledek. "Masa lo enggak tau itu tandanya apaan?"

"Enggak, Nala. Lo tau gue sakit apa?" tanya Shania.

Nala terdengar menghela napasnya. "Lo bakar aja novel romance lo! Enggak guna!"

"Apa hubungannya penyakit gue sama novel romance gue?!" geram Shania.

"Bodo amat, Shania gob—"

"Nala!" seru Shania mengingatkan.

"Shan, intinya lo enggak sakit, oke?"

"Tapi, tadi—"

"APA LAGI?!"

"Ih, Nal. Terus, ya, aduh, gimana ngomongnya? Tadi gue abis ditemenin Kak Redaf ke toko roti."

WAIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang