Dua puluh enam

1.7K 172 4
                                    

⚠Pembaca diharap bijak⚠
°
°
°

Ada satu keyakinan yang tidak dapat ku jelaskan, dada mu dipukul kesedihan, jantung ku bergetar merasakan.

~Aku yang selalu membuat mu kecewa~

❄❄❄

"Na?"

"G-Gibran?"

"Kamu mau minta apa, Dek?"

Aku diam. Waktu seakan terhenti, kepingan masa lalu itu, sekarang seakan berputar menjelma menjadi layar besar yang menampilkan bagian demi bagian film tepat didepan mataku.

Aku,

Aku tidak dapat berkata-kata. Mulutku bungkam, dengan mata yang menatap sosok didepan ku tak percaya.

Sosok itu, sosok yang selama ini ku cari, yang selama ini aku tunggu.

Berada tepat didepan ku.

Keadaan seketika menjadi hening, angin berhembus pun tak lagi dapat ku rasakan.

Dia memandangi ku, dengan senyuman yang sudah lama ku pendam atas nama kerinduan. Dia. Gibran. Kembali hadir dengan sejuta kenangan masa lalu yang ikut menyapa bersamanya.

Gibran berjalan perlahan mendekat kearah ku, aku masih menatapnya tak percaya, seolah ini hanyalah sebuah fatamorgana saat seseorang sangat menginginkan air ditengah Gurun pasir.

Keheningan itu, terpecah saat seseorang yang berlari, dan membuat ku tersadar, bahwa ini bukanlah mimpi.

"Kali ini saya mengalah, mau apa dari saya?" tanya ustadz Arfa yang sekarang berada tepat disamping ku. Membuat ku tersadar dan kembali pada masa kini.

Aku mengalihkan wajah, disaat ustadz Arfa datang dan Gibran berhenti melangkah.

"Kamu kenapa?" tanya ustadz Arfa yang langsung menoleh saat raut wajah ku begitu jelas terbaca.

Ustadz Arfa kembali akan mengangkat suara, saat matanya menangkap sosok Gibran yang juga memandang kearah kami.

"Ara mau sarapan sekarang!" kata ku cepat dengan napas yang memburu tak beraturan

"Sebentar. Sepertinya kita pernah bertemu?"

"Ustadz! Ara bilang mau sarapan sekarang!" tegas ku lagi membuat ustadz Arfa sedikit mengernyit terheran memandang ku.

Aku melirik Gibran sekilas, mulutnya masih merapat, dengan mata yang terus mengikuti arah gerak ku yang sama sekali ingin menghilang dari kondisi seperti ini.

Aku tidak bisa berpikir jernih, aku-

"Ada apa dengan kam-"

Tubuh ustadz Arfa menegang, wajahnya langsung berubah menjadi kaku. Saat aku, saat aku mendaratkan kecupan singkat di bibirnya.

Untuk pertama kalinya,

Didepan Gibran,

Aku memberikan ciuman pertama ku, dengan suami ku, ustadz Arfa. Di waktu yang tidak pernah ku duga.

"Bangsat-"

Gibran mengumpat kasar dengan mulut yang langsung dibungkam dari arah belakang oleh Azlan yang menahan tubuhnya. Disaat bersamaan, ustadz Arfa mendorong tubuh ku menjauh darinya.

Aku memejamkan mata dengan tubuh yang gemetar hebat, ku remas erat baju yang ku kenakan, aku takut. Aku, tak siap dengan semua keadaan ini.

Aku membuka mata perlahan, saat tangan ustadz Arfa menarik lengan ku pulang, dengan wajah yang sama sekali tidak berani ku pandang.

Hanyalah bukan Adalah (END✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang