4

6.7K 502 15
                                    

Keesokan harinya, aku terbangun karena alarm di handphoneku terus berbunyi. Jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, aku duduk terlebih dahulu untuk mengumpulkan nyawa. Aku pun bangkit dan keluar dari kamar.

Ah, seperti ini rasanya saat bangun pagi di sebuah kosan. Biasanya aku akan bangun atau tertidur lagi, dan mendapat panggilan dari Bibi agar sarapan, menuju lantai bawah rumahku di mana Papa dan Mama sarapan bersama.

Dan sekarang tidak lagi.

Aku menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Selesai cuci muka, aku berpikir apa yang harus ku perbuat untuk pagi hari ini dan otakku memerintahkan aku agar membuat sarapan pagi. Aku menengok ke arah kamar di mana para Abang-abangku belum membuka pintunya sama sekali. Mungkin mereka tidur.

Aku menuju dapur, mungkin membuat Nasi Goreng tidaklah buruk. Aku menyiapkan bahan-bahannya terlebih dahulu, dan tidak lupa memasak nasi.

Di saat tengah sibuk membuat bumbu Nasi Goreng, suara langkah kaki mengarah ke dapur. Aku menoleh dan ternyata Kak Nathan dengan wajah lucunya yang baru bangun tidur.

"Pagi, Bintang. Hoammm..." Ujarnya sambil menguap lucu. "Kamu lagi ngapain?" Tanya Kak Nathan.

"Pagi Kak Nathan, aku lagi buat Nasi Goreng untuk sarapan kita."

"Wah beneran? Jarang banget ada yang masakin kita sarapan."

"Emang sebelumnya sarapan makan apa?" Tanyaku penasaran.

"Yaaa.. Biasa beli nasi uduk yang gak jauh dari kosan. Semua penghuni di sini payah masaknya, Bin." Ujar Kak Nathan. Aku hanya manggut-manggut mengiyakan.

"Aku cuci muka dulu ya." Kak Nathan menuju kamar mandi, dan aku melanjutkan aktivitasku.

Dan ya, Nasi Goreng buatanku sudah selesai! Aku menaruhnya di piring yang di bantu oleh Kak Nathan. Kak Nathan hanya memperhatikanku di sela kegiatan memasakku, dia hanya mau membantu melihat saja, dan katanya ia tak mau terjadi kerusuhan di dapur. Haha, ada-ada saja.

"Aku bawa dua, kamu bawa dua ya." Perintah Kak Nathan. Aku mengangguk dan melangkah menuju ruang tamu.

"Aku bangunin Bang Aldi. Kamu bangunin Putra ya Bin." Perintah Kak Nathan lagi dan melangkah masuk kekamarnya.

Aku sendiri masih diam di depan ruang tamu, apa aku harus membangunkan Bang Asa? Tapi aku masih sedikit kesal dengannya gara-gara kejadian semalam. Ah, seharusnya aku tidak seperti ini. Ini terlalu kekanak-kanakan. Aku menepis egoku dan menuju kamar Bang Asa.

"Bang, Bang Asa.. Sarapan dulu Bang." ucapku sambil mengetuk pintu kamar Bang Asa.

Tak lama, ia keluar dengan wajah khas orang bangun tidur. Sepertinya Bang Asa langsung tidur, terlihat pakaian yang ia kenakan semalam masih lengkap menempel di tubuhnya.

"Eh Bintang. Kenapa dek?" Tanya Bang Asa.

"Sarapan dulu gih, aku buat Nasi Goreng tadi."

Bang Asa menatap meja ruang tamu, dan ia sendiri seperti orang sadar karena matanya membulat sempurna. Haha, lucu.

"Wah, jarang-jarang nih ada yang buatin sarapan." Ujar Bang Asa.

"Ya udah cuci mukanya dulu Bang." Perintahku, dan ia mengangguk melangkah menuju kamar mandi.

Tak lama, Bang Aldi pun keluar kamar bersama Kak Nathan. Kali ini aku di buat aneh kembali dengan sikap yang mereka buat.

"Hoam.. Sejak kapan kamu bisa masak?"

"Bukan aku yang masak, Ini Bintang yang buat."

"Coba kamu bisa masak juga, makin say---"

"Ah, apaan sih? Cuci mukanya dulu!" Ucap Kak Nathan dengan wajah memerah, ia menatapku sekilas dan kembali menatap Bang Aldi.

Bang Aldi menurut dan pergi menuju kamar mandi. Kak Nathan melihatku dan nyengir lebar. Aku hanya tertawa garing menutupi rasa curigaku pada mereka berdua.

Aku dan Kak Nathan menuju meja ruang tamu sembari menunggu Bang Aldi dan Bang Asa mencuci mukanya. Dan mereka pun datang, kami makan dengan tenang. Walaupun aku masih melihat gelagat aneh di antara Bang Aldi dan Kak Nathan.

*****

Setelah selesai sarapan, aku membersihkan sisa piring yang telah terpakai dan mencucinya. Ini bukan kali pertama aku mencuci piring, terkadang jika Bibi tak ada di rumah akulah yang mencuci piring itu.

Setelah selesai, aku pun mandi. Tak butuh waktu lama, aku keluar kamar mandi dan menuju kamarku. Aku mengenakan pakaian karena hari ini aku mau belanja perlengkapan kuliahku dan untuk keseharianku. Sekarang pukul sepuluh pagi, dan aku telah siap pergi keluar.

Aku keluar kamar dan menguncinya, saat melewati ruang tamu disana Bang Asa sedang duduk di sofa sambil menonton televisi. Aku mendekatkan diriku dan menuju ruang tamu.

"Eh Bintang, mau kemana Dek?" Tanya Bang Asa sadar kehadiranku.

"Aku mau belanja perlengkapan kuliah dan beli bahan makanan untuk kedepannya." Jawabku.

Bang Asa manggut-manggut dan menatapku cukup lama. Dan itu membuatku merasa tidak nyaman. Bukan tidak suka sih, tapi aku sedikit..

Malu.

"Dek, gue minta maaf buat yang semalam ya." Ujar Bang Asa.

Aku terdiam, padahal aku sudah tidak memikirkan kejadian semalam. Dan lagipula, itu semua tidak sepenuhnya salah Bang Asa. Aku juga yang terlalu baper.

"Ah, gak apa-apa kok Bang. Aku juga salah, kan Bang Asa cuma bercanda semalam."

"Iya bercanda. Tapi gue pikir-pikir ucapan gue memang kelewatan. Gue minta maaf ya." Ujar Bang Asa keukeuh meminta maaf.

"Iya. Aku juga minta maaf ya Bang."

"Sebagai tanda permintaan maaf gue, gue mau anter lo belanja. Gimana? Lo mau kan?" Ajak Bang Asa.

"Eh? Gak usah deh Bang. Ngerepotin, lagian aku belanja banyak. Terus lama lagi." Tolakku secara halus. Ya gak enak saja Kalau Bang Asa ikut belanja denganku. Yang pasti lama.

"Justru itu, kalo belanja banyak kan ada gue yang bantu. Tunggu ya Dek, gue mandi bentar." Bang Asa pun meninggalkan aku di ruang tamu tanpa menunggu jawabanku.

Aku menghela nafas pelan, aku duduk di sofa dengan televisi masih menyala. Mau tak mau aku harus terima ajakan Bang Asa.

Tak lama ia keluar dari kamarnya setelah kelar kegiatan mandinya. Aku tertegun, entah mengapa jantungku berdegup kencang melihat penampilan Bang Asa. Ia sangat keren dan tampan hari ini.

Pakaian yang ia kenakan hanya sederhana. Hanya kaos oblong berwarna putih dan jaket levis. Serta celana jeans hitam dengan sedikit sobekan di bagian dengkul.

"Dek, Dek.. Kok bengong?" Akupun tersadar saat tepukan pelan di pipiku. Ternyata Bang Asa yang menyentuhku. Dan itu membuatku merasa panas di bagian wajahku.

"Lho kok merah sih mukanya? Ah gue tahu, lo pasti terpesona lihat penampilan gue. Ya kan?"

Jawaban yang sangat tepat sekali. Tetapi tidak mungkin aku harus jujur dan menjawab dengan pernyatan 'Ya, Abang keren banget. Aku melting.' Memalukan.

"E-eh, pede banget sih Bang. Haha.." Jawabku menutupi kegugupanku.
Bang Asa mencubit pipiku gemas. Sangat sakit.

"Kalo lo cewek, udah gue cium dari tadi. Muka lo merah gemesin banget." ujar Bang Asa.

Aku hanya memasang wajah datar sebagai balasannya.

"Haha, ya udah yok berangkat sekarang."

Aku dan Bang Asa keluar kosan, dan hari ini aku menggunakan Motor milik Bang Asa. Lagi. Ya, karena aku tidak punya kendaraan untukku bawa ke kosan. Karena aku juga tidak mau.

Aku duduk di belakang motor Bang Asa. Dan seperti tadi, jantungku berdegup kencang. Lagi dan lagi.

'Aishh! Aku gak boleh jatuh cinta sama Bang Asa. Dia kan udah ada yang punya.' batinku berkata.

TBC...

BINTANG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang