Minyoon
Gs Area
This Story is Mine
Happy Reading
.
.
.Entah sudah berapa lama waktu bergulir disekitarnya, yang jelas Jimin amat sangat menyadari jika waktu tidak pernah berhenti, dia terus bergerak memenuhi tugasnya.
Tidak pernah berhenti untuk sekedar melirik yang meringkuk terpuruk ataupun yang tengah bergurau penuh suka cita ditempatnya berpijak.
Dia tidak akan pernah berbalik, bahkan hanya untuk sekedar bertanya ‘apa kau baik-baik saja atau malah sebaliknya?’
Dan ketika terpuruk seperti ini Jimin tahu, ia hanya memiliki dua pilihan, maju perlahan menyembuhkan hati seiring dengan waktu berjalan atau diam dititik yang sama dan terus mengais luka hanya karna mempertahankan perasaan yang sama? Agar semua tetap ditempatnya tanpa perlu berubah?
Tapi mengingat seluruh harapnya telah luluh lantah, membuat segalanya terasa tidak berguna baginya. Baik itu waktu yang bergulir, ataupun keadaan fisiknya yang mulai melemah akibat berbotol-botol alkohol yang dikonsumsinya sejam berjam-jam yang lalu.
Ia bahkan tak peduli dengan keadaan kamarnya yang sudah nyaris seperti kapal pecah dengan pecahan barang-barang yang sempat ia lempar demi meredam emosinya beberapa waktu lalu.
Keheningan mengisi kamarnya yang temaram, tapisekali lagi Jimin tidak peduli akan hal itu. Ia menghela nafas panjang dan memilih menutup mata. Membaringkan tubuhnya yang mulai terasa lemas pada sofa panjang yang tadi didudukinya.
Kepalanya yang terasa luar biasa berat, bergelut dengan beragam emosi yang mulai menguasainya sejak pulang dari rumah sakit tadi.
Perkataan Minhyun sore tadi benar-benar meraup seluruh kewarasan Jimin, membuatnya jatuh terpuruk, tepat ketitik yang sama saat Yoongi meninggalkannya dulu.
“ Kau hamil.. dan usia kandungannya sudah menginjak satu bulan”
“ Kau hamil...”
“ Kau hamil.....”
“ Sial!”
Jimin meraung keras seiring dengan air matanya yang mulai mengalir, sesak. Ingatan itu terus berputar-putar dibenaknya, berulang. Menghantarkan rasa sakit yang terus berulang pula dihatinya yang sudah terlanjur patah.
Teruntuk Tuhan, tidakkah ini ketelaluan untuknya? belum cukupkah hukumannya selama ini? Terkadang Jimin tidak habis pikir, jika memang Tuhan tak membiarkan ia dan Yoongi bersama, kenapa tidak dihilangkan saja perasaan ini? atau kenapa harus mereka dipertemukan dan saling jatuh cinta dulu?
Tujuh tahun, ia sedemikian tersiksa dengan kerinduan dan penyesalannya, dan kini harus ditambah pula dengan kenyataan yang lebih menyakitkan untuknya.
Kadang kala Jimin ingin marah, mengutuk takdir yang tidak pernah berpihak baik kepadanya, sejak dulu kenapa harus dirinya yang selalu kehilangan?
“ Jimin...”
Ditengah rasa frustasinya, Jimin merasakan elusan lebut dirambutnya serta suara yang tak kalah lembut menyuarakan namanya, meski pelan tapi ia berhasil menangkap kesedihan yang terselip dari suara itu.
“ Jimin-ah”
Seperti ditarik kedalam alam sadar, panggilan itu terdengar lagi. Kali ini ia mulai merasa familiar dengan suaranya. Suara yang telah lama menghilang dari kehidupannya sejak bertahun-tahun lalu.
Perlahan meski sulit Jimin membuka matanya, meski dalam pencahayaan kamarnya yang temaram, tapi Jimin berhasil mengenali sosok yang duduk bersimpuh di samping sofa yang ia tempati itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
House of Card
Fiksi Penggemar[End] Tidak semua cinta harus diungkapkan. Terkadang sesakit apapun perasaan itu lebih baik tetap dipendam. Tetap menjadi rahasia kecil yang dibalut dengan senyuman. Hanya untuk menjaga, apa yang baik tetap berjalan baik. Ikatan mereka memang telah...