Halo, jangan lupa tinggalkan jejak di chapter ini
Suara adzan subuh terdengar jelas dari ponsel Rian yang ada di kantung celana nya, Rian mengerjapkan matanya perlahan. Menatap Aurora yang masih belum membuka matanya sejak semalam.
Badan Rian terasa sakit karena dia tidur di sofa rumah sakit. Namun yang terpenting bagi Rian sekarang adalah Aurora. Rian ingin Aurora sadar dan membuka matanya.
Rian menggenggam tangan Aurora sejenak. "selamat pagi Mentari Aurora"
Rian menghela nafas nya pelan dan berjalan masuk ke toilet untuk berwudhu lalu sholat subuh.
Di ambang batas kesadaran nya, Aurora mendengar sayup suara seseorang, suara yang terus menyebut namanya.
"ya Allah berikan dia kesembuhan, kembalikan kesehatan nya, Ya Allah sayangi dia. Jangan beri dia sakit yang lama...."
Aurora pun membuka matanya pelan, hingga dia bisa melihat figur Rian yang sedang berdoa.
Aurora tersenyum dibalik masker oksigen yang dia pakai, hatinya benar benar terasa hangat mendengar doa doa yang Rian sebutkan.
Rasanya Aurora ingin berlari dan memeluk Rian sekarang juga, namun kondisi nya tak memungkinkan, tubuh Aurora masih terasa sangat lemas.
.
Kedua mata Rian melebar karena melihat Aurora yang sudah sadar. Rian langsung menghampiri Aurora."Hey. Kamu udah bangun?" tanya Rian yang tak dapat menyembunyikan rasa senang nya.
Aurora mengangguk pelan, Rian mendekatkan dirinya untuk mencium keningnya. Rian memencet tombol di pinggir ranjang Aurora
"Alhamdulillah kamu udah sadar"
Aurora mengarahkan tangan nya yang bebas dari infus untuk memegang pipi Rian.
Belaian tangan Aurora di pipi Rian mampu membuat jantung Rian berdetak lebih cepat.
"permisi"
Dokter jaga memasuki kamar Aurora. Rian mempersilahkan dokter untuk memeriksa Aurora.
"Bagaimana apa masih kesulitan bernafas?"tanya dokter
Aurora menggeleng,malah dia merasa risih dengan masker oksigen yang dia pakai.
"baiklah. Kami akan lepas dan ganti dengan selang oksigen biasa"
Rian menghela nafas nya lega. Syukurlah jika pernafasan Aurora sudah membaik.
Setelah dokter keluar, dua orang perawat datang untuk mengganti alat bantu pernafasan Aurora.
"Ri..ann, maaf" ujar Aurora
Rian menggeleng. "Kamu gak perlu minta maaf, aku seneng banget kamu udah sadar"
"Rian, kamu mau berangkat ke china bukan?" tanya Aurora dengan pelan.
Rian mengangguk. "iya, aku harus berangkat malam ini Ra, kamu janji sembuh ya?"
Aurora mengangguk pelan, sudah jelas beda pengaruh nya antara Rian dan Fajar, jika Rian, Aurora merasa bahagia dan senang, jika Fajar yang bisa dia ingat adalah rasa sakit hati.
Andai saja Rian tidak mempunyai jadwal turnamen dalam waktu dekat, dia pasti akan menemani Aurora, tapi nyatanya malam ini dia harus pergi.
"Kamu gak capek yan?" tanya Aurora
"Capek aku hilang kalo bisa lihat kamu tersenyum secerah nama kamu"
Aurora tak bisa menyembunyikan senyum nya, hadir nya Rian benar benar berpengaruh besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny Of Love | Rian Ardianto √
FanfictionPerihal mencintai mungkin terdengar sangat mudah, beda lagi dalam urusan melupakan. Ketika mencintai kita diajarkan untuk bisa menerima takdir, antara balas dicintai atau tidak mendapat balasan sama sekali. Ketika melupakan rasa nya sulit. Lebih...