Dua Puluh Delapan

97 22 23
                                    

Happy reading!❤️
Sori kalo ada typo, author masih noob.

***

"LOVE ME OR LEAVE ME!"

***

Tidak pernah Shania secanggung ini dengan Redaf. Suara mesin menyala dan detak jantungnya sendiri meramaikan indra pendengaran gadis itu. Diam-diam dia lirik Redaf yang sedang fokus menyetir.

Merasa tidak enak, Shania berujar, "Kak, kalo ngerepotin turunin di sini aja, gue bisa minta Bang Niko buat--"

Mulut Shania seketika tertutup tatkala Redaf menatapnya. Dia alihkan pandangan, meremas gaun biru. "Jadi, lo izin pulang ke Thesa buat ketemuan sama Reza?"

Pertanyaan tersebut lebih mirip tuduhan menurutnya. Segera Shania tolak opini Redaf. "Jadi, menurut Kakak gue harus tetep di sana?"

Redaf tersentak, lalu memilih diam. Perjalanan kembali sunyi. Lima menit kemudian, sebuah suara yang berasal dari ponsel Redaf memecah sepi.

Sempat Shania lirik siapa penelepon itu, ya, siapa lagi kalau bukan Thesa? Dengan segera Redaf geser tombol hijau, mengapit ponsel di antara pundak dan telinga. "Gimana?"

"Red, gue bocor."

Meski samar, dapat Shania dengar nada suara Thesa begitu panik. Tangan gadis itu menopang dagu, menantikan hal selanjutnya terjadi.

"Enggak punya simpanan?"

"Abis. Tolong beliin, Red."

Sebelum menjawab, Redaf menghela napas sejenak. "Iya, nanti gue beli. Acara udah selesai?"

"Belum, gue lagi di kamar. Cepet, ya."

"Oke. Tunggu."

Thesa mematikan sambungan komunikasi dua arah tersebut, lalu laki-laki itu menaruh ponselnya di saku lagi. Ingin Shania pulang dan lekas tidur untuk melupakan drama hari ini.

Namun, harapannya pupus ketika Redaf justru memarkirkan mobil di depan minimarket. Oh, ayolah, Shania butuh istirahat! Redaf melirik gadis di sebelahnya. "Shan, gue beli sesuatu sebentar."

Tanpa menunggu jawaban Shania, Redaf keluar dari mobil, berjalan ke minimarket dengan langkah sangsi. Lucu sekali melihat seorang laki-laki rela mempertaruhkan harga dirinya demi membeli benda seperti itu.

Jengah menunggu lebih dari tujuh menit, Shania buka aplikasi musiknya. Sial, kenapa lagu yang terputar begitu ... mencerminkan dia? Dengan suara pas-pasan yang tadi ditertawakan kakak kelasnya di rumah Thesa, Shania turut menyenandungkan lagu "Love Me or Leave Me" milik Little Mix.

You can take this heart
(Kamu bisa ambil hati ini)
Heal it or break it all apart
(Pulihkan atau hancurkan itu semua)
No, this isn't fair
(Tidak, ini tidak adil)
Love me or leave me here, oh, oh ah ha
(Cintai aku atau tinggalkan aku di sini)
Love me or leave me here, oh, oh ah ha
(Cintai aku atau tinggalkan aku di sini)
Love me or leave me here, yeah
(Cintai aku atau tinggalkan aku di sini)

Shania telungkupkan kepalanya pada dash board, meresapi alunan nada yang terdengar. Pengalaman pertama bagi Shania begitu buruk. Aneh, sesuatu yang belum dimulai tampaknya nyaris berakhir. Andai ada Nala di sini, gadis itu pasti sudah tertawa karena saat ini Shania tengah menampilkan raut kucing memelas.

Entah karena suara musik terlalu kencang atau Redaf yang sangat hati-hati membuka pintu mobil, Shania tidak sadar bahwa laki-laki tersebut telah kembali.

"LOVE ME OR LEAVE ME!" pekik Shania mengikuti suara sopran Perrie Edwards pada refrein.

Tubuh Shania menegang tatkala dia lihat Redaf sudah duduk di sampingnya, menatap dalam. Segera Shania matikan musik, lalu berdeham sejenak, mengusir rasa malu yang menumpuk di dada.

Mulut Redaf sudah terbuka, tetapi lidahnya tak bergerak. Tiba-tiba gadis berlesung pipi tersebut menunduk. "Sori, Kak."

Kenapa lirik tadi seolah memojokkannya? Satu kalimat penuh desakan dan tuntutan. Sarat emosi serta perasaan. Tidak. Redaf menggeleng. Pasti Shania hanya ingin menghayati lagu tadi, 'kan?

Dia enyahkan pikiran itu dari kepalanya. Redaf harus fokus menyetir. Tak tahu mengapa, perjalanan menuju rumah Shania terasa jauh sekali. Walau tidak terlalu macet, tetap saja ramainya kendaraan menjadi penghambat.

"Tadi itu lagu Little Mix?" tanya Redaf. Shania mengangguk. "Gue cuma tau lagu mereka yang judulnya 'Secret Love Song', Thesa yang rekom--"

Shania membiarkan Redaf menghela napas. "Gue suka lagu mereka. Selain karena vokal yang keren, kadang lagu mereka juga ... sesuai sama keadaan."

Redaf melirik gadis di sampingnya. "Lagu tadi juga sesuai sama keadaan lo?"

Lagi, lampu merah menjembatani sesi bersitatap. Cahaya dari kumpulan LED berwarna merah di tiang menghias malam petang. Shania tidak bisa menjawab pertanyaan Redaf. Dia menyudahi tatapannya, menaikkan kaca mobil yang semula terbuka.

Lampu lalu lintas berganti hijau, mobil melaju. Menyusuri aspal rata dengan canggung menggerogoti. Tak perlu menunggu sampai 240 detik, benda beroda empat tersebut berhenti.

Shania membuka pintu, lantas keluar. Redaf menurunkan kaca jendela kiri, menatap adik kelasnya. "Gue balik, Shan."

"Makasih, Kak, hati-hati," kata Shania.

Redaf mengangguk. Shania berbalik, melangkah hendak mendorong gerbang, sebelum suara laki-laki itu membuat gerakannya terhenti.

"Gue kangen Shania yang banyak tanya."

***

AN:

Alohalo! Apa kabar?

Uhuk, manis banget si Redaf ini :)

Rekomendasi banget, putar lagunya di Spotify biar feel dapet. Buset, ngarep banget, padahal enggak dapet feel-nya :)

Sambil nunggu WAIVE update, baca HELL, yuk! Ditunggu notifnya, ehe.

TTD,
Pecinta husbando 2D,
maylinss_

WAIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang