🌻[16] BERSAMA FERLY

571 180 263
                                    

"Sebenarnya dia baik, hanya pembawaannya saja yang terlihat buruk di mata orang-orang."

Jam dinding di kamar Dira sudah menunjukkan pukul enam pagi. Namun, gadis cantik itu masih meringkuk di atas kasurnya.
Suara ketukan pintu dari luar kamar terdengar.

"Dira sayang, kamu udah bangun belum?" tanya Vania‒mama Dira.

Tidak ada jawaban dari Dira, membuat Vania membuka pintu kamar anak bungsunya yang kebetulan tidak terkunci. Memang sering kali Vania meminta Dira untuk tidak mengunci kamarnya, karena putrinya itu kadang susah dibangunkan.

Vania mendekat ke arah kasur kemudian menggeleng pelan melihat anak gadisnya yang selalu masih terlelap.

"Dira ... bangun, Sayang," ujar Vania sambil mengusap lembut rambut Dira, tetapi tidak ada respons dari gadis itu. 

"Dira ... ayo bangun, ini udah jam enam." Vania sedikit mengeraskan suaranya sembari mengguncang pelan bahu Dira.

Dira menggeliat pelan. Kemudian berusaha membuka matanya perlahan.

"Ayo bangun, Sayang, kasihan, tuh, temen kamu nunggu dari tadi."
Dira yang masih setengah sadar bergumam pelan. "Temen apa, sih, Ma?"

"Temen cowok kamu, Mama lupa tanya namanya," ujar Vania.

Mendengar hal tersebut, Dira langsung membuka matanya. Teman cowok? Apakah yang dimaksud mamanya tadi adalah Iqbaal? Cowok itu datang menjemputnya? Namun, kenapa tadi malam cowok itu tidak mengabari?

"Kok malah bengong?" tanya Vania, tetapi Dira hanya menggeleng sambil menyengir. "Mendingan kamu mandi sekarang, siap-siap, terus turun ke bawah. Temen kamu udah nungguin," lanjut Vania kemudian keluar dari kamar Dira.

Selepas keluarnya Vania, Dira tidak langsung bangun. Ia memeluk gulingnya sebentar sambil membayangkan akan berangkat sekolah bersama Iqbaal lagi.

Setelah itu, barulah Dira mandi dan bersiap-siap, lalu turun ke bawah.
Saat menuruni tangga, Dira melihat mamanya sedang sarapan bersama seorang cowok dengan seragam yang sama dengannya. Dira hanya melihat punggung cowok tersebut karena posisinya membelakangi tangga.

Awalnya Dira masih yakin bahwa cowok itu adalah Iqbaal. Namun, ketika ia berjalan ke arah meja makan, barulah ia sadar bahwa yang menjemputnya adalah si Psikopat, bukan Pangeran. Ferly, bukan Iqbaal.

"Lo ngapain di sini?" tanya Dira langsung dengan nada terkejut, membuat Ferly sekaligus Vania menoleh.

"Dira, jangan ngomong gitu sama temen kamu," ujar Vania memperingati.

Dira mendengkus pelan, lalu duduk di kursi yang bersebelahan dengan Ferly. Tak lama kemudian, Dylan turun dari atas dengan masih menggunakan kaos rumah dan boxer.

"Temen kamu?" tanya Dylan.

"Dia bukan temen aku!" jawab Dira cepat.

Dylan mengangguk pelan. "Oh ... bukan temen. Berarti pacar, ya?" tebaknya.

Mata Dira melotot mendengarnya. "Bukan, Abang!"

Dylan terkekeh melihatnya, begitu juga dengan Vania. Sementara Ferly hanya diam di posisinya.

"Terus siapa, dong?" tanya Dylan lagi. Jiwa keponya meronta-ronta.

"Kakak kelas," jawab Dira singkat.

Lalu setelah itu mereka menikmati sarapan masing-masing sambil sesekali Dylan menanyai Ferly. Random saja, tetapi nyambung. Ferly dan Dylan ini memiliki beberapa kesamaan. Di antaranya sama-sama suka balapan, bela diri, dan suka band luar negeri yang sama.

JUARA KEDUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang