Dua Puluh Satu

154 22 14
                                    

Happy reading!❤️
Sori kalo ada typo, author masih noob.

***

Jika kamu mencintai yang dulu, kamu tidak akan menyukai yang baru.

***

Mesin beroda empat tersebut berlalu dari hadapan Shania, sedangkan gadis itu masih berdiri kaku. Wajahnya semerah warna mobil yang sempat berhenti tadi.

Meski hanya sepatah kalimat yang terdengar biasa saja, tetapi ... Shania tetap merasakan buncahan pada dadanya.

Karena kita itu tentang gue dan lo, Shan.

"Aaaa!" Shania menjerit. Ia memasukkan kepalanya ke keranjang rotan yang kosong. "Malu!"

Redaf itu seperti tour guide yang mengawal Shania ke dunia impiannya selama ini. Segalanya tentang lelaki itu merupakan hal baru baginya.

Shania berjongkok dan menggelengkan kepalanya di depan gerbang. Tangannya menggenggam tas rotan dengan erat. Bibirnya tak berhenti merekahkan senyuman. Jantungnya terus memompa dengan kecepatan abnormal.

Tiba-tiba sebuah apel menghantam kepala Shania, membuat kacamata gadis itu terjatuh dan ia melepas tas rotan dari kepalanya.

Setelah memakai kacamatanya kembali, barulah ia tahu siapa pelaku utamanya. "NALA!"

Nala berdiri di gerbang dengan tangan bersedekap. Ia tersenyum culas. "Udah bucinnya?"

"Ngapain ngelempar apel?!" tanya Shania sewot. Ia segera bangkit, menghampiri Nala dengan wajah garang.

"Lo enggak malu diliat orang-orang lagi jongkok enggak jelas gitu?"

Shania menoleh, mengedarkan pandangan, dan hanya menemukan seekor anjing yang sedang duduk di teras rumah tetangganya. "Hah? Mana orang?"

Jitakan mendarat mulus tepat di dahi Shania. "Cinta bikin bego!"

Shania melebarkan kelopak matanya, melempar asal tas rotannya, memegang pipi Nala erat. "Nala, cinta itu gimana, si?"

"Heh, bukannya lo punya banyak novel romantis? Ngapain masih tanya ke gue?!" desis Nala.

"Beda, Nal. Ini, 'kan dunia nyata, pasti beda sama yang di novel. Gue mau tau arti yang sebenernya. Kenapa bisa ngerasa gitu? Gimana rasanya? Apa ciri-cirinya?" kelakar Shania panjang lebar.

Nala menoyor pelan pipi Shania agar menjauh. "Banyak tanya lo, Dora!"

"Serius, Nala!" geram Shania.

Tangan Nala tersampir di pundak sahabatnya. Tatapan mata Nala menembus manik Shania. "Lo udah bisa ambil poinnya, Shan. Dunia nyata enggak akan sama dengan fiksi. Jadi, saran gue, jangan terlalu banyak berharap, kasian hati lo."

Hening. Shania diam melongo. Nala mencebik. Ia mengalihkan wajahnya.

"Nala, omongan lo itu enggak ngejawab pertanyaan gue!"

Wajah Nala terlihat gemas. Ia menarik napas lelah. "Lo masih mau debat di gerbang kayak orang gila gini?"

"Tapi, Nal, gue—"

"Berisik! Ayo masuk, Tante Reva udah nungguin, kita nonton film bareng, abis itu maskeran, terus tidur. Hari ini jadwal nginep, jangan bikin emosi lo."

***

B

iasanya tidak begini. Rasanya salah, ada yang tidak beres. Kenapa semuanya aneh?

WAIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang