Dua Belas

1.8K 186 8
                                    

Kebersamaan adalah tentang saling memahami, termasuk saling mengerti jika bukan diri ini yang menjadi rumah untuknya kembali.

~Hanyalah bukan Adalah~

❄❄❄






Aku bergegas merapikan mukena yang ku pakai didepan cermin, lalu segera keluar kamar untuk menemui kaka ipar ku.

"Mbak lagi halangan?" tanya ku ketika mendapati Mbak Sabil yang biasanya sudah siap selalu sholat berjamaah dengan ku dirumah, malah sedang menata piring dimeja makan.

Mbak Sabil mendongak ke arah ku yang berada di lantai atas, dengan mata yang berubah menjadi seperti bulan sabit, Mbak Sabil tersenyum dan mengangguk kecil.

"Iya, kamu sholat sendiri dulu ya," katanya. Dia adalah wanita terlembut yang pernah aku temui.

Jenis wanita langka, dengan sholehahnya, kepintarannya, apalagi kecantikannya. Seperti tidak ada celah baginya. Cuma satu sepertinya, Mbak Sabil seperti mengalami gangguan rabun pada matanya. Buktinya saja dia mau pada Abang yang jauh lebih burik ketika bersanding dengannya.

Astaghfirullah,

Untung gak ada orangnya.

Aku langsung turun kebawah, sudah hapal apa yang Mbak Sabil rasakan sekarang.

Tanpa aba-aba, aku langsung memeluk Mbak Sabil erat. "Mungkin Allah masih mau Mbak pacaran lebih lama lagi sama Abang," kata pamungkas yang sering ku gunakan setiap bulannya.

Pacaran yang ku maksud disini adalah pacaran sesudah menikah. Tentu saja sudah halal, tanpa ada lagi larangan yang menghalang.

Seperti aku, dan Gibran contohnya.

"Iya, Allah kan tau mana yang terbaik untuk hamba-Nya. Mungkin Mbak masih belum bisa dipercaya dengan titipan seorang malaikat kecil," kata Mbak Sabil sambil mengelus kepala ku lembut.

"Kenapa setiap wanita mau memperoleh keturunan Mbak? Apa cuma Ara doang yang gak mau?" tanya ku seraya melepaskan pelukan pada Mbak Sabil.

"Astaghfirullah, adek gak boleh ngomong begitu. Anak itu adalah anugerah terindah yang Allah titipkan pada setiap orang tua. Seorang suami ataupun istri akan merasa sangat bahagia ketika mempunyai keturunan, artinya mereka sudah punya bibit untuk penerusnya nanti," aku diam sesaat.

"Itu berarti anak cuma alat dong, Mbak? Mereka tidak bisa menjadi apa yang mereka inginkan, karena harus menjadi penerus orang tuanya?"

"Bukan begitu maksud Mbak, mereka bisa menjadi apapun yang mereka inginkan. Asalkan bisa menjadi penerus kebaikan dari orang tuanya ajarkan. Sebagai lahirnya keluarga baru yang terus menerus akan seperti itu. Seperti misalnya, Abi itu pembisnis, apa Abi memaksa adek buat jadi seperti Abi juga?" tanya Mbak Sabil membuat ku mengangguk paham.

"Ngga sih. Tapi, Ara pernah dengar banyak diluar sana orang tua yang memaksa anaknya harus menjadi seperti apa yang mereka inginkan, sekalipun si anak gak suka sama sekali dengan pilihan orang tuanya?"

"Nah itu, karena itu ada yang menyebut anak sebagai anugrah dan ujian. Kita tidak bisa menjamin si anak harus sama seperti orang tuanya. Kamu ingatkan kan, Dek? Kisah Nabi Nuh, yang mana anaknya menyembah berhala padahal Ayahnya sendiri menyeru untuk menyembah Allah, ataupun kisahnya Nabi Ibrahim dengan ayahnya yang membuat berhala,"

Hanyalah bukan Adalah (END✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang