Delapan

2.1K 191 5
                                    

Terkadang senyuman adalah cara paling ampuh menyembunyikan air mata karena terluka.

~Hanyalah bukan Adalah~

❄❄❄






Aku terus bergerak dengan gusar kesana-kemari, perasaan ku tentu saja jauh dari kata baik-baik saja. Mata ku berkali-kali melirik dan mengalihkan darinya.

Jelas ini bukan gugup karena pertama kalinya aku makan di warung pinggir jalan seperti ini, hanya saja-sudahlah, ini akan segera terlupakan seiring dengan berjalannya waktu.

"Kenapa? Makanannya kurang enak?" tanyanya menyadari kegelisahan ku.

Aku yang tertangkap basah langsung mengambil sendok dan langsung memasukkan makanan kedalam mulut.

Sekilas ku lihat dia hanya tersenyum tipis melihat ku.

"Dek,"

"Uhuk!" aku langsung tersedak saat mendengar nada suara yang sangat amat aneh ditelinga ku.

Ustadz Arfa langsung meraih es teh manis didepannya dan langsung memberikannya pada ku yang berusaha berhenti untuk tersedak.

"Pelan-pelan," katanya masih berusaha membantu ku.

Aku segera mengambil tisu dan mengelap mulut dengan cepat.

Allahu Akbar!

Apalagi ini?!!!

Semalam dia dengan tiba-tiba mencium ku begitu saja, lalu sekarang??????

Dia memanggilku dengan sebutan adek?! Ok kurang jelas,

ADEK?!?!!?

Mungkin ini biasa bagi yang lain, termasuk Bunda-orang yang notabene baru ku kenal. Tapi ini ustadz Arfa! Guru dengan sikap dinginnya yang sekarang bermetamorfosis menjadi suami ku?!

Mungkin, jika seminggu saja aku terus bersamanya, aku tidak akan menjamin masih bisa menghirup udara dikarenakan jantungku yang terjun bebas dari tempatnya.

"Sudah mendingan?" tanyanya, aku mengangguk cepat dengan tangan yang sibuk mengelap wajah dengan tisu. Lalu tangannya bergerak membuka jaket kulit yang semula melekat ditubuhnya.

"Kenapa?" tanya ku heran saat dia menyodorkannya pada ku.

"Kamu pakai atau saya peluk?"

ALLAHU AKBAR!

ASTAGHFIRULLAH HAL ADZIM!

LAHAULA WALA KUWATA ILABILLAH!

DIA KERASUKAN APA YA ALLAH?!!

Aku meneguk saliva kasar, sudah bisa dipastikan kalau wajahku kembali dibuat tercengang olehnya. Tidak ingin membuat diri semakin malu lagi, aku segera menarik napas mengendalikan ekspresi.

"Ustadz sehat kan?"

"Alhamdulillah," jawabnya membuat ku bernapas lega. "Mau saya peluk?" tanyanya lagi membuat ku gelagapan langsung meraih jaketnya dan memakainya detik itu juga.

Hanyalah bukan Adalah (END✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang