Chapter 48

1.1K 103 1
                                    

Sang ketua OSIS duduk di bangku di ujung lorong rumah sakit yang sepi, menjauh dari orang-orang lain. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan, sedikit membungkuk sambil menahan beban yang ada di pundaknya.

Namjoon yang disalahkan atas kecelakaan yang menimpa Soobin.

Salah satu peserta pensi itu jatuh saat memanjat tembok. Tangan kanannya patah, kepalanya terbentur trotoar dan luka-luka menyebar di sebagian tubuhnya. Ada yang hanya lecet, tidak sedikit pula yang lebih parah.

Kekasihnya, Yeonjun, bersikeras ini adalah akibat dari perilaku yang ia dan Soobin perbuat sendiri. Mereka berdualah yang patut disalahkan. Namun pihak sekolah masih menyangkal, kejadian ini berlangsung ketika acara OSIS dan Namjoon seharusnya mengawasi apa saja yang terjadi dalam periode itu.

"Yah, Namjoonie, nggak usah banyak dipikirin," Seokjin memijat bahu kekasihnya, berharap untuk mengurangi pilu yang sedang melanda, "Ini bukan sepenuhnya salahmu, jangan dipikirin terus."

"Tapi, hyung," akhirnya Namjoon menunjukkan wajahnya, matanya sembap, "Gimana aku nggak banyak mikir? Gegara aku ceroboh, ada yang terluka, dan semua dana pensi habis buat pengobatan Soobin. Aku harus ngumpulin dana lagi, belum minta maaf sama keluarganya Soobin, belum mikirin jalannya pensi kalau ada satu peserta yang nggak bisa ikut lagi! Aku harus gimana, hyung?"

Seokjin tersenyum dan menggenggam tangan Namjoon, "Dengerin hyung, sayang, bukan semuanya salahmu. Kamu sudah bertanggung jawab dengan mengakui kesalahanmu dan mengorbankan dana buat pengobatan Soobin. Kamu nggak sendiri, kamu nggak harus berjuang sendiri, lihat," Seokjin menunjuk ke bagian lain dari lorong itu, "Lihat mereka. Temen-temen semua bersedia bantuin kamu, jangan sedih, ya? Kita berjuang bareng-bareng."

Namjoon mengangguk perlahan. Seokjin tersenyum dan mengelap ingus kekasihnya itu dengan tisu, kemudian melambaikan tangan kepada gerombolan siswa itu untuk memberitahu bahwa Namjoon sudah baikan.

Yoongi datang duluan, ia berdiri di depan Namjoon, "Gua udah nemu sponsor lagi, Joon, malem ini gua langsung bikin proposalnya. Lu nggak usah khawatir."

"Loh, beneran, hyung?" Namjoon terkejut, "Aku aja yang buat proposalnya-"

"Banyak omong lu," potong Yoongi dengan cepat, "Udah pokoknya gua yang buat. Anak-anak yang lain udah ngurusin sisanya, lu tinggal ketemu aja sama keluarganya Soobin. Semua udah beres."

Namjoon masih agak ragu, tapi ia mengangguk saja. Setelahnya, semua siswa yang masih mengenakan seragam itu pulang ke rumah masing-masing karena hari sudah kunjung petang. Namjoon, Seokjin, dan Yeonjun masih berada di rumah sakit, menunggu Soobin sampai siuman dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi padanya.

Beberapa saat kemudian, pak dokter memperbolehkan mereka untuk bertemu dengan Soobin yang sudah siuman. Orang tuanya yang sedang bekerja di luar negeri udah memaafkan dan nitipin Soobin ke Yeonjun yang notabene udah dijodohin secara nggak langsung sama Soobin.

Namjoon masuk duluan, dia tersenyum pilu melihat keadaan adik kelasnya itu.

"Soobin, gimana keadaanmu?" tanya Namjoon sambil duduk di salah satu kursi kayu di sebelah kasur tempat Soobin berbaring lemah.

"Udah baikan kok, hyung, tanganku patah ya?" Soobin melihat ke tangan kanannya, kemudian menunduk, "Maafin aku, hyung, harusnya aku ikut geladi kotor tapi malah cabut. Jadinya ya begini. Ini hukuman buat aku."

"Jangan gitu, Bin," Namjoon menggelengkan kepala, "Ini salahku juga. Seharusnya aku ngecek dulu, kamu nggak bisa hadir kenapa. Aku kurang hati-hati. Maaf ya."

Soobin akan menentang permintaan maafnya Namjoon, tapi Seokjin langsung menyahut, "Udah, kita semua salah. Kita semua kurang hati-hati. Nggak apa-apa, Soobin, yang penting kamu udah baikan."

Semuanya diam. Seokjin tersenyum dan memegangi bahu Soobin, "Yeonjun bilang kamu tiba-tiba jatuh dari atas. Kenapa? Kepleset?"

Soobin mengerutkan dahi, memburu ingatan yang pudar di kepalanya akibat terbentur, kemudian menggeleng, "Ng-nggak tahu, aku nggak kepleset, nggak hilang keseimbangan juga. Aku naik gampang-gampang aja, terus," ia langsung membelalak pada Seokjin, "Ada yang dorong kakiku...!"

Namjoon dan Seokjin melihat satu sama lain, kemudian kembali menatap Soobin dengan bingung, "Kok bisa?" tanya Namjoon, "Emangnya ada orang lain selain kamu sama Yeonjun waktu itu?"

"Nggak ada, hyung," sahut Yeonjun, "Udah kubilang, nggak ada lagi selain kita. Dari hall sampe ke tembok itu, kita cuma berdua. Nggak ada lagi."

Soobin mengangguk, menyetujui penyataan kekasihnya itu, "Aku berani sumpah kita cuma berdua, hyung. Semua orang ada di aula, semua guru lagi rapat. Kita nggak ketemu sama siapa-siapa lagi. Tapi sebelum jatuh aku denger suara orang."

"Suara siapa?" tanya Seokjin, dia mulai merinding.

"Nggak tahu," Soobin menggelengkan kepala, "Suaranya kayak bisikan. Aku mau lihat ke bawah tapi kakiku didorong, terus aku jatuh ke depan. Nggak tahu siapa."

"Kita lewat lorong yang rumornya angker itu kan, Bin? Jangan-jangan ada yang marah gegara kita lari-larian di sana?" Yeonjun mengerutkan dahi, "Jangan-jangan hantu?"

"Heh, jangan gitu," bantah Seokjin, dia jadi merinding malah bahas kek begini, udah maghrib lagi.

Namjoon bergumam pelan, "Tapi anehnya, tadi aku lihat CCTV sekolah, dan kalian berdua emang kerekam lewat lorong itu. Tapi pas di tembok, nggak ada yang datang ke belakang situ, sama sekali. Entah kenapa. Aku tonton terus bahkan sampai geladi kotor selesai, aku ulang-ulang terus, tapi rekaman di tembok situ tetep sama. Nggak ada apa-apa. Apa kamu yakin kamu jatuh di sekitar situ?"

"Masa sih?" Soobin bertanya, "Aku yakin banget aku langsung ke tembok situ abis lewat lorong."

"Iya, kok," Yeonjun memberi konfirmasi, "Aku lompat duluan, disusul sama Soobin. Pas dia udah sampai atas, dia langsung jatuh, aku kaget dan ga tau harus ngapain pas Soobin nggak bangun. Akhirnya aku panggil noona security yang di gerbang depan."

Hmm. Namjoon masih berpikir keras untuk memecahkan masalah ini. Masa iya, Soobin sama Yeonjun ga ada di rekaman CCTV. Masa ada kejadian mistis di sekolah. Masa sih.

ʀɪᴠᴀʟ • ᴋᴏᴏᴋᴠTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang