Empat

2.6K 227 2
                                    

Mata akan lupa siapa yang ia lihat, namun hati tidak akan pernah lupa siapa yang ia cinta.

~Rihanna Zahratusyta~

❄❄❄

Aku mengangkat wajahku, membiarkan angin menamparnya terus menerus. Aku melihat keatas langit yang kini menjadi saksi atas air mata yang jatuh atas kebodohan ku sendiri.

Ya Rabb, mengapa harus sesakit
ini?

Mengapa hamba selalu dihadapkan pada sesuatu yang hamba tidak inginkan?

Mengapa diri ini sulit menerima skenario yang telah Engkau tentukan?

Ya Rabb, hamba tau ini semua adalah kesalahan. Namun, hamba tidak meminta ujian dari-Mu untuk dihilangkan, hamba hanya meminta, Engkau tabahkan hati ini untuk menerima semua takdir yang telah Engkau tuliskan.

Aku mengusap air mata ku yang berhasil kembali lolos membasahi pipi, duduk sendirian di rooftop membuat ku tak menyadari waktu, hampir setengah harinya aku disini, masih mengenakan gaun pengantin pernikahan ku.

Aku memutuskan untuk beranjak turun kebawah, mencoba berkali-kali untuk menguatkan hati, aku bisa melewati ini semua.

"Astaghfirullah...," kejut ku tersentak kaget saat melihat seseorang yang berbarengan dengan ku yang akan membuka pintu rooftop.

Dia menatapku dengan senyuman kecutnya, memandangi ku dari atas sampai bawah, tatapan yang sulit ku definisikan, namun terasa bahwa dia sepertinya tidak begitu menyukaiku.

"Lo masih kanak-kanakan dari dulu?" katanya mulai angkat bicara, aku mengernyit dan mencoba mengingat bahwa aku mengenalnya, tapi siapa?. "Lo pikir, perasaan seseorang bisa lo mainin seenaknya gitu aja?"

Nada bicaranya jelas sekali ingin memojokan ku, aku menatapnya tak nyaman, seberusaha keras pun aku tidak berhasil mengingat siapa dia. "Maaf, saya permisi." kata ku ingin berlalu pergi, mungkin saja dia tamu undangan yang nyasar.

"Lo orang paling munafik yang pernah gue kenal, Zahra!" katanya menghentikan langkahku yang akan kembali kebawah.

Dia, mengetahui nama ku.

Aku terdiam, lalu berbalik menatap kearahnya, "Sepertinya saya tidak mempunyai urusan dengan Anda?" kata ku sedikit ketus, karena dia sudah mengklaim aku begitu saja, bahkan aku tidak mengenalnya.

"Apa gue juga harus nyesel punya urusan sama lo?" katanya malah balik bertanya, nada bicaranya semakin dingin, sorot matanya jelas sekali menggambarkan kekecewaan. "Lo gak pernah berubah, Ra." lanjutnya sambil berjalan turun dengan sebuah tangan memberikan selembar kertas pada tanganku.

"Masih kaya anak kecil yang gak pernah nyadar, terkadang dia juga bisa menyakiti hati orang yang menyayanginya." katanya berjalan turun meninggalkan ku.

Aku mematung dengan semua perkataannya, mengapa dia bisa menilai diriku seperti itu? Siapa dia?

Aku menatap kertas berwarna merah muda dengan hiasan hati, perlahan aku membukanya dengan perasaan tak karuan.



Gue kangen lo, Na :)



Deg!

Hanyalah bukan Adalah (END✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang