Aku sudah berada di kosan. Saat di rumah Stefan, dalam perjalanan pulang, dan sampai di kosan aku masih memikirkan perkataan Stefan. Siapa orang yang menyukaiku? Apa itu Melody? Ah, Melody memang menyukaiku, bahkan dari awal pertemuan ia sangat berlebihan memujiku. Tetapi aku yakin Melody menyukaiku karena aku mirip fansnya, bukan suka dalam melibatkan perasaan.
Huh, aku jadi penasaran. Kenapa Stefan tidak memberitahu aku saja. Aku yang tengah tidur-tiduran langsung bangkit dan menuju meja belajarku. Menatap fotoku bersama Fernando. Saat melihat foto ini, aku jadi teringat saat Dave bertanya siapa orang difoto ini dan juga saat Dave menciumku.
Ah, tunggu!
Dave menciumku? Stefan berkata padaku bahwa ada orang yang menyukaiku. Orang terdekat. Apa orang itu Dave?
Dari awal sikap Dave memang aneh, bukan aneh dalam artian mengerikan. Dave aneh, karena sikapnya terlalu lembut kepadaku, bahkan ia terlalu baik kepadaku.
Jika memang benar Dave menyukaiku, aku harus bagaimana? Aku jadi galau.
Aku keluar dari kamar menuju sofa ruang tamu, menyalakan TV dan menonton acara yang menuruti tidak menarik.
Beberapa saat kemudian Kak Nathan pulang dari kampus, ia menuju kamarnya dan keluar bergabung denganku.
"Eh, Bintang. Hari ini aku makan diluar, jadi maaf ya kalo aku gak makan buatan kamu." Ujar Kak Nathan.
"Hehe, aku juga gak masak Kak. Abis dari rumah temen tadi." Aku menekan tombol remote mencari acara yang menarik.
"Btw, aku mau tanya Kak."
"Tanya apa?"
Aku melirik Kak Nathan, agak ragu untuk bertanya. "Emm, dulu pas Bang Aldi nyatain perasaannya ke Kak Nathan kayak gimana?"
"Eh?" Kak Nathan sedikit kaget karena pertanyaan yang aku ajukan.
"Kenapa nanya kayak gitu?" Ujar Kak Nathan dengan semburat merah di wajahnya. Ehe, Kak Nathan ternyata malu.
"Ya, penasaran aja sih. Ayo dong Kak cerita.." Paksaku.
Pada akhirnya Kak Nathan bercerita kejadian saat Bang Aldi menyatakan cinta. Saat itu Kak Nathan baru pulang dari kampus, beberapa saat kemudian saat Kak Nathan keluar dari kamar ia mendapati Bang Aldi tengah duduk di sofa. Sedikit ragu kata Kak Nathan karena ia gugup dan malu, Bang Aldi bangkit dari duduknya dan mengajak Kak Nathan keluar. Ternyata Bang Aldi mengajak kesebuah restoran yang sudah Bang Aldi pesan hanya untuk mereka berdua. Saat itu juga Bang Aldi menyatakan cintanya dengan iringan piano romantis.
Aduh, mendengar cerita Kak Nathan aku jadi baper.
"Ya gitu deh, kejadiannya udah 6 bulan yang lalu." Ujar Kak Nathan dengan malu-malu.
"Aduh romantis banget, beruntung Kak Nathan dapetin Bang Aldi. Udah ganteng, baik, pekerja keras lagi. Cerah deh masa depannya." Ujarku sambil terkekeh.
"Masalah masa depan, itu kami gak tahu Bin. Kami sudah ngasih tahu ke orang tua masing-masing, orang tuaku marah, tapi cuma sesaat. Sedangkan orang tua Bang Aldi, masih gak terima. Itu alasannya kenapa Bang Aldi masih bertahan dikosan ini, karena kalo Bang Aldi pulang ke orang tuanya yang ada bikin malu dirinya sendiri. Bang Aldi udah gak dianggap oleh keluarganya." Ujar Kak Nathan panjang lebar dengan raut wajah sedih. Matanya juga merah dan berkaca-kaca.
Ya, memang seperti itulah pasangan sesama jenis. Banyak rintangan dan cobaan yang harus mereka hadapi. Salah satunya Bang Aldi, aku tidak menyangka jika Bang Aldi lebih memilih Kak Nathan ketimbang keluarganya. Tetapi aku juga salut kepada kejujuran mereka, mereka sangat terbuka kepada orang tuanya sampai resiko besar harus mereka tanggung.
"Kita gak tahu kedepannya Kak. Jadi, terus berdo'a dan ubah semuanya, ini bukan akhir. Jadi, semangat ya!" Uajrku memberi semangat.
"Hehe, makasih ya Bin." Kak Nathan mengusap sudut matanya yang berair. "Btw, kamu gak ada niatan mau pacaran gitu?" Tanya Kak Nathan.
Apa aku kasih tahu saja ya? Mungkin Kak Nathan bisa bantu.
"Kak, aku mau jujur nih."
"Jujur apa?"
Aku menarik nafas pelan, kembali menatap Kak Nathan. "Aku suka sama Bang Asa." Ujarku.
"Kamu yakin sama perasaan kamu sendiri?" Tanya Kak Nathan serius.
"Serius Kak. Aku bahkan gak suka lihat Bang Asa dengan orang lain."
Kak Nathan menatapku dengan lekat. Seperti mencari sesuatu di mataku.
"Yang aku tahu, Putra itu straight. Tapi, dia juga gak pandang bulu. Maksudnya, dia gak membeda-bedakan orang kayak kita." Ujar Kak Nathan. Aku mendengarnya dengan baik.
"Tapi, gak ada yang gak mungkin. Bisa saja Putra belok. Yang kamu perlukan itu usaha, buat Putra terkesan dan kagum karena diri kamu Bin. Buat dia butuh, butuh diri kamu saat dia sedang susah maupun senang."
Aku mengangguk. Ya, aku harus berusaha agar Bang Asa menyukai diriku.
"Selamat berjuang ya!"
*****
Malam ini aku berada di dalam kamarku, menyelesaikan semua tugas yang diberi oleh dosen. Huh, banyak sekali. Tetapi, aku harus mengerjakan.
Setelah usai mengerjakan tugasku, aku melirik jam dinding yang menunjukkan angka 19:20 malam. Aku keluar kosan, saat melirik kamar Bang Asa ternyata pintunya terbuka.
Bang Asa lagi memainkan gitarnya diatas kasurnya dengan keadaan telanjang dada. Astaga, aku bisa melihat tubuh indah Bang Asa.
Tubuh Bang Asa berisi dan memiliki sixpack samar, juga bagian lengannya juga hampir terbentuk. Apa Bang Asa suka nge-gym, tapi aku tak pernah melihat Bang Asa pergi menuju pusat kebugaran.
"Bintang, kenapa bengong? Mau masuk, sini."
Aku kaget saat Bang Asa berbicara. Tetapi aku juga langsung masuk dan duduk disamping Bang Asa yang sudah meletakkan gitarnya di samping kasur.
Wangi. Ya, aku bisa menghirup aroma tubuh Bang Asa yang sangat menenangkan.
"Kenapa dek? Abang bau ya?" Aku yang sadar karena aku memejamkan mata sambil menutup hidung buru-buru kembali ke mode normal.
"Abang wangi kok, aku suka. Eh?!"
"Suka wanginya atau suka Abang?" Uajr Bang Asa menggoda.
"Apaan sih Bang, aku suka wanginya." Ujarku sedikit cemberut. Bang Asa hanya tertawa.
"Bang, keluar yuk. Kemana gitu." Ucapku mengalihkan pembicaraan. Sebisa mungkin mataku tidak melirik perut Bang Asa.
"Ya udah ayoklah, Abang mau pergi suatu tempat. Pasti lo suka."
Akhirnya termakan juga ucapanku, hehe. Dengan antusias aku mengangguk mengiyakan.
"Ya sudah gih siap-siap. Apa mau lihat Abang ganti baju?"
Pipiku memanas, bagaimana ya saat Bang Asa topless? Ya ampun rasanya aku tidak tahan.
"Haha, muka lo merah dek. Mupeng banget. Haha.."
Aku kembali sadar dan berdiri. Huh, kenapa otakku menjadi liar seperti ini.
"Ya udah sini dulu sambil lihat Abang ganti baju." Bang Asa memainkan kedua alisnya.
"Ogah!" Ucapku kesal dengan wajah sedikit memanas.
Aduh, dasar Bang Asa. Bisa-bisanya dia mesum seperti itu. Tapi aku suka sih, hehe.
TBC...

KAMU SEDANG MEMBACA
BINTANG [END]
Teen Fiction'Persis seperti nama kita, Bintang dan Angkasa. Kita berada di tempat yang sama, namun tidak untuk bersatu.' (Adegan 18+) Upload: 1 Jul, 2019 -Kiki