Dalam ruangan senyap itu Jungha duduk terdiam sambil memeluk kedua lututnya yang tertekuk. Ranjang yang ia duduki pun terasa sangat dingin, tak ada kenyamanan sama sekali, bayangan kelam kemarin pagi masih terekam jelas dalam otaknya, bahkan ruam di tubuh dan pusat tubuhnya masih terasa sakit.Seringkali Jungha berpikir bahwa Tuhan tak adil padanya, kehidupannya terlalu rumit, tak akan pernah ada cinta untuknya sekalipun itu dari orang terdekatnya. Pagi tadi, setelah menyiapkan sarapan dan melihat Naeun berangkat sekolah, Jungha segera kembali ke dalam kamar untuk menrnangkan dirinya.
Ia hancur dan itu menyakitkan, wanita itu kembali tersenyum miris, rasanya ia ingin mati saja tapi sekeras apapun ia mencoba mengakhiri hidupnya, Tuhan tak akan membiarkannya mati begitu saja. Karena memang, penderitaannya belum selesai sampai di sana.
"Naeun!" Jungha terkesiap, pukul 10 artinya gadis manis itu pasti sudah pulang.
Kalau saja Jungha lupa pada janjinya pada Naeun, ia bersumpah tak akan keluar dari kamarnya dengan luka di sana-sini.
"Nanti, pulang dari cekolah. Naeun ingin eonni ya menjemput, boleh kan?"
Jungha kembali menghela nafas, sampai ia memutuskan untuk bangkit dari duduknya, meraih sebuah sweter turtle neck dan syal juga mantel tebal kemudian menatap pantulan dirinya di kaca sesaat. Jungha kembali menghela nafas kemudian mencoba menyembunyikan setiap lukanya dibalik senyuman manis yang selalu ia pakai sebagai topeng. Kau pasti bisa lepas dari semua ini, Cha!
****
Kriiiiingg...
Bel itu terdengar nyaring berdenting, puluhan bahkan ratusan bocah kecil segera berhamburan keluar, berlari terburu-buru meninggalkan kelas guna menemui sang Ibu yang pasti sudah menjemput di depan pagar. Namun lagi-lagi Naeun harus dibuat iri. Kehidupannya tak semenarik teman-temannya yang bisa dengan leluasa kapan saja memeluk sang Ibu, Naeun bahkan hanya bisa memeluk foto kedua Ibunya saat ia akan tidur. Katakan bahwa takdir itu kejam, menghukum gadis kecil itu dengan tak memberinya bagian terpenting dalam hidup, yaitu ... Seorang Ibu.
Kaki kecil Naeun melangkah pelan meninggalkan kelas, dengan ransel pinknya ia berjalan malas menuju ayunan di taman untuk menunggu jemputan, ia tau Ayahnya tak akan menjemputnya tepat waktu karena alasan pekerjaan. Jadi seperti biasa, teman Naeun sepulang sekolah hanyalah ayunan dan batu kerikil di bawah kakinya.
"Kalau Naeun punya Mommy, pasti Naeun cudah dijemput cepelti meleka," tukasnya lirih lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju taman.
"Naeun sampai jumpa! Hanna pulang dulu!" Untuk pertama kalinya, Naeun mengabaikan panggilan sang teman sebangkunya. Ia tak suka, ya ... Ia selalu iri saat bisa melihat Hanna pulang dalam gendongan sang Ibu.
Gadis itu memilih diam, terus berjalan, mengabaikan panggilan gadis manis berambut ikal di belakangnya. Bahkan bibir Naeun sudah tertekuk, ia ingin menangis, tapi ia ingat bahwa Ayahnya selalu mengajarkan Naeun untuk menjadi gadis kuat.
Brugh!
Tubuh kecil itu jatuh tersungkur, membuat lutut dan telapak tangannya mencium tanah disusul suara tawa di belakangnya. Nampak seorang bocah yang agaknya 2 tahun lebih tua dari Naeun sedang tertawa girang. Ya ... Kim Han, bocah lelaki dari kelas kupu-kupu yang sang sangat senang mengerjai gadis Kim itu.
"Kasihan sekali eoh, nona kecil ini tidak memiliki teman. Kemana semua teman-temanmu? Ops! Bukankah memang Naeun tidak memiliki teman? Haha ... Jangankan teman, bahkan Ibu saja kau tidak punya!" ledeknya.
Naeun diam, ia masih belun berdiri dari posisi jatuhnya, masih diam dan mrndengarkan setiap perkataan yang keluar dari bibir Han.
"Haha ... Naeun tidak punya Ibu! Dia tidak punya Ibu!" ledeknya sambil tertawa girang, sementara air mata Naeun sudah mengintip dari pelupuknya.
"Pergi saja sana, cari Ibumu sana!" Naeun kesal, ia sudah membuka mulut, bersiap membalas perkataan bocah nakal itu.
Namun sebuah suara berhasil membuat keduanya terdiam.
"Siapa bilang Naeun tidak memiliki Ibu, eoh? Aku Ibunya Naeun." Bocah lelaki itu terdiam, hanya menatap Jungha yang tiba-tiba datang. Setelah itu bocah itu berlari begitu saja.
"Naeun baik-baik saja, sayang?" Jungha segera berlutut, membantu gadis itu berdiri.
"Hiks ... Eonni!!" Tangisan Naeun pecah, ia menubrukkan tubuhnya pada Jungha, memeluk tubuh ramping itu erat dan menangis keras.
"Sssttt tidak apa-apa, eonni di sini, kan? Tidak akan ada yang mengganggu Naeun, ya?" Gadis itu tak menjawab dan hanya terisak sampai Jungha sadar bahwa lutut gadis itu terluka.
Jungha segera menggendong tubuh kecil itu, pun Naeun yang langsung menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Jungha dengan kedua tangan mungilnya yang melingkar erat di leher jenjang Jungha.
"Jangan menangis, nanti cantiknya hilang. Sekarang, kita ke taman dan mengobati lukamu, oke? Setelah itu eonni akan membelikan Naeun ice cream, bagaimana?" Gadis itu menegakkan kepalanya, mengusap air matanya kasar dan mengangguk antusias.
Hati Jungha menghangat, ia tersenyum manis sebelum menjatuhkan sebuah kecupan pada pipi gembil Naeun.
"E-eonni, boleh Naeun minta cecuatu lagi?" Jungha kembali tersenyum, apa yang diinginkan bocah Kim ini? Kalau sekedar ice cream mungkin Jungha bisa berikan tapi untuk benda yang lain?
Entahlah, uang tabungan Jungha pun tinggal sedikit.
"Apa sayang, tapi eonni tidak memiliki banyak uang seperti -"
"Boleh malam ini Naeun tidul dengan eonni?" Bibir Jungha terkatup rapat, haha ... Benar-benar bodoh kau Cha!
Naeun bahkan hanya meminta hal sekecil itu, langkah Jungha terhenti seketika namun ia masih merengkuh Naeun. Akankan gadis itu marah kalau sampai ia tau bahwa Jungha telah tidur dengan Ayahnya dan melakukan hal tak senonoh itu?
"T-tapi sayang-"
"Naeun hanya ingin tau bagaimana lasanya kalau tidul dalam pelukan seolang Ibu. Eonni pelempuan, kan sepelti Mommy? Kalau begitu eonni akan menjadi Mommy juga, kan? Jadi ... Boleh kan Naeun melacakan pelukan eonni caat tidul nanti malam?" Gadis itu menunduk, tak berani menatap Jungha, sekaligus takut kalau tiba-tiba wanita Cha itu menolak ajakannya untuk memeluknya.
Jungha tersenyum lembut, kini ia tau ... Ia bukan satu-satunya orang yang membutuhkan pelukan. Ia masih harus bertahan, ia tak boleh menyerah. Untuk Naeun, ya! Hanya untuk gadis itu, setidaknya untuk sekedar menguatkannya.
"Tentu saja boleh, nanti ... Eonni akan bacakan dongeng sebelum tidur untuk anak manis ini, bagaimana?" Kepala Naeun terangkat seketika, ia tersenyum makin lebar dan kembali memeluk erat leher Jungha sampai sang empunya sedikit terhuyung mundur dan terkekeh pelan.
"Eonni baik cekali!" kagum Naeun sembari menyandarkan kepalanya di pundak Jungha.
"Cha Jungha?" Merasa namanya terpanggil, wanita itu memutar tubuhnya.
Seketika itu Jungha terpaku, matanya memanas, jantungnya berpacu cepat, diikuti kedua tangannya yang memeluk Naeun makin erat. Ia ketakutan.
"O-oppa?" []
09-Juli-2019
Ken with HaderKim♡Mamposs loh, pendekkk
😂😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
The Jerk Husband
FanfictionCha Jungha telah menata masa depannya dengan sangat baik, merinci setiap apa yang akan ia lakukan setelah keluar dari bangku SMA. Tapi semua itu pudar, tatkala Ayahnya meninggal dan mengharuskannya dipertemukan dengan seorang duda beranak satu yang...