Rasa kehilangan mulai ku rasa saat dia terluka karena ingin membuat ku bahagia.
~Rihanna Zahratusyta~
❄❄❄
Mataku membulat saat mereka berlari tepat menuju arah ku. Dengan tangan gemetar dan badan yang terasa lemas, rasanya ilmu taekwondo yang pernah ku pelajari tidak berguna saat mereka menodongkan pisau dengan tubuh yang tersandera oleh tubuh kekarnya.
Ya Allah...,
Aku berusaha setenang mungkin dengan air mata yang sudah terjatuh. Tidak! Aku benar-benar ketakutan. Seperti saat ini juga aku berhadapan dengan malaikat maut.
Perlahan aku menutup mata. Dalam hati ku ucapkan,
"Asy-hadu allaa ilaaha illallaahu wa asy-hadu anna muhammadar rosuulullah."
"USTADZ!"
Aku menjerit seketika saat ustadz Arfa menendang kedua preman itu dengan wajah yang berada di puncak amarah.
Hampir saja aku mati di tempat dengan pemandangan kepala ustadz Arfa yang akan terpenggal. Pisau tajam itu, berhasil tepat mengenai lehernya.
Napas ku seakan pendek, aku benar-benar tak bisa membiarkan pemandangan ini terus terjadi.
Dengan tubuh yang seakan tak bertulang, aku mengambil helm yang tidak jauh di posisiku. Dan,
Bugh!
Helm itu berhasil mengenai kepala salah satu dari mereka.
Tanpa pikir panjang lagi, aku benar-benar melakukannya. Keadaan ini membuat ku merasa sudah berada disisi Sang Khalik dengan raga yang tak tentu arah.
Aku terduduk lemas diatas trotoar dengan salah satu preman itu yang sudah tak sadarkan diri.
Mendapat kesempatan, ustadz Arfa langsung memukul pria satunya lagi. Dengan darah yang terus keluar dari lehernya.
Aku menangis tak bisa terus melihat pemandangan ini, ketakutan membuat tubuh benar-benar seperti tak dapat digerakkan.
Ustadz Arfa langsung menoleh kearah ku yang terus memandangi pria yang ku pukul dengan helm itu terkapar lemah tepat dihadapan ku.
Langkahnya yang akan mengejar pria satunya yang berhasil meloloskan diri, jadi terurung. Dia langsung mendekap ku tanpa sepatah katapun lagi. Dengan napas yang tersengal-sengal dan jantung yang memompa keras terdengar jelas ditelinga ku.
Aku memeluknya erat. Tak mengerti mengapa aku begitu takut sesuatu yang buruk terjadi padanya.
Aku mendongak saat melihat darah itu masih keluar dari tempatnya. Seketika jilbab yang ku kenakan pun langsung berubah warna menjadi merah.
"Saya tidak apa-apa," katanya tersenyum kearah ku. Sekarang aku membenci senyuman itu.
Aku menatapnya tajam, lalu segera bangkit berdiri menariknya untuk segera pergi ke klinik terdekat.
"Ara?" aku menoleh saat Dea mendekat dan memanggil namaku.
"Ini bukan waktu yang tepat, bantu Ara bawa ustadz Arfa ke klinik!" kata ku tegas dengan sorot mata tajam memperingati ustadz Arfa yang akan menolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanyalah bukan Adalah (END✔)
Romance"Aku dan dia itu mempunyai banyak perbedaan, cuma satu kesamaan diantara kita. Kalau, kita sama-sama ingin bersatu dengan orang yang kita cintai. Perempuan yang dia cintai itu bukan aku, dan juga, laki-laki yang aku inginkan itu bukan dia." °°° Ri...