Chapter 17

2.2K 274 1
                                    

Tiga hari sudah berlalu sejak audisi peserta pensi.

Anggota OSIS sepertinya bekerja dengan keras, mengetahui waktu yang digunakan untuk menyortir bakat para siswa yang akan ditampilkan cenderung singkat.

Mereka baru saja memasang pengumuman tentang kelolosan audisi di papan buletin sekolah yang tersedia di beberapa tempat tertentu.

"Yuk, Chim, temenin gue," ajak Taehyung setelah meletakkan tas di bangkunya bersama Jimin.

"Ke mana?" tanya Jimin, ia sedang mengeluarkan earphone baru dari bungkusnya.

"Lihat itu, pengumuman pensi. Kalau gue lolos, appa gue mau kasih gue hadiah. Kan lumayan."

"Yodah, yuk!" Jimin segera bangkit dari duduknya.

Mereka keluar dari kelas dan berjalan menuju taman sekolah, di mana terdapat papan buletin yang jaraknya paling dekat.

Belasan murid mengantre untuk melihat pengumuman. Beberapa dari mereka berteriak gembira, beberapa lainnya membuang napas sedih.

Taehyung dan Jimin menunggu giliran mereka di belakang.

Taehyung berjinjit, "Chim, lu bisa lihat nggak?"

"Tae yang tinggi aja ga bisa lihat apalagi Chim," ucap Jimin setelah menyerah melompat-lompat.

"Wkwkwk," Taehyung tersenyum bahagia dan menggandeng tangan Jimin, "Yodah sini, jan jauh-jauh, ntar ilang."

Ia mendapat respon kesal dari Jimin yang cemberut seperti bayi. Walaupun begitu, ia memilih untuk menggenggam tangan Taehyung setelah melihat sekelompok siswa wanita yang mendekat dari seberang taman.

Mereka berjalan dengan angkuh, mendorong setiap orang yang menghalangi jalan mereka.

"Minggir!" pekik salah satu siswa dari mereka. Ia berambut pendek berwarna abu-abu, seragamnya tidak rapi, dan memakai sepatu hak tinggi.

Ia mendorong seorang siswi yang sedang menggambar sketsa sebuah bunga dengan marah.

"Maaf, maaf," gumam si siswi itu dengan menunduk. Ia segera menepi dan memberikan jalan.

Gerombolan itu kembali melanjutkan jalannya sambil menyiapkan ruang untuk seseorang yang berada di tengah, Lalisa Manoban.

Meskipun begitu, Lisa berjalan dengan tenang. Ia tidak mengangkat wajahnya, malah agak menunduk.

Orang yang tadinya sibuk melihat papan buletin segera bisik-bisik.

"Ah, dia lagi..."

"Enak ya, idupnya, dijagain gitu..."

"Minggir aja yuk, gue ga mau urusan ma dia!"

Taehyung dan Jimin bertukar pandang, hanya ikut bergerak minggir ketika Lisa dan kawannya sampai di lorong itu.

Wajah Lisa langsung bertambah muram ketika semua orang berjalan pergi.

Jimin menggerakkan tangan Taehyung sedikit, meminta perhatiannya.

"Aih, belagu banget, dikira sekolah buyutnya apa," bisik Jimin sambil pindah di belakang Taehyung.

"Ternyata lu bisa ngatain orang ya, Chim," jawab Taehyung sambil tersenyum miring.

Salah satu siswi di depan mereka melirik, namun tidak membentak karena Lisa juga melihat ke arah Taehyung dan Jimin.

"Mau lihat buletin juga?" tanya Lisa, "Sini, silakan."

Taehyung mengangguk canggung, ia dan Jimin berjalan mendekat ke papan buletin, sambil berusaha mengabaikan tatapan tajam banyak orang di sekitar Lisa.

Lisa menunggu, entah kenapa dia masih berada di situ. Sudah jelas-jelas dia calon ratu pensi, tentu saja dia lolos audisi kan? Untuk apa melihat ke papan buletin? Apa cuma mampir dan tebar pesona?

Taehyung tidak tahu, dari gerak-gerik Lisa, sepertinya tidak begitu.

Ia dan Jimin mencari nama Kim Taehyung yang siapa tahu nongol di salah satu tabel itu.

Dan setelah beberapa kali menggerak-gerakkan kacamatanya, Taehyung menemukan namanya di tengah-tengah tabel.

"YES!" teriak Taehyung bersamaan dengan Jimin, "Gue lolos audisi, Chim! Gue lolos!" Taehyung memeluk Jimin dan tidak menyadari jika dirinya sedang melompat-lompat kecil.

Jimin balas memeluk sahabatnya itu, "Yey! Selamat ya, Tae, ntar beliin Chim es krim ya."

"Enak aja lu," ucap Taehyung sambil menjitak Jimin, "Harusnya lu yang beliin gue."

Jimin dan Taehyung berjalan ke arah kantin, masih bercanda dan saling mengejek.

Lisa masih berdiri di situ, pandangannya terpaku pada punggung Taehyung yang sudah mulai menjauh.

Taehyung sendiri bisa merasakan tatapan seseorang padanya. Ia sesekali menengok ke belakang, dan mendapati Lisa masih melihatnya.

"Hmm, bomat." Ia mengangkat kedua bahunya tak peduli, dan terus berjalan pergi.

Aktivitas di sekolah hari itu cukup standar bagi Taehyung.

Makan, bermain dengan Jimin, sedikit belajar, jahilin Yoongi, ngemis ke Seokjin, makan lagi, dan akhirnya waktu pulang sekolah pun tiba.

Taehyung, diikuti Jimin, menuju ke lokernya untuk menyimpan buku pelajaran dan mengambil sejumlah barang.

Jimin bersandar pada loker di sebelah Taehyung, mengamati para siswa yang berlalu-lalang.

"Hari ini kok mulus banget ya, Tae," gumam Jimin.

"Bagus dong? Kita nggak kena masalah?" Taehyung menanggapi, setelah memasukkan beberapa barang ke tasnya, ia menutup loker tersebut.

Taehyung mulai berjalan pergi dan Jimin mengikutinya secara refleks.

"Tapi, akhir-akhir ini kek sepi banget gitu. Apa ya, yang kurang?"

Taehyung memutar matanya. Mereka baru saja keluar dari gedung sekolah, dan Jimin malah mencemaskan hal itu. Ayolah, Chim, kita sudah bebas dari sekolah!

"Yang kurang apaan sih? Perasaan lu aja kali, kurang cinta Yoongi-hyung."

Jimin melotot ke Taehyung dan mengucap "Tai, lu, TAI!" tanpa suara. Meskipun begitu, kedua pipi Jimin sedikit merona.

Umpatan Jimin mengejutkan Taehyung. Hari ini ia belajar sesuatu yang baru tentang Jimin; ternyata malaikat (yang katanya) suci nan murni ini bisa berkata tercela.

ʀɪᴠᴀʟ • ᴋᴏᴏᴋᴠTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang