9

5.4K 427 3
                                    

Kring.. Kring..

Hmm.. Aku terbangun karena alarm handphoneku berbunyi. Pukul lima subuh, aku bangun dan mengumpulkan nyawa karena aku masih ngantuk. Tak lama, aku mengambil peralatan mandi dan keluar dari kamar.

Saat aku keluar, pintu kamar sebelah juga terbuka dan keluarlah Bang Asa dengan Almamater kuliahnya. Aku baru tahu kalau Bang Asa ikut menjadi panitia ospek.

"Bang Asa? Panitia ospek juga ya?" Tanyaku, Bang Asa menoleh kearahku.

"Eh, Bintang. Iya, gue panitia."

"Pagi banget perginya." Aku heran, apa menjadi panitia ospek harus sepagi ini. Tapi memang harus sih, karena aku sendiri akan pergi pukul setengah enam nanti.

"Ya gue kan panitia, di wajibkan datang paling awal. Ya, preparing untuk memulai acara lah." Jawab Bang Asa. Aku hanya mengangguk mengiyakan.

"Kalo gitu gue duluan ya. Jangan dateng telat nanti." ujar Bang Asa. Aku masih mengangguk tanda iya.

Bang Asa keluar dari kosan, dan aku masih melihatnya dari belakang. Entah mengapa melihat penampilan Bang Asa tadi membuatku susah berpaling untuk tidak menatapnya. Jantungku juga berdetak lebih cepat dari biasanya. Bang Asa sangat keren dan tampan dengan setelan Almamater kuliahnya.

Ini tidak bisa di biarkan, jika Bang Asa selalu berpenampilan seperti itu, yang ada aku bisa makin jatuh hati karenanya.

Oh, tentang kejadian kemarin di mana aku melihat pacarnya Bang Asa yang belum kuketahui namanya itu. Aku tidak menyinggung sedikit pun kejadian itu kepada Bang Asa. Karena itu bukan urusanku. Lagipula, aku lagi tidak mau berbicara panjang dan lama dengan Bang Asa. Aku hanya tidak mau. Itu saja.

Aku melangkah menuju kamar mandi. Aku mandi tidak lama, hanya memakan waktu lima belas menit aku pun sudah selesai.

Aku kembali ke kamar, hari ini aku akan menggunakan pakaian kemeja putih panjang dan celana dasar berwarna hitam. Persis seperti orang melamar pekerjaan. Tak lupa topi bola yang di kelilingi permen berwarna hijau, name tag dengan namaku, juga atribut ala-ala cheerleaders yang mengelilingi kedua tanganku.

Oke, aku persis seperti orang gila.

Saat aku menyiapkan semua kebutuhanku, handphoneku berbunyi tanda panggilan masuk. Aku menuju meja belajarku dimana handphoneku diletakkan. Nomor tidak dikenal. Siapa dia?

Aku mengangkatnya, aku juga penasaran siapa yang meneleponku pagi-pagi seperti ini.

"Halo, Bintang.." Sapa orang di seberang telepon.

"Ya, ini siapa?" tanyaku.

"Gue Dave, lo udah siap?" Oh ternyata Dave. Tumben dia nelpon pagi-pagi. Aku juga lupa jika aku sudah memberi nomor teleponku kepadanya.

"Udah, kenapa?"

"Ck, bukannya gue kemarin bilang kalo lo bareng sama gue berangkatnya. Gue udah di depan kosan lo." Jawab Dave.

Astaga, kenapa aku bisa lupa seperti ini. Aku baru ingat kemarin Dave menawarkan untuk pergi bersama. Ya ampun, Bintang.. kamu masih muda tetapi sudah pikun seperti ini.

"Aduh Maaf, aku lupa. Ya udah aku keluar bentar lagi."

"Oke." telepon pun berakhir.

Aku mengambil tasku dan keluar dari kamar, tak lupa aku menguncinya. Saat aku keluar kosan, benar saja. Dave sudah siap yang tengah duduk diatas motornya.

Aku mengunci kosan, karena penghuni di sini di beri kunci duplikat agar memudahkan kami yang berada di kosan.

Dave membuka kaca helmnya, aku tidak melihat dia menggunakan atribut-atribut ospek.

BINTANG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang