Manusia terkadang lupa, berlari meraih sesuatu yang indah didepan mata, namun jarang untuk menoleh kebelakang, bahwa ada orang yang menemaninya untuk melangkah.
~Hanyalah bukan Adalah~
❄❄❄
Aku menoleh kesekian kalinya pada ustadz Arfa. Dia hanya tersenyum dan mengangguk yakin kearahku. Setelah perang batin yang berkepanjangan aku menarik napas panjang, lalu melangkah dengan percaya diri.
"Assalamu'alaikum, permisi!" kata ku sambil menekan bel di luar pagar
Keheningan menyambut kedatangan ku.
Jangan lagi ya Allah.
Tak pantang menyerah aku kembali menekan dan mengucap salam kesekian kalinya.
Hasilnya sama. Tidak ada jawaban.
Ini adalah rumah ke tiga Dea yang aku dan ustadz Arfa kunjungi, setelah alamat pertama dan kedua Dea sudah tidak ada disana, menurut kabar Dea sering berpindah-pindah tempat.
Aku menoleh saat melihat seseorang yang dari ujung jalan mendekat kearah ku.
"Cari siapa, Mbak?" tanya pria paruh baya itu
"Owh iya permisi, Pak. Saya mencari teman saya, Dea. Katanya tinggal dialamat ini," kata ku sambil menunjukkan selembar kertas itu.
"Iya benar disini alamatnya. Tapi Mbak Dea sudah lama pindah, Mbak."
Dan lagi.
"Oh, begitu ya Pak. Apa Bapak tau Dea pindah kemana?" tanyaku masih berusaha.
"Kebetulan saya RT di sini, sepertinya saya tau," kata Pak RT itu terdengar ragu di telinga ku.
"Kalau boleh tau, dimana ya Pak?"
"Sebentar, saya ingat-ingat dulu. Kalau tidak salah ... Iya keluarga Mbak Dea pindah ke daerah —" aku langsung mencatat alamat baru Dea yang Pak RT sebutkan tadi.
Setelah mengucapkan banyak terima kasih, aku langsung pamit dan menghampiri ustadz Arfa yang menunggu diujung gang.
Ustadz Arfa memilih tidak ikut karena ukuran gang yg kecil dan dipenuhi anak-anak yang sedang bermain.
Jadilah aku yang hanya menyuruhnya menunggu.
"Dapat alamat baru?" tanyanya seperti tau aku gagal lagi. Aku hanya mengangguk dengan lesuh.
Ustadz Arfa melihat alamat yang ku tulis di ponsel, lalu mengangguk seperti mengingat sesuatu. "Kayanya saya pernah ke daerah sini, ayo saya tau," ustadz Arfa terdiam saat aku tak meresponnya sama sekali.
"Kenapa?" tanyanya, entah aku ingin berhenti begitu saja disini. Seakan semua pencarian ini hanya membuang waktu saja.
Ustadz Arfa menghapus bulir air mata ku yang berhasil lolos keluar, lalu tangannya menarik ku. Aku terjatuh pada rengkuhannya. Menenggelamkan wajah pada dada bidangnya, dan berhasil menumpahkan rasa sesak ku ketika itu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanyalah bukan Adalah (END✔)
Romantizm"Aku dan dia itu mempunyai banyak perbedaan, cuma satu kesamaan diantara kita. Kalau, kita sama-sama ingin bersatu dengan orang yang kita cintai. Perempuan yang dia cintai itu bukan aku, dan juga, laki-laki yang aku inginkan itu bukan dia." °°° Ri...