Dua

3.1K 252 6
                                    

Pernah merasa kecewa pada Allah?

Sesuatu yang kalian inginkan tidak menjadi kenyataan, tapi sesuatu yang tidak pernah kalian harapkan justru yang hadir sebagai jawaban.

Rasanya Allah tidak adil memberikan luka begitu banyak, beban, dan bahkan sesuatu yang sama sekali tidak kalian inginkan.

Aku pernah merasakan semuanya.

Namun, semua perasangka buruk itu pada Allah jelas sekali salah.

Coba bandingkan dengan nikmat dan rezeki yang Dia berikan selama kita hidup, bahkan sebelum kita belum terlahir di dunia.

Percayalah, Allah jauh lebih tau apa yang terbaik untuk hamba-Nya, sekalipun kita sering kali tidak menyukai ketentuan-Nya.

Allah tau mana yang lebih baik.

Opini itu yang terus aku pegang saat ini, meyakinkan hati, bahwa Allah menyiapkan rencana yang lebih indah.

"Kenapa belum masuk?"

Aku terkesiap saat suara bariton itu menyeruak pada telinga ku, tentu saja aku yang sedang melamun seperti biasanya langsung memegang dada yang naik turun.

"Gak usah ngagetin bisa kan?!" kata ku tajam dengan kebiasaan buruknya yang selalu terulang.

"Dih sensi, ayok cepet. Keburu hujan." kata Abang membuat ku menengadah sebentar kearah langit, awan mendung sekarang.

"M, naik mobil?" tanyaku yang entah mengapa ragu

"Mau pake buroq?" kata Abang asal, aku hanya menghela napas pasrah, lalu dengan ragu menaiki mobilnya. Mungkin ini hanya karena aku yang sudah hampir 2 bulan lamanya berdiam diri di rumah tanpa kemanapun.

Abang mulai melajukan mobilnya di jalanan, dengan iringan suara dari radio yang menyajikan alunan murottal Al-Qur'an yang menemani, sedangkan aku sendiri memalingkan wajah menatap keluar kearah jendela.

Hujan mulai turun sedikit demi sedikit menjelma menjadi deras.

"Ini orang makin parah ya, Dek. Bener-bener parah,"

"Setiap tampil diradio pasti suaranya semakin hari semakin bagus,"

"Bacaannya tartil, bisa berbagai nada,"

"Kayanya dia juga orang yang tawadhu, sampai saat ini belum ada yang tau dan dia gak pernah nunjukin wajah di khalayak,"

"Mantaplah, Abang do'ain semoga orang ini jadi jodoh kamu ya, Dek. Kan cita-cita kamu pengen punya suami hafidz  Qur'an. Biarin deh dia dah tua ataupun jenggotan juga. Iya kan, Dek? Dek—"

Abang menoleh saat menyadari aku tak menyahutinya sama sekali, aku sibuk mengatur napas yang seakan pasokannya berkurang sedikit demi sedikit di sekitar ku.

Aku mencengkram kuat rok yang ku gunakan, rasanya sesak dan sulit bernapas.

Tubuhku bergemetar hebat, pandangan ku mulai pudar, kepala ku seakan seperti berputar-putar tak tentu arah, keringat sudah bercucuran sejak tadi.

Aku mencoba menguasai diri, mencoba bertahan dengan keadaan aneh ini. Namun pandangan ku semakin tidak bersahabat seakan semuanya akan terlihat gelap.

Hanyalah bukan Adalah (END✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang