Dua puluh tiga

1.6K 166 4
                                    

Pembaca diharap bijak!

ada beberapa bagian yang mungkin kurang pantas ⚠

°

°

°

Sulit itu ketika harus memilih antara yang kamu inginkan dan yang selalu ada namun hanya untuk menemani.

~Rihanna Zahratusyita~

❄❄❄






Aku menatap gusar layar ponsel yang sedari tadi tidak menampilkan notifikasi apapun. Rasanya ingin ku telan saja, memang benar menunggu itu tidak enak.

Aku spontan langsung berdiri saat pintu terbuka dari luar.

"Assalamu'alaikum," ucapnya yang langsung menatap tepat kearah ku.

Aku melengos kecewa, kemudian kembali mendudukkan bokong disofa setelah menjawab salam seadanya.

"Berasa udah pinter kamu gak kuliah?!" sarkas Abang tajam

"Ara udah titip absen tadi sama yang lain," jawab ku jujur, Abang berjalan mendekat dan duduk disamping ku.

"Apa? Bilang apa tadi? Abang gak denger, coba ulang!" aku memutar bola mata malas

"Ara-udah-titip-absen," ulang ku menekankan disetiap kalimatnya. Kali aja Abang memiliki gangguan pendengaran.

Abang menganggukan kepalanya, lalu secepat kilat wajahnya kembali menoleh dengan raut muka garang, dan...,

Tak!

"AWWW!! ABANG! SAKIT!" pekik ku keras dengan dahi yang berasa berdenyut nyeri.

"Siapa yang ajarin titip absen segala?!"

"Abang!"

"Kapan?!"

"Waktu Abang cerita sama Ummi, pas Abang telat datang ke Kampus dulu!" kata ku membuat Abang seperti kehabisan kata-kata.

Aku dan Abang langsung menoleh saat pintu terbuka dengan iringan salam dan memunculkan seseorang yang ku tunggu sedari tadi.

Ponselnya sama sekali tidak dapat ku hubungi, bahkan belasan telpon dari ku tak kunjung dia jawab.

"Ustadz Arfa!" teriak ku langsung menghampiri, entah dimana rasa gengsi ku dulu saat bersamanya.

"Nah, kebetulan kamu datang, Fa. Sini, seret juga bayi bekantan itu," kata Abang membuat ku mengerucut kesal.

"Gak, jangan ustadz! Jelmaan Cleopatra gak usah didengerin, ustadz langsung istirahat aja kekamar!" kata ku menoleh, dengan wajahnya yang datar, dan tanpa sepatah katapun lagi, ustadz Arfa berjalan menghampiri Abang tanpa menghiraukan ku.

Aku menghentakkan kaki dan mengekor mengikutinya. "Kenapa Bang?" tanya ustadz Arfa pada Abang yang sudah siap menarik napas mencaci maki ku.

Hanyalah bukan Adalah (END✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang