24

4.1K 313 10
                                    

Cuaca siang yang hangat tidak begitu terasa saat Bintang dan Angkasa berada di taman, tepatnya di sebuah teman makan itu.

Kini, dua orang pria tersebut saling pandang. Tepatnya Bintang yang memandang Angkasa tidak percaya. Apakah yang ia ucapkan barusan benar. Pikir Bintang.

"B-Bang, Abang ng-nggak salah ngomong kan?" Tanya Bintang.

Angkasa sendiri seperi salah berkata, maskudnya ia hanya bercanda. Tetapi, ia lupa bahwa Bintang bukanlah anak yang menganggap sebuah gurauan adalah candaan.

"E-eh, gue cuma bercanda doang. Jangan di bawa serius." Angkasa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Bintang menghela nafas lega, sempat ia berpikir yang tidak-tidak. Ya tentu saja! Siapa yang tidak shock saat seseorang ingin mencoba menjadi gay, terlebih pria yang ia kagumi saat ini. Seharusnya Bintang senang, tetapi mencoba-coba sesuatu yang tak patut di coba bukanlah hal yang bagus dan baik.

"Huhh, dasar Abang. Abang tahu, jadi gay bukan untuk di coba-coba. Abang pikir gay itu suatu hal yang bisa dicoba, terus kalo nggak cocok bakal dilepas. Huh! Gay itu suatu perasaan alami pada manusia, dan gay itu terjadi karena suatu alasan yang terjadi pada dirinya atau mungkin alami dari dia lahir. Kalo aku jadi Abang, maksudku kalo ada sebuah pilihan, aku lebih pilih jadi normal." Jelas Bintang panjang lebar.

Nah kan! Angkasa memang harus berhati-hati saat berbicara saat ini. Lihat saja ceramah Bintang yang sangat panjang, Angkasa hanya mengangguk tanda patuh. Seperti mendengar petuah seorang Ibu untuk anaknya.

Tetapi, Angkasa lebih tua daripada Bintang. Kan?

Tak mau mendengarkan omelan panjang Bintang lagi, Angkasa berinisiatif mengajak Bintang untuk pulang.

"Dek, yok pulang. Gue rasanya ngantuk nih." Ujar Angkasa berpura-pura menguap.

Bintang mengangguk dan berdiri dari tempatnya, tak lupa membayar semua tagihan yang telah mereka pesan.

Tentu saja Angkasa yang membayar semua. Walaupun Bintang sudah berusaha keras agar ia yang membayar dan terjadilah keributan kecil. Angkasa yang menang.

Karena prinsipnya, yang muda harus nurut kepada yang tua.

Bintang dan Angkasa pun pulang menuju kosannya. Untuk Bintang sendiri ia merasa senang bias menghabiskan waktu bersama Angkasa, Abang pemilik kamar kos sebelah yang ia sukai.

Sedangkan Angkasa mengingat omelan dari Bintang, tanpa terasa bagian sudut bibirnya tertarik dan tercipta lah senyum.

Mereka sama merasakan senang, tetapi tidak mengetahui satu sama lain.

*****

Bintang POV

Aku dan Bang Asa telah sampai di kosan, kami masuk kedalam kamar masing-masing.

Huh! Aku sempat berpikir yang tidak-tidak saat Bang Asa berkata jika ingin menjadi gay. Aku jadi shock sendiri.

Tetapi..

Bukannya itu suatu hal yang membahagiakan? Maksudku, Bang Asa menjadi gay dan itu bisa membuatku berpacaran dengannya.

Tetapi..

Itu juga tidak dibenarkan. Walaupun gay selalu dipandang buruk orang semua orang, tetapi menjadi gay bukanlah suatu hal yang bisa di coba.

Contohnya saja aku. Aku menjadi gay karena alami dari diriku sendiri, gejolak yang aku rasakan saat aku mempunyai teman Sekolah Dasar yang sangat tampan, bernama Adrian. Saat itu aku terjatuh karena ia tak sengaja menabrakku, dan saat itu juga aku merasakan sesuatu yang aneh. Aku menyukai cara ia berbicara, aku menyukai saat ia membantuku berdiri dan membersihkan luka yang berada di lututku.

Dan aku sadar, jika aku menyukai ciptaan Tuhan berjenis kelamin yang sama seperti diriku.

Menghela nafas, aku mencoba menidurkan diriku. Tidur siang sebentar tak masalah kan.

Tok tok tok...

Belum kurung waktu 5 menit mataku terpejam, suara ketukan pintu kamar membuatku tidak jadi tertidur.

"Bintang? Dek? Lo tidur ya?" Suara tak asing yang memanggilku dari luar pintu.

Aku bangkit dan membuka pintu kamarku, Bang Asa berdiri dengan pakaian santai tanpa lengan dan celana boxer. Ternyata Bang Asa sudah ganti baju.

"Lo tidur ya dek? Maaf deh ganggu." Ujar Bang Asa.

"Eh nggak kok, aku lagi tiduran aja. Gak sampe tidur kok." Diam-diam aku menatap tangan Bang Asa yang terlihat jelas bisepnya. Ah, terlihat berisi dan seksi dengan warna kulit putih kecoklatannya itu.

"Gini dek, malam nanti temen gue ada yang ultah. Maksud gue, mau ajak lo sekalian cari kadonya. Gue nggak tahu mau kasih apa." Ajak Bang Asa.

"Hmmm, yang ultah cewek atau cowok?"

"Cewek, makanya gue ngajak lo. Gue gak tahu kesukaan cewek itu apa aja."

Aku cemberut, Bang Asa mengajakku pergi ke pesta ulang tahun temannya yang wanita tetapi bingung mencari kado. Apa urusannya sama aku?

"Terus hubungan Abang gak tahu kesukaan cewek sama aku itu apa?" Tanyaku.

"Ya kali aja lo ngerti kesukaan cewek."

Kenapa aku kesal ya? Bang Asa menyamakan aku seperti wanita. Dasar!

Aku mencubit lengan Bang Asa dengan kesal.

"Awww!! Lho kok gue dicubit sih dek." Protes Bang Asa sambil mengusap lengannya.

"Abang nyamain aku kayak cewek kan? Iya kan?!" Tanyaku kesal.

"Aduh bukan gitu Bintang! Abang cuma minta tolong aja. Kalo gak mau ya gak apa-apa."

Aduh, sepertinya aku yang salah. Ah, seharusnya aku tidak berpikir seperti tadi.

"E-eh, iya-iya deh iya. Nanti aku temenin Bang Asa cari kadonya."

Bang Asa tidak menjawab, wajahnya tertunduk lesu. Aduh, sepertinya Bang Asa marah.

"Bang, maafin aku deh. Nanti kita beli bareng ya. Jangan marah, pliss." Aku tanpa ragu menarik tangannya agar mau memaafkan aku.

Setelah itu aku seperti mendengar suara tertawa yang tertahan, selanjutnya suara tertawa pun terdengar. Aku menatap Bang Asa yang tengah tertawa.

"Hahaha... Geli gue lihat lo minta maaf. Haha." Ujar Bang Asa masih tertawa.

Aku kesal kembali, karena tangan Bang Asa masih aku genggam langsung saja aku tarik dan kugigit jarinya.

"AKHHH!!" Dan selanjutnya suara teriakan terdengar.

"Hahahaha..." Aku tertawa penuh kemenangan.

Bang Asa nampak kesal dan mendorongku masuk kedalam kamar. Awalnya aku kaget, sepertinya Bang Asa benar-benar marah. Tetapi itu hanya pemikiranku saja, sejurus kemudian Bang Asa mendorong tubuhku terjatuh di atas kasur dan menggelitik tubuhku dengan gemas. Astaga, itu area sensitifku.

"Aaaaaa! Bang, u-udah! Bang! Aaaaaaa, ampun ampun.." Mohonku sambil teriak kencang.

"Gak bakal, hahaha." Bang Asa semakin jadi menggelitik tubuhku.

Aku semakin berteriak tidak jelas, aku meronta agar Bang Asa tidak menggelitik tubuhku. Kakiku menendang ke udara, dan tanpa sengaja aku menendang kemaluan Bang Asa.

Oh tidak!

"Dekkk! Sakit!" Teriak Bang Asa dan menjauh dariku.

Aku panik, Bang Asa terduduk di lantai sambil memegang kemaluannya. Astaga, aku benar-benar tidak sengaja.

"Bang maaf! Aku gak sengaja."

"Dek, tega lo. Masa depan gue ini." Ujar Bang Asa lirih seperti mau menangis .

"Ya maaf Bang. Lagian Abang sih main-main gelitik aku. Kan kena deh."

"Pokoknya lo tega! Gimana kalo gak bangun lagi?"

"Ya udah, aku pijit ya?"

"Jangan becanda Dek! Aduh sakit banget.."

Aku kan tidak sengaja. Jangan salahkan aku, hmm..

TBC...

BINTANG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang