Jagalah dirimu dari sifat marah, karena marah itu dimulai dengan kegilaan dan berakhir dengan penyesalan
~Ali bin Abi Thalib
__❄__
Apa yang lebih buruk dari ditinggalkan?
Kematian?
Putus cinta?
Bagiku, jawabannya adalah meninggalkan.
Aku tak tau, bagaimana harus mengungkapkannya dengan kata, kalau ditinggalkan dan meninggalkan adalah bagian metamorfosis kehidupan yang membuat ku seterpuruk ini.
Ditinggalkan, membuat ku merasa kesepian. Meninggalkan, membuat ku tak hentinya untuk menyesal.
Hadirnya membuatku memiliki harapan, jauh darinya aku kembali merasa apa itu kehilangan.
"Ustadz tidak malu?" tanya ku mendongak menatap wajahnya yang berada tepat di atas kepala ku.
Yap, ustadz Arfa, memeluk erat tubuhku dengan beberapa orang yang berada diluar kamar, menunggu.
"Saya orang terbodoh yang pernah ada," kata ustadz Arfa membuat ku kembali menghela napas bosan
"Mau sampai kapan menyalahkan diri sendiri? Ara udah bilang ini bukan salah ustadz, penyakit ini ... Sudah ada sebelum ustadz datang," kata ku tersenyum miris, mengingat mengapa aku selalu ketakutan walau hanya melihat mobil di cuaca mendung.
Ingatan kecelakaan itu, membuat ku menjerit, dan berkali-kali menyalahkan diri sendiri, kalau bukan aku yang menyuruh Abi dan Ummi untuk datang ke pesantren, mungkin, saat ini mereka masih ada bersama ku, masih memberikan kecupan selamat malam sebelum tidur. Dan masih memeluk ku disaat aku jatuh.
Namun, pikiran sehat ku kembali meyakinkan, kalau ini semua sudah menjadi ketentuan Allah, Allah pasti menyiapkan sesuatu yang lebih indah, baik untuk Abi dan Ummi, maupun diriku.
"Seharusnya saya ada menjadi tiang yang kamu gunakan untuk bersandar, bukan menjadi penyebab kamu tumbang." aku hanya bisa diam sekarang, berkali-kali coba ku beritahu pun ustadz Arfa tetap menyalahkan dirinya sendiri.
Aku ingat, saat mobil Latifa terparkir tepat di depan ku yang masih berjongkok menutup wajah, menangis. Pemandangan mobil itu, yang berada tepat dengan keadaan aku yang terkapar lemah menyaksikan kedua jasad orang tua ku yang dipenuhi darah dan mobil yang sudah tidak berbentuk.
Tubuh yang bergemetar, napas yang memburu seperti senapan otomatis, dengan jantung yang menompa kencang dan kepala yang berdenyut pusing, dengan pandangan buram terakhir ku lihat, ustadz Arfa yang menggendong ku. Memeluk ku erat saat itu.
Ku pikir itu hanyalah sebuah ilusi, namun saat aku membuka mata dia memang nyata, menggenggam erat lengan ku dan berkali-kali mengecupnya dengan wajah khawatir dan sebelah tangan mencoba menghubungi dokter.
"Akhirnya, ustadz sudah tau kan apa kekurangan Ara," kata ku mengambil jeda sejenak. "Ara akan tetap menjadi istri ustadz sampai Allah berkata waktunya berhenti. Selama itu, Ara tidak akan berjanji akan menjadi yang terbaik buat ustadz, Ara hanyalah istri yang tidak mengerti, bagaimana cara membahagiakan suaminya sendiri."
![](https://img.wattpad.com/cover/190852693-288-k998561.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanyalah bukan Adalah (END✔)
Romansa"Aku dan dia itu mempunyai banyak perbedaan, cuma satu kesamaan diantara kita. Kalau, kita sama-sama ingin bersatu dengan orang yang kita cintai. Perempuan yang dia cintai itu bukan aku, dan juga, laki-laki yang aku inginkan itu bukan dia." °°° Ri...