2

9.5K 654 25
                                    

Aku dan Bang Angkasa keluar menggunakan motornya. Ya tentu motornya, karena aku tidak membawa kendaraan untuk aku hidup di kosan nanti.

Dalam perjalanan kami hanya diam, Bang Angkasa fokus mengendarai motornya dan aku asyik dengan pemikiranku sendiri. Aku masih sungkan dan malu untuk memulai pembicaraan, dan tidak enak karena Bang Angkasa terlihat fokus membawa motornya.

Sekitar sepuluh menit, kami telah sampai di sebuah rumah makan yang berada di pinggir jalan. Aku turun dari motor Bang Angkasa dan diikutinya.

"Kalo mau beli makan, enaknya di sini. Selain banyak dan harganya murah. Juga enak-enak lagi." Ucapnya.

"Oh.. Iya-iya. Yuk Bang kita masuk ke dalam." Ajakku.

Aku membeli nasi Rendang karena aku sangat menyukai makanan Padang itu. Bang Angkasa pun sama memesan makanan seperti aku. Aku berpikiran untuk membayar makanan kami semua. Ya tanda awal pertemuan kami. Saat aku menguarkan dompet di saku celanaku, Bang Angkasa mencegahku.

"Biar gue aja yang bayar." Cegahnya.

"Eh? gak usah Bang, biar aku aja. Masa Abang yang bayar sih." Tentu aku menolaknya.

"Gak apa-apa, biar gue aja." Kekeuhnya. "25 ribu kan bang?" Tanya Bang Angkasa kepada sang pemilik rumah makan. Ia memberi uang pas dan tidak lupa mengucapkan terima kasih.

Aku dan Bang Angkasa menuju motornya yang terparkir didepan rumah makan. Aku sedikit cemberut, merasa tidak enak. Ya, seharusnya aku yang membayar semua makanan yang kami pesan tadi.

"Jiahhh, lo ngambek dek?" Tanyanya. Aku yang tersadar karena wajah cemberutku dengan cepat mengganti mimik wajahku seperti biasa.

"Eh, nggak kok Bang." Sergahku.

"Hahaha.. Yang muda harus nurut. Kapan-kapan aja deh lo traktir gue." Ujar Bang Angkasa.

"Iya-iya deh Bang." Jawabku mengalah.

"Imut juga lo kalo ngambek." Katanya menggodaku. Entah itu sebuah pujian agar aku tidak ngambek lagi.

"Makasih, tapi kesannya aku kayak cewek kalo di katain imut."

"Yah, emang yang imut cewek doang? Cowok juga ada kali." ucap Bang Angkasa tidak mau kalah.

"Siapa cowoknya?"

"Elo lah, hahaha.." Ucapnya tertawa. Aku hanya menatap Bang Angkasa dengan tatapan datar.

"Kapan pulangnya ini Bang?" Tanyaku tak sabaran. Perutku sudah sangat lapar.

"Iya-iya, yok kita pulang." Bang Angkasa menaiki motornya yang di ikuti oleh aku. Kami pulang dan tetap seperti tadi, diam tanpa pembicaraan.

*****

Sesampainya di kosan, aku menenteng plastik yang berisikan nasi Rendang yang kami beli tadi dan masuk kedalam kosan. Aku menaruh plastik itu di atas meja ruang tamu. Aku menuju kamar mandi untuk cuci tangan dan dapur untuk mengambil gelas dan botok air mineral yang ada didalam freezer.

Saat kembali, aku melihat Bang Angkasa membuka bungkus nasinya siap-siap untuk makan.

"Eh Bang! Udah cuci tangannya?" Cegahku sebelum ia menyentuh nasi miliknya.

"Hehe.. Gue laper banget dek." Ujar Bang Angkasa dengan cengiran di bibirnya.

"Cuci tangan dulu Bang, baru makan." Perintahku. Bang Angkasa menurut dan bangkit menuju kamar mandi.

Aku duduk lesehan di lantai, dan meletakkan gelas dan air mineral di meja. Tak lama, Bang Angkasa kembali.

"Nih udah cuci tangan." Ucap Bang Angkasa menunjukkan tangannya yang masih basah. Tingkahnya bagaikan anak kecil berbicara kepada orang tuanya. Aku cuma menahan tawa.

BINTANG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang