Tiga puluh empat

1.7K 168 16
                                    

Move on itu ibarat naik haji, bila mampu.

~Azlan samping Kang cilok~

❄❄❄

"Lo tuh beneran minta gue bunuh ya?!" seru Azlan sudah sangat amat kesal langsung turun dari motornya.

"Mau masuk TV lo?" jawab Gibran santai. Lalu matanya kembali teralih pada bangunan bersejarah didepannya. Walaupun sedikit menyesal memberi tahu Azlan keberadaannya saat ini.

"Lo sehari gak bikin gue jantungan gak bisa?!" kata Azlan lagi, Gibran masih diam tidak menanggapi. Senyuman tipis tercetak diwajah tampannya.

Azlan mendengus pasrah, lalu mendudukkan bokongnya disamping Gibran, dengan tangan yang langsung merampas sebungkus cilok yang Gibran genggam.

"Pewaris perusahaan gak mampu beli cilok? Malu gue duduk sampingan sama lo," sindir Gibran membuat Azlan kembali memandangnya ingin membunuh.

"Diem sat. Gak usah bawa-bawa harta yang ogah gue punya."

"Lo yang bego, dikasih cuma-cuma sok nolak, kalau kata Mamah Dedeh namanya kufur nikmat." Azlan hampir tersedak bulat-bulat cilok yang sudah sampai di tenggorokannya. Terkejut dengan perkataan Gibran barusan.

"Woi bangsat! Keluar lo setan! Jangan masukin setan kaya si Gibran! Kalian sesama setan! Keluar-"

"Apaan seh anjir!" amuk Gibran menyingkirkan tangan Azlan yang menekan kuat jidatnya, seperti merukiyah ala syaiton yang meminta kopi hitam.

"Owh kalo ngumpat gini percaya gue, soalnya kelakuan lo udah kaya setan," balas Azlan duduk kembali. Azlan mengikuti arah pandang Gibran yang memperhatikan sekelompok anak cirs yang berlatih dan melakukan formasi. "He mikir goblok, mau dikatain pedofil lo?"

"Apaan si?! Mulut lo sampah bener! Nyesel gue ngasih tau lo, gue di sini."

"Gua juga kaget denger lo galaunya depan sekolah gini, samping kang cilok lagi," kata Azlan melirik sekilas penjualan cilok yang namanya disebut namun tetap saja tak menoleh. "Biasanya kan, kalau gak rokok ya miras, untung aja kagak ada niatan buat dapetin paha ama dada."

"Lo kalo salah minum obat cacing gak usah gue juga yang semprotnya! Kaya anak perawan lu, berantem ama siapa yang kena siapa!"

Azlan menghela napas pelan, menyadari dosanya yang hari ini sudah bejibun mengumpat karena masalahnya dengan Aisyah.

"Dah lah, sekarang gue terserah sama lu. Hubungan gue sama Aisyah juga dah ancur, walau ya ... belum sempat memulai." Azlan melirik Gibran lagi dengan ragu. "Jadi gimana? Masih tetap keras kepala lo mau dapetin istri orang?"

Gibran menoleh dengan tatapan tajam saat Azlan menekankan pada kalimat terakhirnya.

"Lusa gua balik ke Amrik," kata Gibran dengan satu helaan napas. Membuat Azlan membeliak menatapnya.

Azlan diam, lalu menarik napas panjang. "Gue tau ini pasti sulit buat lo, tapi gue tetap bangga walaupun lo bego. Nih ya, ibarat naik haji, move on juga bila mampu, tapi kalau dia dah jadi istri orang lo harus mampu! Cewek banyak man, gue yakin lo pasti dapat yang lebih baik!" kata Azlan mencoba menghibur dan menepuk pundak Gibran, yang langsung di tepis karena Azlan yang terus menghujatnya.

Hanyalah bukan Adalah (END✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang