33

3.7K 290 17
                                    

"Ka-kalo aku, cinta sama kamu."

Baiklah, aku harus bisa menjawab apapun itu. Walaupun itu akan menyakitkan perasaan Dave, setidaknya aku berkata jujur.

"Dave.." panggilku, Dave menatapku sangat lekat membuatku gugup.

"M-maaf, aku nggak bisa." kataku pelan, bisa ku lihat wajahnya tersenyum—walaupun itu hanya paksaan. Aku tidak suka senyum itu.

"Bang Asa ya?" Tanya Dave. Aku hanya mengangguk pelan.

"Kamu beneran cinta sama dia?" Tanya Dave lagi, aku kembali mengangguk tapi tidak terlalu kuat.

Hening.

Dave hanya diam, entah apa yang ada di pikirannya tetapi aku yakin Dave kecewa karena aku.

Aku sudah mengetahui sifat Dave, baik maupun buruk. Tetapi Dave selalu berbuat baik kepadaku, membelaku di saat orang ingin berniat mem-bullyku, menjemputku untuk pergi ke kampus bersama, kemanapun. Dave juga sangat tampan, aku bahkan tidak percaya bisa memiliki teman sepertinya, karena wajahnya benar-benar tampan. Terdengar berlebihan sih, tapi memang itu ada di diri Dave.

Tetapi, aku sudah mengecewakan orang sebaik Dave.

"Maafin aku Dave." Ujarku menunduk. Tak terasa air mataku menetes.

"Lho, kenapa kamu nangis Bintang? Hey jangan nangis, nggak apa-apa kok kamu gak terima cinta aku. Aku malah menyukai kamu dengan berkata jujur kayak ini." Dave menarik tanganku dan menggenggamnya, untungnya Restoran ini sepi karena sekarang pukul 3 sore.

"Ta-tapi aku udah buat kamu kecewa Dave." Ujarku sambil menangis sesenggukan. Ya, seperti inilah aku jika merasa tidak enak hati.

"Udah ya nangisnya, hahaha. Aku nggak apa-apa kok, kita masih bisa temenan. Ya kan?" Dave mengusap pipiku yang basah.

Dave yang sudah aku tolak masih bisa melakukan hal semanis itu. Aku tidak tahu Dave sangat kuat.

"Ya udah ayo makan. Laper nih." Ujar Dave dan melahap makanannya.

Semoga saja Dave bisa mencari kekasih yang baik, dan tidak sejahat diriku.

*****

Selesai makan, aku dan Dave pulang tidak lupa mengantarku ke kosan.

"Makasih ya Dave." Kataku pelan.

"Iya, sama-sama. Gih masuk."

Dave hendak menyalakan motornya, tetapi aku memegang tangannya. Aku ingin bertanya kepada Dave.

"Kenapa Bin?"

"Emmm, k-kamu kenapa bisa cinta sama aku Dave? Apa aku menarik?" Tanyaku dengan nada pelan. Ya, bisa kalian katakan aku tidak tahu diri. Tetapi aku hanya ingin tahu mengapa seorang Dave yang hampir di kenal kalangan mahasiswa kampus bisa menyukai—mencintaiku.

"Hmmm, kenapa ya?" Tanya Dave dengan wajah sok mikir. Aku yang melihatnya jadi gemas sendiri.

"Ya gak usah jawab gak apa-apa deh." Kataku dan melepaskan tanganku yang masih menggenggam tangan Dave. Untung aku ingat.

"Hehe, iya-iya," Dave tertawa. "Kamu itu baik. Walaupun kamu lahir dari anak orang kaya, kamu malah memilih ngekos dan ingin menjadi orang yang sederhana. Kamu juga orang yang sangat peduli Bintang."

Aku hanya diam tak tahu harus berkata apa. Aku bahkan tidak mengetahui diriku yang sebenarnya, huh aku memang harus mengintrospeksi diri mulai sekarang.

"Hmm, gitu ya." Kataku manggut-manggut. Entah harus berkata apa lagi.

"Juga ganteng, manis, lucu, dan imut-imut." Dave mencubit pipiku gemas.

BINTANG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang