Tiga puluh lima

1.7K 169 5
                                    

Aku terus bergerak gusar kesana-kemari tak menentu. Tubuh ku sudah amat lelah, namun mata ku rasanya ingin terus berjaga semalaman.

Aku melirik pada pria yang dengan damainya memeluk bantal guling ku, sekan tidak terganggu dengan kasur yang terus bergerak karena ku.

"Ustadz udah tidur?" tanya ku memastikan, kali aja dia benar-benar bablas sampai tidak bisa merasakan pergerakan sekitar.

"Kamu tidak bisa tidur?" tanyanya sedikit membuka mata, melihat ku.

"Iya, kayanya insom Ara kumat lagi, deh," urai ku dengan masalah tiap malam hampir sama.

"Hm," jawab ustadz Arfa dengan mata yang kembali tertutup. Aku berbalik, jadi terlentang menatap langit-langit kamar.

"Kenapa ya, kalau Ara baca buku pelajaran pasti langsung ngantuk, sedangkan kalau waktunya tidur gini, boro-boro bisa merem," gerutu ku kesal.

"Hm."

"Ustadz tau tidak itu kenapa?"

"Hm."

"Apa?" tanya ku menoleh menunggunya bicara.

"Hm."

"Hm apa? Ustadz dengerin Ara gak sih?! Jadi dari tadi Ara ngomong sendirian?!" geram ku kesal. Lalu melengos berbalik memunggunginya.

Dasar manusia es batu!

Tidak bisa mengerti sedikit dengan keadaan!

Aku merasakan pergerakan, dengan dia yang melingkarkan sebelah lengannya dipinggang ku.

Sungguh demi apapun! Ini amat sangat awkward bagi ku.

Terbukti dengan tubuhku yang langsung merespon tegang dengannya.

"Masih belum bisa tidur?" tanyanya bangun setengah dan melihat wajah ku. Aku langsung mendelik sebal. Aku marah baru dia peka?! Cih.

Ustadz Arfa mencoba menarik pundak ku pelan, agar kembali menghadapnya. Namun berkali-kali juga aku tetap bertahan.

"Saya kasih tau cara menghilangkannya bagaimana."

"Terserah. Ara mau tidur."

"Dek, tidak baik tidur membelakangi suami."

Skak.

Dengan cepat aku langsung berbalik menghadapnya. Dengan mata yang ku paksa terpejam.

Ustadz Arfa terkekeh lalu menarik hidung ku pelan. "Buka mata kamu," katanya lembut. Namun aku masih diam dan mencoba tidak menghiraukannya.

"Sayang...."

Aku langsung membuka mata lebar, dia berhasil membuat ku semakin kesal. Apalagi dengan senyuman jahilnya yang ingin sekali aku bungkam dengan terong!

Ustadz Arfa mengambil lengan ku, lalu sebelah lengannya masuk diantara rongga leher ku. Menariknya, sehingga aku langsung mendekat dengan wajah yang bersandar langsung pada dadanya.

Hanyalah bukan Adalah (END✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang