Dua Puluh Lima

108 21 13
                                    

Happy reading!❤️
Sori kalo ada typo, author masih noob.

***

Nala mencoba untuk sabar dan tidak menuntut Shania untuk menjelaskan meski rasa ingin tahu sudah meletup-letup di kepalanya. Oh, ayolah, Shan, cerita, batinnya.

Mereka sudah berada di kamar yang cukup luas. Shania duduk sambil memeluk bantal. Mulutnya membentuk huruf 'U' terbalik, kedua alis yang tebal alami tanpa pensil khusus terlihat hampir menyatu.

Lama-lama Nala ingin tertawa keras melihat sahabatnya yang hanya diam sembari merengut. Nala yang ada di depan Shania memilih menatap jam beker berbentuk bundar di atas nakas daripada tawanya benar-benar tersembur.

"Kok Nala ketawa?" protes Shania.

Tak tahan lagi menahan gejolaknya, tawa Nala membuncah hebat. "BWAHAHAHAHA MUKA LO KONDISIKAN, DONG, SHAN!"

"Enggak ada yang lucu!" sungut Shania, "Nala, gue mau cerita!"

Tiga menit Nala masih sibuk meredakan humornya yang receh. Setelah itu, ia mengusap mata yang berair. "Lo dari tadi diem terus, cerita aja, gaskeun."

Perlahan, rangkaian kata mulai terurai dari bibir tipis Shania. Cerita singkat tersebut memakan waktu setengah jam sampai selesai. Gadis yang masih memakai seragam SMA itu mengakhiri dongengnya dengan pertanyaan. "Kenapa gue enggak suka liat Kak Thesa, Nal?"

Tidak ada kalimat yang bisa Nala ucapkan. Ia membisu, tak tahu hendak merespons bagaimana. Pertanyaan Shania seperti tidak membutuhkan jawaban.

"Senyum ramah Kak Thesa lebih mirip ejekan di mata gue. Gue sakitkah?" tanya Shania lagi.

Tanpa aba-aba, Nala memeluk sahabatnya yang buta cinta. "Udah gue bilang sejak awal, gede risiko suka sama Kak Redaf."

Pelukan itu terinterupsi oleh dering ponsel Shania. Panggilan suara WhatsApp terdengar nyaring. Shania menatap layar ponselnya yang menampilkan nama kontak Thesa. "Nal, mending diangkat enggak?"

"Angkat aja, mungkin penting. Loud speaker, Shan," pinta Nala.

Shania menurut, ia meletakkan hand phone ber-casing kuning miliknya di antara ia dan Nala.

"Halo, Shan!"

Dehaman kecil muncul dari mulut Shania. "H-hai, Kak."

"Nanti malem lo ada acara?"

Nala dan Shania saling lirik. Hm, ada apa Thesa bertanya hal seperti itu? "Jawab apa?" bisik Shania.

"Bilang aja enggak, coba dia mau ngapain," balas Nala.

"Ekhem, enggak ada, Kak, kenapa?"

"Gue mau undang lo ke acara yang diadain di rumah gue. Gimana, mau?"

Shania terkejut. Sontak ia menyanggah, "Tapi, Kak–"

"Lo boleh ajak temen lo, kok."

Mendengar nada memohon dari suara Thesa membuat Shania tidak tega jika menolak permintaan gadis cantik tersebut. "Jam berapa, Kak?"

"Jam tujuh, alamatnya nanti gue kirim. Gue tunggu kedatangan lo. Oke, gue harus beli buah, nih, udah dulu. Bye, Shan."

Belum sempat membalas, panggilan sudah dimatikan. Shania dan Nala kembali saling pandang. Gadis berkuncir kuda yang sedang duduk di depan perempuan yang memakai kacamata itu menggigit bibir bawahnya. "Emm, Shan ...."

Shania menoleh, menatap Nala yang bergumam pelan. "Kenapa?"

"Nanti malem gue enggak bisa, ada acara di rumah ...."

WAIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang