Hm, pada mau demo 'kan?
.
.
Yaudah baca dulu, ok
:)
.
Hipi riding ♡
.
Ada satu kesesakan yang masih tidak dapat ku definisikan. Ruang hampa masih menemani setiap waktu yang bergulir. Ini aku, yang masih menjadi wanita bodoh menangisi kepergianmu.
Selalu aku bertanya, apa kamu merasakan hal yang sama?
Pertanyaan itu semakin membuat ku merasa menjadi wanita terbodoh. Karena aku tau, sejak awal, kamu sudah memilih tujuan mu sendiri.
Dan salahnya ... Aku semakin menjadi bodoh karena mencintainya.
"Ternyata lo lebih egois dari yang gue kira, Na."
Aku semakin memejamkan mata menahan sesak, tangan yang mencengkram erat sehelai kertas yang membuat tembok pertahanan ku kembali hancur malam ini.
"Kapan lo bisa berubah? Berhenti jadi anak kecil yang cuma menyimpulkan dari apa yang mata lo liat!"
"Lo ... Elo sendiri yang buat diri lo sama brengseknya kaya dia. Lo, lemah-"
Plak.
Sebuah tamparan mendarat tepat diwajahnya, Gibran bungkam. Membuat dada ku semakin bergemuruh sesak.
"Iya, Ara lemah. Ara emang Lemah! ARA ORANG LEMAH YANG BERHASIL DIA BUAT JADI SEMAKIN BRENGSEK! Puas?" bibir ku kembali bergetar, merasakan semua sakitnya. Seolah semuanya seakan menjadi belenggu yang bersarang tepat didadaku.
"Dan lo cuma bisa nangisin dia yang udah nyakitin lo?"
Aku kembali menelan saliva kasar, menghapus air mata, dan menggeleng, "Bukan," kata ku berusaha kembali menenangkan diri. "Bukan dia yang nyakitin Ara. Gibran gak tau 'kan?" wajah Gibran semakin mengeras memandang ku tepat.
"Lo lebih berarti dari apapun, Na. Gua tau, cuma itu yang gua tau." Gibran masih menatap ku tepat, sebelum matanya teralihkan, dengan tubuhnya yang membungkuk mengambil kertas yang tidak sadar ku jatuhkan. "Berhenti ngebohongin diri lo sendiri," katanya penuh penekanan dengan raut wajah berubah setelah membaca isi dalam kertas itu.
Pengadilan Agama.
Dengan cepat aku kembali merampas dengan tulisan besar yang terpampang jelas itu dari tangan Gibran.
"Ara cinta ustadz Arfa!" kata ku tepat menunjuk pada wajahnya. Ini yang sebenarnya. Ini yang kurasakan.Dengan napas yang kembali tertahan. Kertas itu berhasil kembali berada ditangan ku. "Bodoh 'kan? Kenapa Ara harus jatuh cinta sama dia?!"
Gibran diam, matanya masih tidak teralihkan menatap ku. Tidak ada lagi senyum ciri khas darinya. Dia kembali kecewa pada ku. Tidak, bahkan semua orang benar-benar terluka karena ku. Menghakimi, mungkin belum cukup atas luka yang selalu aku torehkan pada setiap orang yang dekat dengan ku.
Aku pasrah. Karena ini, berawal dari ku, dan juga karena ku.
Sejauh mana pun aku mengelak, tetap, aku yang menjadi penyebab utamanya. Karena aku ... Kembali salah menitipkan rasa.
"Gue pernah bilang, Na. Gue pergi bukan buat liat lo nangis gini? Gue pergi bukan buat liat lo nyakitin diri lo sendiri!?"
"Ara gak pernah minta Gibran buat selalu ada disamping Ara. Mengasihani Ara. Dan nyuruh Gibran buat peduli sama manusia bodoh kaya Ara!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanyalah bukan Adalah (END✔)
Romance"Aku dan dia itu mempunyai banyak perbedaan, cuma satu kesamaan diantara kita. Kalau, kita sama-sama ingin bersatu dengan orang yang kita cintai. Perempuan yang dia cintai itu bukan aku, dan juga, laki-laki yang aku inginkan itu bukan dia." °°° Ri...