3. Keputusan (Nabilla)

6.6K 406 4
                                    

Sudah setengah hari aku membantu ibu berkutat di dapur, untuk menyiapkan makan siang. Sekarang tepatnya jam 12.00 siang aku baru selesai dengan pekerjaanku.

"Huft..."begitulah helaan nafasku terdengar. Aku duduk sambil meminum air dingin huh segar sekali rasanya.
"Nabilla...sini sebentar, ibu mau minta tolong nih"ucap ibuku keras.
"Iya Bu otw."timpalku agak keras .
"Huh baru juga duduk."(kataku dalam hati dengan sedikit kesal). Aku segera berjalan gontai kearah ibuku.

"Ada apa Bu?"tanyaku pada ibu yang sedang memasukkan makanan kedalam rantang.
"Nih...tolong kamu antarkan makanan ini untuk ayah, minta tolong sama abangmu untuk mengantarkan,ibu nggak mau kamu bawa motor sendiri"pinta ibu sambil menyodorkan rantang yang terisi makanan untuk ayah.
"Iya Bu, tapi aku mau sholat dhuhur dulu bu,kan udah masuk waktunya, nggak lama kok lagian Abang juga lagi sholat Bu di masjid."ucapku menjelaskan.
"Ya sudah sana sholat dulu"timpal ibu kembali.

Aku segera melangkahkan kakiku kedalam kamar mandi untuk mengambil air wudhu,dan melaksanakan kewajibanku sebagai umat muslim.

☘️☘️☘️

Setelah sholat aku meminta izin kepada ibu untuk mengantarkan makanan yang tadi ibu siapkan untuk ayah.
Untung saja abangku mau mengantar ku ke kantor ayah biasanya dia nggak pernah mau,katanya panas lah capek lah,dan lain alasan sebagainya.

"Cepet naik, jangan lupa pakai helmnya,kok lama sih cepet dek panas nih."ucap abangku yang ternyata sudah bertengger diatas motornya.
"Iya iya sabar."timpalku kesal
"Udah ayo jalan"kataku kembali.

Jarak kantor ayah dengan rumah memang agak jauh butuh waktu sekitar 20 menit untuk kita sampai kesana.
Sesampainya aku dikantor ayah aku dikejutkan dengan banyaknya pendemo yang tak lain adalah karyawan ayah sendiri.Aku mengernyitkan dahi menatap mereka heran sebenarnya ada apa,dan mengapa ayah tidak pernah cerita apapun, ayah hanya berkata memang ada masalah keuangan sedikit tapi mengapa bisa separah ini.
Aku yang sedari tadi melamun menatap para demonstran,kini dikejutkan dengan kedatangan sebuah mobil bernuansa putih yang berhenti tepat di depan perusahaan ayah. Mataku menangkap sesosok yang wajahnya tak asing lagi bagiku.
Wajahnya memang berbeda kini mukanya pucat pasi.

"Ayah..."gumamku nyaris tak terdengar.
Aku yang masih diam terpaku hampir saja terhuyung ke belakang karena abangku menarikku dengan sedikit berlari kami menghampiri para demonstran dan memastikan apa yang sedang terjadi.
Tubuhku kaku,mataku memanas, pandanganku memudar tak terasa air mata sudah jatuh terlebih dahulu dipipiku,dan membasahi pelupuk mataku.
"Ayah...hiks hiks apa yang sebenarnya terjadi yah."ujarku sambil mengguncang guncangkan tubuh ayahku, berharap ayah akan sadar, begitu pula abangku yang diam dan setelah tersadar langsung memeluk ayahku.

"Maaf mbak pak Himawan harus segera kami bawa ke rumah sakit "ujar petugas yang membawa mobil itu kesini.
"Baiklah pak "jawab abangku sambil menarik tubuhku menjauh dari brangkar ayah.

Rumah sakit,tempat ramai ini menjadi sunyi tidak ada apapun dalam fikiranku kecuali ayah. Lama dokter tidak kunjung keluar membuatku begitu khawatir tentang keadaan ayah.Abang yang selalu berantem ketika bersamaku,mendadak menjadi sesosok yang begitu lembut seakan akan tak mau kehilanganku.

"Abang ngerti dek,yang sabar."ucap Abang yang kini sedang memelukku,berusaha menenangkan ku.
Aku tak menjawab apa pun aku hanya menangis.

Hening, sepi entah apa tiba tiba terlintas dalam pikiranku ayah pernah berkata perjodohan iya benar perjodohan,apa mungkin ini yang akan menolong ayah maka akan ku lakukan.

"Bang,antar aku ke rumah teman ayah yang akan menjodohkan anaknya denganku yah?"pintaku pada abang.
"Buat apa?"tanya Abang lembut.
Bismillah
"Aku akan menerima perjodohan itu bang,aku nggak mau ayah celaka karena memikirkan masalah ini bang ini jalan satu satunya."ujarku yakin.
"Tapi, bagaimana dek kalau nantinya kamu nggak bahagia,? Abang yang akan merasa bersalah karena telah mengijinkanmu menikah dengan laki laki yang jelas jelas belum mencintaimu."kata abangku cemas.

Aku makin menangis, dan Abang tau jawabanku.
"Baiklah akan Abang antar,sudah jangan menangis kasihan air matamu." Ucap abangku.

Kami berdua bangkit dari duduk kami dan segera menuju rumah teman ayah. Kebetulan abangku tau dimana rumahnya.di koridor rumah sakit aku bertemu ibu dengan air mata yang akan tumpah ia terlihat terburu buru.
"Ibu..."panggilku keras.
"Ya Allah nak apa yang terjadi?"tanya ibuku sambil melepas pelukannya.
"Ayah pingsan bu di kantor ,karena ada banyak yang demo didepan kantor.
"Terus kamu mau kemana?"tanya ibuku lagi.
"Aku akan kerumah pak Aryo Bu,teman ayah yang akan menjodohkan anaknya denganku,aku akan menerimanya Bu."ujarku sedih.
"Apa kamu yakin?"tanya ibu padaku tak yakin.
"Insyaallah."jawabku singkat.
"Baiklah jika ini keputusan mu nak ibu ikhlas,hati hati di jalan jangan ngebut yah ibu disini nunggu ayahmu sadar"kata ibu menyetujui.
"Iya Bu assalamualaikum"kataku dan Abang bersamaan sambil mencium punggung tangan ibu,dan segera pergi kerumah teman ayah.

Typo bertebaran, Afwan 🙏🙏

Skenario Allah yang Terindah (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang