Tiga Puluh Enam

56 12 35
                                    

Happy reading!❤️
Sori kalo ada typo, author masih noob.

***

Pukul sebelas malam, Shania menoleh pada Nala. "Mau ikut?"

Kernyitan muncul di dahi gadis yang memakai piyama kuning itu. "Ke mana? Ngapain?

"Dapur. Bikin biskuit."

"What the hell, Shan? Jam segini?" tanya Nala heboh.

Shania memakai sandal berbentuk beruang cokelat. "Ikut apa enggaaaak?"

Nala mengangguk. Dia sedikit penasaran bagaimana cara membuat biskuit. Selama ini Nala hanya memakan buatan Shania. Kalau menemani pun hanya sekadar duduk sambil bermain ponsel, menikmati fasilitas WiFi.

Sampai di dapur, Shania berkata, "Lo bisa ambil mixer, timbangan, sama loyang? Gue ambil bahan-bahannya."

Nala menurut, dia meraih benda yang disebut Shania di salah satu lemari. Selesai dengan tugasnya, dia membantu Shania yang tampak kewalahan membawa banyak barang. Kira-kira butuh sepuluh menit sampai semua bahan terkumpul di meja dapur yang lumayan luas.

Shania membetulkan kacamata dan menyetel beberapa lampu kuning di atas mereka agar lebih terang. Dia buka loker, menganbil dua celemek bermotif polkadot warna hijau tua. Satu dia beri pada Nala.

"Jangan berharap banyak, ya. Gue belum pernah coba resep ini. Ayo bereksperimen!" seru Shania.

Tiba-tiba saja Nala merasa bersemangat, padahal dia tidak suka di dapur sebelumnya. Mungkin euforia Shania menyalur. "Gas!"

Shania memimpin eksperimen itu dengan tenang. Dia siapkan sebuah wadah warna ungu, menancapkan steker mixer ke stopkontak. Menoleh pada Nala, bertanya, "Mau mixer?"

Nala mendekat. "Cuma pegangin, 'kan?"

Gadis berkacamata itu menyerahkan mixer yang belum dinyalakan. "Iya, sambil diputar sedikit." Dia meraih margarin, menimbangnya di timbangan digital. Ketika angka di sana menunjukkan 240gr, Shania menaruh margarin tadi ke wadah di depan Nala.

"Harus 240 gram persis, Shan?" tanya Nala.

"Buat sekarang iya, soalnya kita baru pertama kali bikin. Nanti kalo udah terbiasa, bisa kira-kira sendiri, tergantung mau bikin berapa gitu." Nala manggut-manggut mendengar penjelasan Shania. "Nyalain mixer-nya. Dari nomor satu dulu, habis itu dua, terakhir tiga."

Bekerja sesuai komando, Nala mulai memutar alat pengaduk itu. Suaranya tidak terlalu bising, tetapi tetap berdering. Diam-diam gadis tersebut mengembangkan senyum. Cukup menyenangkan.

Di lain sisi, Shania kembali menimbang. Kali ini gula kastor, seberat 250 gram. Kemudian, pelan-pelan Shania masukkan gula tersebut ke adonan yang sedang Nala aduk.

Shania juga melakukan pre-heat oven pada suhu 180°C. Belum selesai, dia meraih dua butir telur, memecahkannya di atas wadah dengan satu tangan. Nala berseru, "Keren, kayak koki beneran lo, Shan!"

Yang dipuji justru terkekeh. Beberpaa menit diaduk, adonan sudah berubah tekstur dan Shania meminta Nala mematikan mixer. "Udah, Nal, yang itu dipinggirin dulu. Kita bikin adonan lain." Wadah biru Shania ambil, lalu dia berkata, "Timbang tepung terigu 300 gram, Nal."

"Siap, Chef!"

Setelah menimbang hati-hati, Nala masukkan tepung itu ke wadah biru. Shania menunjukkan jempol. "Ambil cup yang tulisannya baking powder, terus takar satu sendok teh aja."

Nala melakukan instruksi yang diberikan. "Apa lagi?"

"Vanila ekstrak, satu setengah sendok teh. Cream of tartarnya gue aja." Setelah semua bahan dimasukkan, Shania menyerahkan spatula plastik pada Nala. "Aduk pake ini."

WAIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang