Enam Belas

1.9K 178 4
                                    

Awal pertemuan kita adalah kesalahan, bersatunya kita adalah ketidaknyamanannya, termasuk menginginkan mu adalah suatu kemustahilan.

~Hanyalah bukan Adalah~

❄❄❄


Malam hari tiba. Setelah melewati banyak sekali kejadian hari ini, aku masih bersyukur Allah masih memberikan nikmat hidup ini untuk menjadi lebih baik ke depannya.

Aku menatap kosong layar ponsel ku yang tidak menampilkan apa-apa. Tapi membuat ku tak ingin mengalihkannya barang sedetik saja.

Pikiran ku kembali berkelana, mengingat semua yang Dea katakan pada ku siang tadi.

"Jangan mencoba mencari, kalau lo datang cuma bawa luka."

Apa yang Dea maksud membawa luka? Apa aku tak pantas kembali bersatu dengan Gibran?

Hal apa lagi yang aku tak tau selama jauh dari Gibran? Kenapa dia harus pergi sejauh itu ke Amerika?

Atau, akankah semuanya akan terasa sama ketika kita kembali bertemu?

"Astaghfirullah!"

Aku memekik kaget saat ustadz Arfa menepuk lengan ku pelan. Sejak kapan dia berada sedekat ini dengan ku?

Aku menarik napas untuk kembali mengendalikan diri, lalu sekilas melihat luka di lehernya yang masih terbalut perban.

Goresan yang cukup panjang sekitar 8 cm dari jarak dibawah telinga hampir menuju tengah lehernya.

"Ustadz mau langsung istirahat? Jangan tidur di sofa, biar Ara aja. Dan gak ada penolakan!"

"Kamu tidur di sofa, saya di tikar."

"Gak usah bantah deh, ustadz kan lagi sakit. Kalau lehernya ketekuk gara-gara tidur yang gak bener terus keluar darah lagi gimana?!"

"Kalau kamu masuk angin terus pingsan saat berada di atas motor yang buat motornya jatuh dijalan raya dan kita tertindas kendaraan yang lewat bagaimana?" aku menatapnya tajam, ada saja alasan untuk membantah setiap perkataan ku.

Hening.

Bunyi jam mengiringi kesunyian diantara kami. Aku kembali terdiam dengan pikiran mengawang-awang tak tentu arah.

Apakah pencarian Gibran cukup sampai disini?

Seperti apa wajahnya ketika hampir 5 tahun berpisah?

Lalu....,

Apa yang harus aku lakukan untuk membantu ustadz Arfa membuat bahagia wanita yang dicintainya?

Pasokan udara seakan habis diruangan ini. Napas ku terasa sesak, hanya dengan memikirkan berbagai pertanyaan itu. Entah untuk Gibran, atau karena wanita yang dicintai ustadz Arfa.

"Ustadz—"

"Mau jalan-jalan?" tanyanya membuat ku berpikir sejenak. Mungkin ustadz Arfa hanya bosan terus menerus menemani ku. Apa salahnya berkeliling sejenak sebelum besok kami memutuskan untuk kembali ke Jakarta.

Hanyalah bukan Adalah (END✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang