Sepuluh

2K 190 8
                                    

Bahkan seekor semut kecil akan menggigit jika hidupnya merasa terusik.

~Hanyalah Bukan Adalah~

❄❄❄





Aku membuka helm yang sedari tadi ku kenakan, selain sekarang sudah menjabat sebagai suamiku. Ustadz Arfa juga sudah bertransformasi menjadi ojek online ku pengganti abang.

"Kenapa ustadz pake motor abang?" tanya ku sambil membenarkan posisi jilbab di balik kaca spion

"Saya rasa  cuacanya cukup bagus untuk berkendara dengan roda dua, kecuali kamu mau jalan kaki sendiri selagi menunggu saya mengambil motor di Bandung," kata Ustadz Arfa dengan tangan yang terulur mengacak jilbab yang sudah ku rapih kan.

Aku menatapnya tajam, dengan dia yang terlihat sangat puas dengan kejahilannya. Aku sedikit menjauh lalu kembali membenarkannya.

Setelah selesai, aku menjulurkan sebelah tangan menengadah kearahnya.

Ustadz Arfa merogoh sakunya, dan mengeluarkan uang selembar, "Dua ribu cukupkan buat beli permen?"

Aku melongo dibuatnya, dan kembali menatapnya tajam. "Dipikir Ara anak kecil?!"

Ustadz Arfa terkekeh dan lagi-lagi mengacak-acak puncak kepala ku. "Becanda, uang bulanan kamu sudah saya transfer. Kamu tidak perlu lagi menerima uang dari Abang, karena sekarang saya yang berhak menafkahi kamu."

Aku diam sejenak. Abang memang sudah pernah bilang tentang itu padaku.

"Padahal Ara bukan mau minta uang jajan," cicit ku pelan.

"Lalu?" tanyanya, aku meraih sebelah tangan ustadz Arfa, lalu menciumnya takzim.

"Memang hanya ustadz yang bisa menjalankan kewajiban sebagai suami? Ara juga bisa berusaha!" kata ku, namun ustadz Arfa terdiam dengan wajah datarnya menatap kearah ku.

Kenapa?

Apa aku salah?

Lima detik berikutnya aku yang terdiam, bungkam. Membeku tak bersuara saat ustadz Arfa mendaratkan kecupannya di kening ku.

"Kenapa?" tanyanya," Saya hanya menjalankan kewajiban sebagai suami?" lanjutnya dengan senyuman yang mengembang.

Tangannya bergerak membetulkan posisi jilbab ku yang sempat tak beraturan olehnya. Lalu dengan senyuman ciri khasnya ustadz Arfa pamit dengan ucapan salam yang belum ku jawab karena masih sibuk menyadarkan diri.

"CIAAAAAA! APA AKU BILANG, FA. EFEK MALAM PERTAMA BENCI PUN SIRNA!" aku tersadar dengan tatapan death glare langsung terarah pada Aisyah dan Latifa.

YA ALLAH! KENAPA HARUS LAGI?!

°°°

"Kenapa lagi si, Syah? Cemberut mulu?" tanya ku pada Aisyah yang sama-sama sedang memakai sepatu di pelataran masjid setelah sholat dzuhur berjamaah.

Jika kalian bertanya kemana Latifa, nanti kalian akan tau jawabannya.

"MasyaAllah banget Ra! Aku ini pengennya ngeluuuhh aja, ya Allah ampuni hamba-Mu yang imut ini," kata Aisyah menengadah meminta kepada Allah.

Hanyalah bukan Adalah (END✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang