Sesungguhnya kesabaran Jimin sudah di ujung tanduk. Namun menunggu Taehyung di parkiran sudah menjadi hobi kesehariannya.
Ya, itung-itung lumayan lah pulang bareng Taehyung. Rumahnya dan Taehyung berjarak dekat. Jadi daripada naik bus, mending bonceng Taehyung walaupun naik sepeda. Percuma dong kalo punya temen tapi nggak dimanfaatin.
Btw, ia duduk di sebuah bangku taman tidak jauh dari sepeda Taehyung. Kedua kakinya berayun di udara, Jimin menunggu sambil memakan sebungkus permen pemberian Eomma Jin.
Jimin membuang napas dan mengecek hpnya. Kata Yoongi sih, Taehyung sudah dibebaskan dari gedung tua itu. Tapi kok nggak muncul-muncul dah batang hidungnya.
"Oo!" Jimin segera membuka sebuah pesan yang baru saja masuk dari Taehyung.
Otw
Yaelah, terus dari tadi dia ngapain?
Jimin menghabiskan permennya dengan kesal. Permennya sangat manis, mengingatkan dia akan senyum Yoongi.
"Kyaaaaa, Yoongi-hyung~ Mumumu!" Jimin tersenyum lebar, memeluk dan mencium udara.
Perilaku anehnya itu dilihat oleh Taehyung dari kejauhan. Ia berjalan ke parkiran menuju Jimin. Pandangannya sinis, tidak mengerti penyakit apa yang diderita temannya ini.
"Iiiih, apani?" Taehyung menepuk halus pipi Jimin, "Ntar mampir apotek dulu, beliin obat waras buat lu," ejeknya. Kemudian ia berjalan ke arah sepedanya.
Jimin menoleh, ekspresi wajah Taehyung membuatnya risau. "Kenapa? Bad mood? Padahal abis kekunci bareng sama Jung-"
Taehyung segera mencubit kedua pipi Jimin secara kilat, "Ga usah bahas itu!" bisiknya dengan geram.
Jimin memutar kedua matanya, "Pasti Tae marah-marah lagi, kan?"
Makjleb. Tahu banget nih bocah.
"Abis dia nyebelin sih," kata Taehyung sambil mengarahkan sepedanya keluar dari gedung parkiran, sedangkan Jimin mengikuti di belakangnya.
"Bayangin aja, masa dia suka sama gue gegara-"
"JUNGKOOK SUKA SAMA TAE?! SUDAH KUDUGA!"
Jimin auto kena tabok.
"Udah, ah. Nggak mau bahas itu lagi."
Jimin menunjukkan jurus puppy eyesnya yang terkemuka, "Aaahh, Tae! Maapkan daku!" Ia mulai merengek, "Ga bakal gangguin kamu ngomong lagi deh, janji!"
Taehyung memutar matanya dan mengangguk. "Iya, iya, dah sini naik."
"Yay <3 I lupyu!" Jimin segera naik sepeda di belakang Taehyung.
Dengan begitu, Taehyung segera mengayuh sepedanya keluar dari sekolah.
"Jadi gimana? Si Jungkook bilang gimana?" tanya Jimin dengan antusias.
"Ah," Taehyung merasakan angin menerpa wajahnya, "Ternyata dia itu temen gue waktu kecil."
"WHAT?!" pekik Jimin tak percaya.
"Iya, waktu tk."
"TK?!" Jimin berteriak lagi sampai-sampai angin masuk ke mulutnya.
"Terus tanpa dosa dia bilang beneran suka sama gue. Mana ada, udah kelihatan dia orangnya kek gitu."
Cemberut, Taehyung memperlambat kayuhannya. "Dia nggak serius kan, Chim?" tanyanya pada Jimin, "Dia cuma main-main kan?"
"Hmm," Jimin memeluk Taehyung dan menyandarkan dagu di bahu sahabatnya itu, "Dia nggak main-main kok, Tae."
"Sejak tk, lho. Sampai udah segede ini, dia masih ngejar Tae. Kayak gitu cuma main-main aja?"
Sepeda berhenti dengan tiba-tiba dan Jimin terdorong ke depan, "T-Tae?! Kenapa?!"
"Masa sih? Masa sih, Chim?" Taehyung menengok ke belakang, menghadap Jimin, "Kalau emang bener kek gitu, gue harus gimana?"
Kedua alis Jimin terangkat, "Ya, mau gimana," Jimin menggerakkan kedua bahunya ke atas, "Keknya nggak enak gitu loh, Tae, kalau langsung nolak. Perjuangan dia selama ini sia-sia dong?" Ia sendiri juga bingung harus menyarankan bagaimana.
"Tapi, ya, terserahmu sih," Jimin memandang Taehyung dengan putus asa, tidak bisa memberi pendapat lain.
Taehyung membuang napas kesal, "Bodo ah, ga peduli."
Taehyung kembali mengayuh sepedanya, kali ini lebih cepat.
Jimin hanya terdiam sambil berpegangan dengan erat.

KAMU SEDANG MEMBACA
ʀɪᴠᴀʟ • ᴋᴏᴏᴋᴠ
Fanfiction[pending revisi] Ejek-ejekan mereka berawal dari kekalahan reputasi Taehyung terhadap Jungkook si murid baru. Si Tae kalah telak karena kacamata buluknya. Sang ortu menghukum Taehyung karena matanya rabun tiba-tiba, dan mereka menyita seluruh aset T...