PROLOG

28.5K 1K 48
                                    

"Kaki kamu gak papa?" tanya seorang bocah laki-laki kepada bocah perempuan yang duduk disampingnya, terlihat jelas mimik khawatir dari wajah tampannya.

Bocah perempuan itu menggelengkan kepalanya. "its okey." jawabnya tersenyum sembari menggoyangkan kaki mungilnya yang terbungkus perban putih.

Bocah laki-laki itu tersenyum lega saat mendengar ucapan temannya barusan. Lama mereka terdiam, tiba-tiba sang bocah laki-laki mengeluarkan sebuah benda kecil dari dalam sakunya.

"Nih kasih buat kucingnya yaa," suruhnya sambil menyodorkan sebuah gelang bewarna hitam kearah teman perempuannya.

Seketika bocah perempuan itu langsung menoleh dan mengembungkan kedua pipinya kesal. "No, cat is ugly," tolaknya sembari menggelengkan kepalanya.

Tanpa aba-aba bocah laki-laki itu langsung meraih tangan mungil temannya dan memasang gelang tadi. Sedangkan sang bocah perempuan hanya menatap teman laki-lakinya dengan diam.

"This is very beautiful, thank you," ujarnya tersenyum lebar memamerkan deretan gigi putih yang tersusun rapi sambil memandang tangan kanannya yang sudah terpasang gelang hitam.

Sang bocah laki-laki juga ikut senyum. Senyum manis yang mengembang dari bibir mungilnya tampak berbeda dari biasanya. Si bocah perempuan yang menyadari perubahan temannya itu langsung menatap bingung.

"Are you okey?" tanyanya menatap wajah temannya dengan raut bingung.

"Yes im okey."

Bocah perempuan itu menggeleng tidak setuju akan jawaban temannya. "tidak!" ujarnya menggeleng. "Kamu terlihat sedih? Kamu kenapa Devin?" tanya bocah khawatir, ia dapat membaca ekspresi temannya yang terlihat murung.

"Ak-" baru saja bocah laki-laki itu hendak membuka mulutnya tetapi terdengar suara lain yang memotong ucapannya.

"Devin, we have to go," ujar seorang laki-laki dewasa yang tiba-tiba datang memasuki ruangan tersebut.

Seketika kedua bocah tadi menatap keasal suara.

"Papa!" sapa si bocah laki-laki dan segera beranjak menuju sang ayah.

Sedangkan sang bocah perempuan tak membuka suaranya, ia masih duduk di tempatnya, sambil memandang bingung. Itu adalah om Riski papa Devin si bocah laki-laki tadi, om Riski merupakan teman ayahnya.

"Ki, sukses kerjanya di sana." ujar Revan ayah dari sang bocah perempuan tadi, yang ntah dari kapan sudah berada di ruangan itu.

"Lo juga Van." jawab Riski sambil terkekeh.

"Yakin nih?" tanya Revan mengulum senyum.

"Ya yakin lah, lu gimana sih! Lagian Fara juga udah nunggu di bandara." jawab Riski lagi sambil memukul pelan bahu Revan.

Dua pria berbaju putih khas dokter itu saling mengucapkan salam perpisahan, sementara sang bocah perempuan hanya menyimak dalam diam.

"Da, gue pergii." pamit Riski kepada Cynda, wanita yang kebetulan sudah berada disamping sang suami, Revan.

"Eh, iya salam buat Fara bundanya Devin, jangan lupa main-main kesini lagi." oceh Cynda.

"Ziaa, om sama Devin pergi dulu yaa." pamit Riski kepada bocah imut itu sembari melambaikan tangannya. Sedangkan bocah laki-laki tadi ia hanya berdiri di balik tubuh ayahnya, tak berbicara apa-pun kepada Zia. Yah Zia adalah nama dari bocah perempuan imut ini.

Zia hanya terdiam saat temannya telah menghilang dari balik pintu, ingin rasanya ia mengejar Devin untuk menanyakan 'hendak kemana dirinya' tetapi kakinya sedang sakit.

"Ayahhhh!" pekik sang bocah bermaksud menanyakan tentang temannya.

"Iyaa." jawab Revan lembut menatap sang anak penuh kasih.

"Devin pergi, dia mau kemana?" tanyanya.

Revan Zia lekat, kemudian menyamakan tinggi badannya dengan sang anak. "Dia pindah sayang, karena om Riski ditugaskan d-" jelas Revan terpotong.

"Apa Devin, masih bisa bertemu Zia?" tanyanya bersemangat.

Sang ayah mengangguk. "Tentu."

"Kapan?" tanyanya tak sabaran.

Revan terdiam, dan kemudian langsung tersenyum. "Entahlah, biar waktu itu datang sendiri," jelas Revan, tetapi Zia tidak mengerti ucapan ayahnya.

"Kapan waktu yang ayah maksud itu tiba?" tanya Zia penasaran.

"Zia bisa dapat jawabannya nanti, tunggu waktu yang ayah maksud itu tiba." sanggah Cynda yang langsung duduk disisi kanan Zia.

Zia menganggukkan kepalanya, meskipun ia sendiri tak tahu maksud dari ucapan ayah bundanya ini.

"Devin gak pindah jauh kan bunda? Kita masih bisa main kerumahnya." tanya Zia memastikan.

Cynda tersenyum. "Iya gak jauh kok, masih dibumi gak pindah planet." Jawab Cynda asal.

"Bundaaaa!" rengeknya kesal karena sang bunda tidak menjawab pertanyaannya dengan benar.

"Mereka pindah jauh sayang, mungkin kita sudah gak bisa main kerumahnya." jelas Cynda.

Zia menganggukkan kepalanya paham, lalu mengangkat tangannya untuk melihat benda hitam yang melingkar ditangan mungilnya, dan kemudian terkekeh.

"Nanti kita ketemu lagi ya Devin." ujarnya yakin.

°•°•°•TBC•°•°•°

Jangan lupa vote and coment.


RICORDARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang