Chapter 25

2.3K 289 19
                                    

Eomma Kim menggigit kuku ibu jarinya, melihat ke layar televisi yang menyala dengan tatapan kosong.

Kemarin-kemarin putranya pulang diantar oleh beberapa temannya.

"Loh? Kok rame-rame? Ada apa?" tanya Eomma Kim setelah meletakkan alat pel yang tadi digunakannya. Ia segera mendekati Taehyung yang dirangkul Seokjin.

Jisoo tersenyum pada Eomma Kim. "Maaf, tante, tadi Taehyung terlibat perkelahian di sekolah."

"Apa? Perkelahian?" Eomma Kim segera memeluk Taehyung dan mengecek jika ia ada luka.

"Iya, tan," sahut Seokjin, "Tapi Tae nggak kenapa-napa kok. Cuma tadi jadi saksi aja."

"Oalah, makasih ya udah nganter Tae pulang, sini masuk dulu."

"Eh, nggak usah, tante, kita juga mau balik ke sekolah lagi. Soalnya masih harus ngurusin yang lain," tolak Jisoo sambil tersenyum.

"Oh, iya, iya, maaf kalau ngerepotin ya, nak."

Seokjin dan Jisoo membungkuk sopan, "Nggak ngerepotin kok, kami pamit pergi dulu. Mari, tante Kim."

Eomma Kim mengangguk dan melihat Seokjin dan Jisoo kembali masuk ke mobil dan pergi.

Kemudian perhatiannya beralih ke Taehyung yang hanya terdiam di dekapannya.

"Taetae nggak dinakalin kan? Ada yang sakit nggak?" tanya eomma sambil mengelus pipi Taehyung.

"Nggak, ma, Tae mau istirahat aja."

Taehyung melepaskan dirinya dari pelukan eomma dan segera masuk ke dalam rumah.

Sejak itu, Taehyung jarang keluar dari kamarnya. Selama dua hari dia meminta izin untuk tidak hadir ke sekolah karena tidak enak badan.

Tentu saja eomma dan appa sudah menanyakan apa yang salah, tapi Taehyung menolak untuk bicara dan memilih untuk mengunci diri di kamarnya.

Sekarang sudah hari Sabtu, putranya itu sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda positif. Setiap kali eomma memanggil Taehyung keluar untuk makan, ia juga menolak dan meminta makanannya diletakkan di luar kamar.

Beberapa teman Taehyung juga sempat menjenguk dan menanyakan keadaannya. Tetap saja, Taehyung sama sekali tidak mau bertemu.

Eomma Kim sangat cemas terhadap Taehyung. Apakah perkelahian waktu itu adalah sebabnya? Tapi Seokjin bilang dia hanya menjadi saksi.

Eomma Kim sibuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang mengakibatkan Taehyung berperilaku seperti ini sehingga tidak menyadari ketika Appa Kim menghampirinya. Ia baru saja dari kamar Taehyung.

"Udah kubilang, sekolah Tae yang sekarang beda dari yang sebelumnya," ujar Appa Kim sambil duduk di sebelah eomma, "Di situ banyak anak nakal, aku akan lapor ke pihak sekolah kalau emang bener Tae dibully."

Eomma menghela napas, "Tapi Tae sendiri yang pengen pindah ke sekolah ini, pa. Lagian ada Jiminie kan? Dia aja yang lindungin Tae waktu berantem kemarin."

"Iya, iya, tapi kan sebenernya kita pengen jauhin Tae dari sekolah itu. Kita udah pernah sekolah di situ, dan eomma sendiri tau kan gimana pengalamannya?"

Eomma Kim memutar matanya dan berdecak, "Masa bodo sama itu. Yang penting sekarang kita pancing Tae keluar dulu. Gimana tadi nawarinnya? Tae mau?"

"Dia bahkan nggak jawab," ujar appa sambil memijat keningnya dengan lelah.

Tadinya appa menawarkan untuk mengajak Taehyung ke luar dan menuruti apa saja yang ia minta, tapi tidak berhasil. Tidak ada jawaban dari Taehyung.

"Dia nggak jawab?" Eomma Kim bertanya kaget, "Nggak ada suara apa pun?!"

Appa Kim yang sudah frustasi melihat istrinya itu kurang mengerti, sebelum suatu kemungkinan yang mengerikan melintas di pikirannya.

Appa dan eomma segera berdiri dan berlari ke kamar Taehyung.

"TAEHYUNG! BUKA PINTUNYA!" teriak appa sambil menggedor-gedor pintu yang terkunci rapat itu.

Eomma Kim sudah menangis, "Taehyung! Buka pintunya, nak! Jangan buat appa dan eomma takut!"

Suasana bertambah tegang ketika mereka tidak mendengar suara apa pun dari dalam kamar. Ini dia yang ditakutkan.

"Minggir, ma!" ucap appa sambil mendorong eomma menjauh dari depan pintu. Appa mundur beberapa langkah, lalu mendobrak pintu kamar Taehyung beberapa kali sampai akhirnya terbuka dengan paksa.

Eomma langsung berlari masuk ke dalam. Ia segera menghampiri tempat tidur Taehyung, tapi yang ada hanyalah bantal dan selimut yang ditumpuk di atas kasur.

"Appa, kamar mandi! Lihat kamar mandi!" Eomma Kim menunjuk ke kamar mandi kecil di ujung ruangan.

Appa Kim bertindak cepat. Ia membuka pintu kamar mandi, yang lagi-lagi terkunci.

"Taehyung! Buka pintunya! Appa tahu kamu di dalam!" teriak appa, tapi tetap tidak ada respon, "TAEHYUNG! BUKA PINTUNYA!"

Appa Kim mundur sedikit dan mengulangi langkah yang sama untuk mendobrak pintu.

"Taehyung?" panggil appa dan eomma sambil masuk ke dalam kamar mandi berukuran cukup kecil itu.

Eomma Kim menjerit saat melihat Taehyung berbaring di lantai kamar mandi yang sedikit basah.

"ASTAGA, TAEHYUNG!" Eomma Kim berlutut di samping Taehyung dan mengguncangkan tubuhnya. Tangisannya tambah menjadi ketika tidak mendapat respon dari Taehyung.

"Aaaaaaahhhh, Taehyung! Bangun, bangun! Taehyuuuuuung! TAEHYUUUUNG!" Eomma Kim tidak berhenti mengelus wajah putranya.

Appa Kim hanya berdiri di ambang pintu. Jantungnya seakan berhenti berdetak, suaranya berhenti di tenggorokan. Taehyung? Taehyung tidak mungkin...













Aku tidak ingin hidup lagi, karena aku memang pengecut.

Aku tidak ingin tersakiti lagi, karena aku memang penakut.

Hatiku yang egois tidak bisa aku jinakkan.

Padahal aku sudah pernah terjatuh, tapi aku terus menuruti naluri yang busuk ini.

Lagi-lagi, aku terjatuh.

Terjatuh dengan beban yang sama.

Terjatuh dengan kesalahan yang sama.

Terjatuh dengan cinta yang sama.

Walaupun aku telah bangkit dan menerima banyak uluran tangan, namun yang namanya luka tetaplah luka.

Jika dilihat tak tampak, jika dirasakan sungguh menyayat.

Apa yang sebaiknya aku lakukan?

Terus berjalan dan menderita karena luka yang tidak akan pernah hilang, atau menyerah dan meninggalkan segalanya?

Meninggalkan eomma dan appa.

Meninggalkan sahabatku Jimin.

Meninggalkan... Jungkook...

ʀɪᴠᴀʟ • ᴋᴏᴏᴋᴠTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang