Bel selesai istirahat berdering ketika Jimin dan Taehyung berada di taman.
Mereka masih tiduran santai di bawah tanaman anggur yang merambat di bangunan kayu di atas mereka, berperan sebagai atap yang teduh.
Selama waktu istirahat tadi, dua karib itu hanya berbaring, bicara sedikit sambil melihat awan di atas mereka.
Keduanya tidak menghiraukan murid-murid yang mulai beranjak pergi. Taehyung dan Jimin larut dalam pikiran masing-masing.
"Hehe," Taehyung tertawa pelan. Ia menunjuk ke sebuah awan yang perlahan-lahan bergerak di antara daun-daun menyirip tanaman anggur.
"Kenapa?" tanya Jimin dengan berbisik, ia mengikuti arah jari telunjuk Taehyung.
"Buletnya kek pipi lo," ucap Taehyung. Ia melirik Jimin dan menyentuh pipinya.
"Aduh, Tae," Jimin tersipu, "Tolong jangan jadikan aku pelarianmu dari Jungkook."
"Ah, merusak suasana aja lu." Tae memutar matanya. Ia menarik tangannya dari pipi Jimin dan melipat keduanya di bawah kepala.
"Lagian kenapa sih kalau Jungkook?" tanya Taehyung, "Gue nggak ketemu sama dia lagi kok."
Jimin melihatnya, "Hmm. Bener sih, apa dia udah bosen?"
"Jelas lah. Gitu kok dulu bilang beneran suka sama gue." Taehyung cemberut, mengingat suatu peristiwa, "Suka apanya, kentut doang."
"Ternyata nggak ada ya yang namanya cinta sejati," Jimin kembali melihat awan, "Chim merasa bego percaya cinta itu nyata."
Taehyung menggeleng, "Cinta itu ada, Chim. Cuma harus ada waktu dan ruang, nggak bisa dipaksain. Jangan kek gue," ia tersenyum kecil.
Jika sudah sampai ke kata cinta, ada suatu hal yang ia ingat. Kenangan yang membuat hatinya bingung, mau merasa suka atau duka.
"Makasih ya, Chim," bisik Taehyung, matanya mulai berair. Gumpalan awan di atas sana bergerak dengan lembut, membawanya kembali ke masa lalu. "Kalau nggak ada lu waktu itu, gue nggak tau harus ngapain."
Jimin mengangguk, sebenarnya ia tidak mengerti apa yang dikatakan Taehyung. Namun ia tidak ingin merusak suasana lagi, jadi ia hanya mengangguk dan diam.
Keduanya bernapas dengan tenang. Menahan air mata sudah sangat sulit.
Jimin tersenyum, "Udah ah, Tae, malah jadi sedih nih."
Mendengarnya, Taehyung mengangguk, "Iya, Chim, semua itu cuma kenangan sekarang."
Momen yang haru itu sirna, setelah Taehyung dan Jimin dikejutkan oleh suara Seokjin dari kejauhan.
"Eh ternyata kalian di sini!"
Jimin segera bangkit dari tidurnya, dan melihat Seokjin berjalan cepat ke arah mereka.
"Enak banget ya, mojok berdua!" teriak Seokjin setelah sampai di bangku kayu yang ditempati Taehyung dan Jimin. Ia mengelap keringatnya, "Orang ketiga setan loh!"
"Kan orang ketiganya lu, hyung," Taehyung bangkit dan duduk, "Berarti lu setannya."
Seokjin menghela napas dan berkacak pinggang, "Saoloh gue selalu dinistain kalau ketemu sama kalian," ujar Seokjin sambil cemberut, "Udah buruan ke aula sekarang. Dichat offline, di kelas nggak ada, di kantin nggak ada, capek gue!"
"Maaf, hyung, kita tadi lagi acara bff, jadi hpnya dimatiin," jawab Jimin sambil berdiri.
"Acara bff apaan? Alesan aja kalian." Seokjin menyipitkan matanya.
"Iya, hyung, maap, kita ke sana sekarang, " ujar Taehyung sambil mengangkat kedua tangannya. Ia jalan duluan, dengan Jimin dan Seokjin mengikuti di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ʀɪᴠᴀʟ • ᴋᴏᴏᴋᴠ
Fanfiction[pending revisi] Ejek-ejekan mereka berawal dari kekalahan reputasi Taehyung terhadap Jungkook si murid baru. Si Tae kalah telak karena kacamata buluknya. Sang ortu menghukum Taehyung karena matanya rabun tiba-tiba, dan mereka menyita seluruh aset T...