#2 - CHEN POV

5.4K 237 4
                                    

"Masuk!"
Astaga, ada apa ini dengan jantung gue?? Padahal sudah sebulan ini gue rutin bertemu dengannya setiap hari Senin, bahkan kadang di hari lain pun gue tetep bisa bertemu dengannya karena gue adalah dosen Pembimbing Akademiknya (dosen PA).

Untuk menyembunyikan rasa gugup, lebih baik gue menyibukkan diri dengan laptop saja. Aslinya mah, ini jantung sudah seperti kuda pacu yang tidak sabar melesat keluar dari tempatnya.

Dia semakin mendekat. Bau parfum menguar dari tubuhnya. Ah, gue selalu suka aroma ini. Aromanya, khas, bercampur harumnya tubuh gadis ini. Ketukan langkahnya seolah seirama dengan debar jantung gue, membuat rasa gugup semakin syahdu.

"Duduk!"
Tolonglah pita suara, jangan bergetar terlalu ketara!!

Perlahan gue alihkan pandangan dari laptop, ke matanya. Dia yang awalnya menatap tetiba menundukkan pandangannya. Menggigit bibir bawahnya yang saat ini dipoles dengan lipstik tipis warna peach. Damn!! She is so sexy!!

"Singkat saja, cukup beri saya satu alasan yang paling masuk akal dari semua alasan yang ada di kepala kamu. Kenapa selalu terlambat jam kuliah saya?"

Kata 'selalu' disini bukan hiperbolis ya. Gue baru mengajar kelasnya sebulan, menggantikan dosen yang harus melanjutkan studi beliau di luar negeri.

Tepat hari ini adalah sebulan gue mengajar. Dan selama sebulan itu pula, gadis di depan gue ini tidak pernah datang tepat waktu, sekalipun!!

Gue tetap menunggu, karena sudah jelas terlihat dari ekspresi wajahny dan permainan kuku tangannya, dia berusaha mencari alasan paling masuk akal.

Terlepas dari gue marah atau tidak, gadis ini benar-benar tidak disiplin. Gue selalu penasaran, apa di mata kuliah lain dia selalu telat seperti ini??

Atau mungkin dia sakit hati karena pagi ini gue keluari dari kelas?? Tapi bukankah itu sangat wajar. Terus memaafkannya selama 3 minggu lalu, dan ini sudah aksi telatnya yang keempat.

"Kim Nana?" tegur gue karena tetap belum ada tanda-tanda dia akan menjawab. Yakinlah, ada getar aneh setiap gue memanggil nama ini. Mengingatkan pertama kali telinga berdengung dan degup jantung tak karuan saat seseorang bercerita tentangnya.

"Karena hari Senin, Pak." bibir itu akhirnya bergerak. Diiringi gerakan dagu yang terangkat dan tatapan mata gue yang terbalas.

"Karena kelas Bapak hari Senin pagi, jam pertama. Jadwal kuliah yang mati-matian saya hindari selama 2thn menjadi mahasiswi."

Jangan tanya bagaimana ekspresi gue sekarang. Daripada lega, gue lebih condong pada bingung. Lalu kenapa kalau Senin jam pertama? Meski rasa penasaran itu menggebu, gue menyilakan dia tetap menjawab.

"Jarak dari rumah orang tua ke kampus sekitar 2 jam, belum termasuk macet. Saya sudah berusaha berangkat sepagi mungkin, semampu saya. Tapi mengejar jam pertama itu memang selalu mustahil."

"Kamu tidak tinggal di apart atau kontrakan dekat kampus?"

"Saya tinggal di apart, tetapi setiap akhir pekan saya selalu pulang ke orang tua."

Gue mengangguk. Gadis yang baik.

"Kalau begitu berangkatlah lebih pagi." Sesimpel itu kan penyelesaiannya. Bahkan tak perlu sekolah tinggi-tinggi untuk bisa mencari solusi.

"Saya tidak bisa menyetir kendaraan saat gelap. Sebisa mungkin sebelum matahari terbit dan sesudah matahari tenggelam, saya tidak berada di balik kemudi."

Kenapa? Hampir saja gue ungkapkan kata itu. Tapi urung, terasa janggal seorang dosen bertanya sedetail itu. Meski gue benar-benar terganggu dengan keterangannya yang tidak lengkap.

"Kembalilah ke apart hari Minggu, bukankah itu lebih baik?"

Salahkah dengan ucapan gue barusan? Karena dia semakin menancapkan manik mata, ekspresinya sulit diartikan. Kedua alisnya agak bertaut menimbulkan kerut halus di dahinya.

"Saya ingin berlama-lama dengan keluarga, selama masih bisa." jawabnya sambil menunduk. Bisa gue pastikan dari nada suaranya, ada rasa sendu di sana.

Gadis yang ada di depan gue saat ini seolah sangat berbeda dengan gadis di depan kelas yang gue teriaki tadi. Ada raut dan rasa yang gue tak mengerti dari dia sekarang. Entah kenapa gue lebih suka dia bersikap bodoh dan ceroboh seperti di kelas tadi.

****

Kim Nana sudah meninggalkan ruangan 15 menit lalu, tapi bukannya menjawab pertanyaan, dia malah menyisakan ratusan rasa penasaran yang makin tidak tentu.

Harusnya gue sekarang sudah bersiap untuk masuk ke kelas selanjutnya, tapi rasanya masih enggan. Pikiran gur masih terlau sibuk mencerna semua jawaban gadis itu. Tatapan matanya yang tetiba berubah, nada suaranya yang tak setegas biasanya, dan ekspresi itu sungguh sulit diartikan.

Tak bisa berkedara saat petang? Bahkan dia tak berkacamata. Harusnya netra penglihatannya sangat normal. Lalu kenapa??

"Aishh!! Sekarang gue harus bagaimana?" ucap gue gusar sambil mengacak rambut kasar.

Tok
Tok
Tok

Seseorang membuka pintu ruangan. Pastinya bukan mahasiswa, karena mereka tak mungkin berani sebelum gue persilakan.

Seseorang itu mengintip pelan dari celah pintu yang sudah sedikit terbuka. Terlihat rambut hitam lurus sepunggung menjuntai mendahului, karena empunya memajukan kepala untuk melongok.

"Sibuk?" ucapnya kemudian tersenyum manis, lebih tepatnya dimanis-maniskan.

"Hmmm." jawab gue malas, tapi tetap berusaha sesopan mungkin. Sambil menata tumpukan buku dan daftar hadir, berdiri dan melangkah ke pintu.

"Ooh, ada kelas lagi?" tanyanya lagi saat kami sudah berhadapan di ambang pintu.

Gue tutup pintu ruangan sambil mengangguk ringan. Berusaha ketara tidak terlalu semangat atau berkilah.

Tanpa mengucap apapun lagi, gue bergeas meninggalkan lorong dan menuju kelas di seberang gedung dosen ini. Tanpa menoleh ke belakang pun gue tahu kalau wanita itu mendengus kesal dan menghentakkan kaki sedikit kasar, mungkin karena respon gue tak sesuai ekspektasinya.

Lalu gue harus bagaimana? Sudah ada yang lebih dulu masuk di di kehidupan gue.

Married You  X  KJD ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang