Sembilan

170 30 7
                                    

Happy reading!❤️
Sori kalo ada typo, author masih noob.

***

"Redaf ... u wanna to be a f*ckboy?"

***

"Mau lo apa, Za?"

Cowok angkuh di depan Redaf tertawa. "Mau nostalgia sama lo di kafe ini, Bro."


Redaf menggeram. Ia menutup toples biskuit, memasukannya lagi ke papper bag. Kemudian menatap tajam ke depan.

"Reza, enggak perlu basa-basi," ujar Redaf.

"Udah lama banget kita enggak nongkrong bareng, ya? Terakhir kapan?" kilah Reza, "ah gue inget. Terakhir kita ngafe bareng itu pas lo putus sama Thesa, terus gue anter—"

Redaf menarik kerah kaos Polo cokelat Reza. Emosi sudah mencapai ubun-ubun Redaf. Wajahnya memerah menahan amarah. Reza sedang main-main.

"Wow, lo sekarang seagresif ini, Daf? Padahal di sekolah lo anak yang—"

Bugh.

Beberapa pengunjung kafe dan barista tampak memekik. Beberapa pelayan lelaki mendekat, berusaha melerai Redaf yang kembali memukul pipi Reza.

"Redaf, jangan berantem di sini!"

Seorang lelaki yang memakai apron putih bertuliskan 'Pearl Coffeshop' dan 'Wegan Putratama' menarik Redaf agar menjauhi Reza.

"Yang lain bubar!" seru Wegan—lelaki pelerai tadi.

"Daf, gila, lo ngapain?" tanya Wegan pada Redaf yang mendengus. Mengambil papper bag-nya, keluar dari kafe.


"Lo nyari masalah lagi, Za?" tanya Wegan.

Reza melirik Wegan sembari memegang pipinya. "Enggak."

Wegan menarik napas. Duduk di depan Reza. "Lo jangan cari gara-gara lagi, deh, Za. Walaupun gitu juga Redaf itu temen lo, 'kan?"

"Dulu."

"Sekarang kalian enggak pernah akrab lagi?" tebak Wegan.

Reza mengangguk. "Gue enggak kenal lagi sama kata 'temen'."

"Gue kira cuma di sekolah. Ternyata di luar sekolah kalian juga nggak akur? Redaf nggak pernah cerita apa-apa ke gue."

Reza berdiri. "Ngapain lo ngomong sama gue? Gue rasa kita juga enggak pernah akrab."

***

"Shania! Nala!" panggil Redaf sembari melambaikan tangannya.

Shania dan Nala yang tidak kebagian tempat duduk di kantin akhirnya memenuhi panggilan Redaf. Mereka duduk berseberangan dengan Redaf dan Wegan.

"Lo bukannya kemarin yang ada di Pearl Coffeshop jam sembilan malam?" tanya Wegan sembari menunjuk Nala.

Nala mengangguk ragu. "Kok tau?"

WAIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang