11

10K 937 82
                                    

Diupdte tanpa direvisi :)

***

Jungha tidak tahu, atau bahkan kelewat tahu tentang bagaimana ia harus melewati ini semua. Tentang kesengsaraan dan pelecehan yang tiada habis ia telan. Bagaimana bisa ia tetap bertahan sedangkan ia sendiri tidak punya apa pun untuk ia jadikan dinding kekebalan.

Rasanya, Jungha sudah tidak kuat lagi menahan semua ini. Dirinya yang lelah atau apalah itu sudah tidak sanggup tahan sesak yang berlubang di dadanya.

Jungha frustasi. Kepalanya mendadak pusing dan berdenyut acapkali ingat tangan dan jemari Taehyung yang menginvasi isi kepalanya. Jungha masih ingat betul gerakan jari pria itu pada bagian tubuhnya yang sensitif. Bergerak lembut namun penuh dominasi kesakitan.

Jungha remat jemarinya sambil pandangi wajahnya di depan benda bening yang pantulkan ekspresi frutasi. Jungha menangis lirih, air matanya luruh saja seperti air keran di wastafel. Ia tergugu sambil diam-diam memikirkan sesuatu agar ia bisa secepatnya lepas dan pergi dari penjara ini.

Jungha merotasikan kepalanya yang terus berdenyut sakit akibat fragmentasi-fragmentasi peledak emosi. Tetapi sialnya ia tidak menemukan apa-apa selain tembok bercat putih dengan bathup besar yang ada di dalam sini.

Jungha kelewat gelap dan kelewat frustasi dengan keadaan. Sampai sebuah ide terbesit gelap ikut meruntuhkan semuanya. Jungha mengambil langkah pelan untuk mendekati tembok. Ia menangis sesak sambil bergumam meminta maaf kepada Tuhan yang telah menciptakannya.

Ia ingin secepatnya pergi. Ke dimensi mana pun asal ia bisa bebas. Masa bodo jika ia akan di hukum Tuhan atas semua keputusan ini.

Ia terlanjur terjerumus dalam kesengsaraan yang tidak sengaja di ciptakan oleh ibu dan kakanya.

Ia terlambat melerai rem ketika dengan gegabah membentur-benturkan kepalanya pada tembok itu. Sampai rasa-rasanya kulit pada dahinya sudah tidak utuh. Terobek saja, seperti kulit tomat yang di celupkan dalam air mendidih. Darah yang mengucur tidak menghentikan semuanya. Jungha tetap membenturkan kepalanya kelewat keras, tetapi rasa sakitnya tidak begitu hebat ketimbang rasa malu yang ia rasakan.

Begitu semua bayangan itu hilang, Jungha tersenyum tipis di balik darah-darah yang menghujani wajahnya. Lalu ia ambruk telentang begitu saja sambil bersiap menjemput ajal.

Berharap malaikat pencabut nyawa sudah siap di abang pintu neraka.

Namun, sialnya. Jungha malah harus menemukan secercah cahaya hinggap di matanya, lengkap dengan obsidian bening milik seorang anak kecil yang menatapnya kaku.

Jungha memejamkan matanya.

Gawat! Ia pasti tidak jadi mati.

Sempat terbesit untuk lari ke bathup, hanya untuk sekedar membenturkan tulang tengkoraknya ke tepi keras itu. Tetapi, ia malah terjerembab bersama kegelapan yang seketika itu di barengi teriakan melengking dari sosok kecil bermata bening yang becek dengan air asin.

****

"Daddy yang akan menjaga eonnie Jungha untukmu."

"Tapi, Naeun ingin di cini, Daddy~ Naeun ingin lihat Eonnie Jungha telcadal." Raut cemas yang lingkupi wajah mungil Naeun nampak kontras dengan bulu mata lentik yang hinggap di setiap netra cantiknya. Merengek pelan sambil menatap bergantian pada sosok ayah dan pamannya.

The Jerk Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang