Tujuh

181 28 48
                                    

Happy reading!❤️
Sorry kalo ada typo, author masih noob.

***

"Cowok enggak waras mana yang mau jalan sama cewek kaku kayak lo?"

***

Sejak pukul empat sore, Redaf sudah menjemput dan menemani Shania ke toko roti untuk berburu—dalam artian membeli banyak kue sekaligus—untuk referensi Shania bereksperimen di dapur.


Kini, Redaf dan Shania telah menyelesaikan makan malamnya, namun belum ada niatan pulang.

"Shania," panggil Redaf.

"Iya?"

"Gue mau kasih beberapa pertanyaan. Jawab dengan cepat, ya," kata Redaf.

Shania mengangguk. Mungkin tidak apa-apa ia meladeni Redaf yang sore tadi menemaninya.

"Hitam atau putih?"

"Putih."

Redaf berhenti sejenak, kemudiwn melanjutkan, "Novel atau komik?"

"Novel!" sahut Shania cepat.

"Ponsel atau laptop?"

"Ponsel." Shania menjawab sangsi.


Senyum terbit di wajah Redaf. "Bad boy atau good boy?"

"Good boy."

"Cowok perokok atau pemabuk?"

Dahi Shania mengerut. Ia tidak bisa memilih karena ia benci dua-duanya. "Boleh pass?"

Redaf berpikir sebentar. "Oke, ganti pertanyaan."

"Move on atau balikan?"

Shania terdiam sebentar, sebelum menjawab, "Tergantung."

"Eh? 'Kan, enggak ada di opsi jawaban," sanggah Redaf.

"Tapi jawaban gue enggak salah, dong, Kak," ujar Shania membela diri.

"Jelasin coba," pinta Redaf.

Shania membenarkan kacamatanya yang melorot. "Ya, tergantung. Kalo misal masih sayang, balikan. Kalo situasi enggak memungkinkan, move on.''

"Misal gue pengin balikan, tapi di satu sisi, gue udah nyaman sama cewek lain, gimana?"

"Dih, enggak konsisten!" sungut Shania.

"'Kan, misal."

Shania menggeleng tegas. "Enggak ada alasan misal. Laki-laki yang kayak gitu itu pengecut. Beraninya main perasaan."

Kata-kata Shania berhasil membungkam Redaf seketika. Skak mat.


WAIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang